Bab 17. Kesempatan Kedua

***

Di kamar yang bergaya manly, Harsa merebahkan tubuhnya dengan berbantalkan tangannya, sambil memandang langit-langit kamar. Ia berpikir sejenak kenapa Karin sampai hati mengkhianati cintanya, dan bermain belakang dengan Edo. Di saat seperti itu, tiba-tiba Harsa mengingat kembali pesan mamanya untuk selalu memaafkan orang lain. Lalu, haruskah Harsa memberikan kesempatan kedua untuk Karin? Tidak ... hatinya terlalu sakit dengan pengkhianatan kekasihnya tersebut.

Harsa tidak menyangka akan dilukai oleh orang terdekatnya. Jangan ditanya rasa sakitnya! Rasa sesak, kesal, kecewa, dan sedih bercampur jadi satu. Ia tidak menyangka Edo akan menusuknya dari belakang. Dia tidak tahu harus menyalahkan Karin atau Edo dalam masalah ini, seandainya Karin tidak membuka peluang, mungkin Edo juga tidak akan pernah masuk ke dalamnya. Lalu, kenapa Karin tidak menjaga hatinya hanya untuk Harsa?

"Heh, ngapain juga gue harus maafin dia!" geram Harsa, sebelum ia memejamkan mata. Helaan napasnya terdengar berat, rasa amarah membuatnya merasa sesak.

Sesungguhnya, Harsa merasa bingung, mau memberikan kesempatan kedua atau tidak mengenai kisah cintanya dengan Karin sesuai permintaan Karin. Jujur, rasa cinta di hatinya untuk Karin masih teramat besar, tetapi saat ia mengingat pengkhianatan itu, hatinya terasa perih luar biasa. Lagi, rasa amarah yang teramat besar menutupi rasa cinta yang masih tersimpan dalam di hatinya.

***

Sore itu akhirnya Harsa datang ke taman kota, tempat yang sudah ditentukan oleh Karin sebelumnya. Setelah Harsa jengah dengan ratusan chat dari Karin yang masuk pada room chat di ponselnya. Isinya tidak lain hanya untuk mengajak Harsa bertemu. Dengan pakaian santai, Harsa melajukan motor matic-nya. Kurang lebih dua puluh menit sampailah Harsa di taman kota. Ia melihat Karin sedang duduk di bangku kayu yang berada di sana.

"Hai, Sa!" sapa Karin. Gadis itu langsung berdiri ketika melihat kedatangan Harsa. Namun, Harsa bergeming, sekelebat bayangan Edo ketika menggenggam tangan Karin tiba-tiba melintas dalam otaknya. Ia menatap Karin dengan tatapan penuh luka, terlalu sakit hati Harsa membayangkan pengkhianatan mereka berdua.

"Apa kamu baik-baik aja?" tanya Karin lagi, hampir saja tangannya menyentuh bahu Harsa, tetapi lelaki itu dengan cepat menghindarinya. Kedua mata bulat Harsa menatap Karin dengan tajam.

Harsa tersenyum sinis. "Lo masih nanya gue baik-baik aja? Di mana akal sehat lo?" jawab Harsa malah balik bertanya dengan nada ketus, "setelah perselingkuhan yang kalian lakukan, kamu tahu rasanya? Sakit ... sakit banget, Rin! Sakitnya tuh, di sini!" Harsa menepuk-nepuk dadanya sendiri. Lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Harsa tidak ingin terpengaruh lagi dengan wajah polos Karin yang menatapnya dengan tatapan sendu.

Karin hanya terdiam saja tanpa bisa berkata-kata. Kilatan kristal bening mulai terlihat di kedua mata indahnya. Namun, sebisa mungkin ia menahan agar kristal itu tidak sampai meleleh, lalu meluncur pada kedua pipinya.

"Aku minta maaf, Sa! Aku akui kesalahanku sudah terlalu besar padamu. Aku berharap kamu memberikan aku kesempatan kedua. Aku janji akan berubah dan tak lagi menjalin hubungan dengan Edo." Setelah keheningan tercipta beberapa saat, akhirnya Karin membuka suaranya dengan berwajah sendu dan penuh penyesalan.

Harsa menoleh ke arah Karin, masih dengan tatapan tajam. "Gampang banget lo bilang kayak gitu! Hati gue udah terlalu kecewa dan sakit hati atas pengkhianatan yang kalian lakukan. Apa masih pantas ada kata maaf dan kesempatan kedua buat lo?!" jawab Harsa ketus dan pastinya menyakiti hati gadis yang sebenarnya masih ia cintai.

Karin menunduk, ia tidak bisa lagi menahan air matanya yang sudah menggenang sejak tadi. Karin menyadari mereka berdua saling tersakiti.

Tak ingin berlama-lama, dan dirasa tidak ada lagi penjelasan dari mulut Karin, Harsa memilih pergi. Ia berjalan menuju ke parkiran, meninggalkan Karin seorang diri dengan segala penyesalannya.

***

Keesokan harinya Harsa lebih banyak diam. Sama halnya pun dengan Edo. Tanpa saling sapa seperti orang asing yang tak kenal satu sama lain. Rasa cinta Edo ke Karin tetap sama dan semakin bersemi. Edo tak pernah merasa bersalah, sebab cinta tak pernah salah. Itu rasa yang siapapun bisa merasakan dan mendapatkannya. Hanya saja, cinta Edo ke Karin tidak berada di waktu yang seharusnya.

Namun, bagaimanapun juga Edo harus datang pada Harsa untuk meminta maaf. Sampai Harsa betul-betul memberikannya maaf. Terlintas kebersamaan mereka sedari kecil dulu, di mana ada Harsa pasti di situ ada Edo, begitu pun sebaliknya. Haruskah persahabatan mereka hancur, hanya karena ulah dirinya yang telah menyakiti sahabat kecilnya. Edo berharap Harsa akan memberikan maafnya.

"Sa—"

"Gue ke toilet dulu, Kir." Harsa mengabaikan panggilan Edo yang datang menghampirinya, lelaki itu lantas berdiri, lalu pergi. Wajah muramnya begitu jelas, ia tidak suka dengan kehadiran Edo.

Bersamaan dengan itu, datanglah Widya bersama dengan Karin. Mereka berpapasan di dekat pintu kelas. Karin sengaja ikut Widya ke kelasnya hanya untuk bertemu dengan Harsa. Namun, lagi-lagi Karin harus menuai rasa kecewa, karena Harsa masih saja mengacuhkan dirinya.

Harsa melewati kedua gadis itu tanpa menunjukkan wajah ramah sedikitpun. Matahari pagi yang begitu cerah menyinari bumi, tetap tidak bisa membuat hati laki-laki tampan itu menerbitkan senyum termanisnya seperti hari-hari yang lalu, sepertinya rasa sakit itu terlalu mendalam buat Harsa.

"Harsa ...." Karin memanggil nama itu dengan lirih, wajahnya terlihat sendu. Sakit! Tentu saja. Harsa mengabaikannya lagi. Di situlah Karin mulai menyadari betapa sakitnya patah hati.

Cinta ... kau tak terlihat, tetapi begitu terasa kehadirannya. Cinta milik setiap insan, perasaan yang hadir tanpa diminta, hadir tanpa alasan, hadir dengan caranya sendiri, hadir dengan ketulusan, dan hadir dari hati. Akan tetapi, untuk mendapatkan indahnya cinta itu, tergantung bagaimana cara insan membawanya berlabuh.

Begitupun dengan Karin, setelah permintaan maafnya dijawab ketus oleh Harsa, ia jadi lebih pendiam. Wajahnya pun sering muram. Sebagai sahabat, Widya, Kartika, dan Cindy selalu berusaha untuk menjadi penghiburnya.

"Yuk, Rin!" Widya yang merasa kasihan dengan Karin menggandeng tangan gadis itu. Mengajak Karin menuju ke tempat duduknya.

"Hai, Wid! Hai, Karin!" Cindy menyapa kedua sahabatnya bergantian, "Kartika mana?" tanyanya lagi saat melihat personil trio sahabat itu kurang satu.

"Dia di kelasnya, katanya ada tugas yang belum kelar dikerjain," jawab Widya, sembari menyimpan tasnya di atas meja. Cindy mengangguk mengerti.

"Duduk situ, Rin!" Widya menyuruh Karin duduk di kursi belajarnya. Karin menurut.

Widya lantas membuka tas sekolahnya, dan mengeluarkan kotak makan dari sana. "Kebetulan tadi bunda kasih gue bekel sarapan banyak. Kita sarapan bareng, ya!" ajak Widya sembari membuka kotak makan, lalu menyodorkannya di hadapan Karin.

"Wah, enak tuh! Gue boleh minta, nggak?" Cindy pun ikut ngiler melihat beberapa tumpuk roti bakar yang berada di dalam kotak makan Widya.

"Boleh, ambil aja!" balas Widya. Cindy dengan senang hati mengambil sepotong roti. Sedangkan Karin masih bergeming, dia tidak menjawab apalagi mengambil roti tersebut. Otaknya terlalu penuh dengan Harsa. Hal itu membuat Widya jadi menghela napasnya. "Udah, deh, Rin! Lo nggak bisa kayak gini terus! Gue yakin, suatu saat Harsa pasti bisa maafin lo, dia itu baik, kok!" ujar Widya menasihati.

Entah kenapa perkataan Widya malah membuat Karin mengingat semua kebaikan Harsa. Di mana Harsa selalu ada buat dirinya, antar jemput sekolah, dan jalan bersama dikala libur sekolah. Hal itu membuat Karin semakin sulit untuk melupakan Harsa. Kini, semua itu hanya tinggal kenangan. Andaikan perpisahan mereka tidak didasari oleh perselingkuhan, mungkin Karin tidak akan se menyesal ini, dan tidak akan menyalahkan dirinya sendiri.

"Rin, kenapa telepon gue nggak pernah diangkat?" Edo pun ikut nimbrung di antara gadis-gadis itu.

Karin menoleh, raut wajahnya tiba-tiba berubah masam. Seolah enggan melihat wajah tampan yang sudah merusak hubungannya dengan Harsa. Begitulah pemikiran Karin sekarang, ia menyalahkan Edo sebagai dalang utamanya.

Setiap Edo telepon Karin tidak pernah menanggapinya. Dia benci pada lelaki itu, dia membenci keadaan ini, dan dia marah pada dirinya sendiri. Kenapa ini bisa terjadi?

"Gue lagi males ngomong sama lo," ketus Karin. Lantas berdiri bersiap untuk pergi. "Gue balik ke kelas, ya, Wid, Cin!" Setelah mendapatkan jawaban anggukan kepala dari Cindy dan Widya, gadis itu melengos begitu saja. Tanpa menoleh lagi pada Edo yang tengah menatapnya penuh kecewa.

Harsa dan Edo mungkin mempunyai rasa cinta yang sama besarnya terhadap Karin. Cuma saja cinta mereka datang pada waktu yang sama dan pada hati yang sama pula. Bisa saja Harsa memberikan kesempatan kedua untuk Karin, tetapi lelaki itu tidak bisa menjamin, apakah perjalanan cintanya nanti akan sama seperti yang dulu mereka jalin?

Sulit ... kesempatan kedua mungkin akan ada untuk siapa pun yang ingin berubah menjadi lebih baik, tetapi bisa jadi rasa percayanya akan jauh lebih sedikit.

...Karin : "Maafkan aku, Sa! "...

***

Eh, siapa yang setuju Harsa ngasih kesempatan kedua buat Karin? Tulis di komentar, ya ☺

Jangan lupa like dulu, gengs 😘😘

Terpopuler

Comments

istri nya suga

istri nya suga

main salahin edo aja ni betina
tamu tdk akan masuk kalau tuan rumah tdk buka pintu
dasar buaya betina

2022-06-07

0

Ani Aira

Ani Aira

kesempatan kedua buat cewe ga setia No Longer

2022-02-05

0

Ani Aira

Ani Aira

Agree

2022-02-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!