Bab 16. Persahabatan Yang Retak

***

Dari jarak yang tidak jauh dari tempat Karin, diam-diam Edo mengikuti langkah Harsa dan Karin. Berniat ingin menjelaskan permasalahan yang melibatkan dirinya dan Karin.

Edo tidak sanggup melihat Karin menangis seorang diri di tempatnya setelah diputuskan Harsa. Olehnya itu, dia melangkahkan kakinya mendekati Karin yang masih duduk di kursi kayu yang usang.

“Rin, lo tenang aja! Gue akan bantu lo jelasin hubungan kita sama Harsa. Asalkan, lo nggak nangis. Jujur, gue nggak sanggup liat lo nangis begini. Gue sayang banget sama lo, tapi demi memperbaiki hubungan lo sama Harsa, gue akan bantu kok. Nanti sepulang sekolah, gue akan bicara sama Harsa,” terang Edo seraya menghapus air mata yang mengalir di wajah cantik Karin.

Tanpa mereka berdua tahu, ternyata Harsa melihat perlakuan Edo kepada Karin. Laki-laki itu meninju tembok ruangan lab IPA yang ada di sampingnya untuk melampiaskan kekesalannya.  Ya, awalnya Harsa muak dan marah dengan sikap Karin yang selingkuh di belakangnya. 

Meninggalkan gadis itu di kursi sendirian membuat hati Harsa bersimpati. Sebenarnya, Harsa ingin mengajak Karin kembali ke saat bel masuk sudah berbunyi, tetapi yang didapat justru dirinya melihat perhatian Edo pada Karin yang sudah berdiri di hadapan gadis itu.

“Baru gue bilang putus beberapa menit yang lalu, sekarang lo malah bermesraan dengan bangsat itu!” geram Harsa mengepalkan kedua tangannya. Emosinya saat ini sudah mencapai ubun-ubun. Dengan wajah yang masih kesal, Harsa berbalik menuju ruangan kelas.

Bel pertanda pelajaran sudah berakhir. Para siswa mengemas buku pelajaran ke dalam tas masing-masing. Harsa dengan cekatan keluar dari kelas itu dengan langkah cepat usai guru Kimia meninggalkan ruangan. Begitupun dengan Edo, laki-laki itu cepat melangkah mengejar Harsa, tetapi Zakir malah menghentikan langkah Edo. Karena sejak tadi, selama pelajaran berlangsung Zakir merasakan ada aura mencekam antara kedua sahabatnya—Harsa dan Edo.

“Do … Do, tunggu!” cegah Zakir menahan ransel Edo yang sudah terlampir di punggung. Membuat sang pemilik ransel pun menoleh.

Edo mengulas senyumnya. “Ada yang mesti gue selesaikan dulu. Gue cabut duluan.” Tanpa menunggu pendapat Zakir, Edo langsung melesat meninggalkan kelas menyusul Harsa di parkiran.

Bukan hanya Zakir yang merasa ada yang aneh dengan sikap sahabatnya. Widya yang sejak tadi mengamati Harsa saat pembelajaran berlangsung merasa ada sesuatu yang tidak beres dari temannya itu. Padahal, jika menyangkut pelajaran Kimia, Harsa seolah tidak mau kalah dengan Nathan yang notabene sang pawang chemistry. Bahkan, keduanya mendapat julukan master rumus.

“Pulang bareng, yuk!” ajak Nathan yang sudah berdiri di depan meja Widya. Cindy yang duduk di sebelah Widya mendadak jantungnya berdebar saat Nathan mengulas senyum kepadanya.

“Bentar. Gue mau ketemu Kartika sama Karin dulu. Tadi mereka mau ngajak nongkrong di kafe ujung jalan,” jawab Widya seraya memasukkan satu persatu buku ke dalam tasnya.

“Ya udah, gue tunggu aja sekalian.”

“Serah, lo deh.” Widya menoleh ke samping. “Cin, gue duluan, yah. Sampai ketemu besok,” ucapnya.  Usai pamit ke Cindy dan mendapat anggukan dari teman sebangkunya, Karin mulai melangkah keluar ruangan menuju kelas sahabatnya.

Sementara Nathan, laki-laki jangkung itu berdiri di depan pintu kelas sahabat Karin. Dia masih menunggu Widya untuk mengajaknya pulang bareng. Dia mengerut kening, saat Widya keluar sendiri tanpa barengan sahabatnya.

“Karin sama Tika nggak pulang?” tanya Nathan.

Widya menggeleng. “Karin masih ada keperluan sama Harsa. Kalau Tika, tinggal ekskul PMR. Noh, si Zakir udah teriak-teriak manggil anggotanya rapat,” sahut Widya mendengar Zakir sudah berkoar-koar di mikrofon.

“Gue bilang juga apa. Mending lo pulang bareng gue.”  Tanpa menjawab lontaran Nathan, Widya berjalan mendahului Nathan. Laki-laki itu, tersenyum melihat Widya ngambek.

Widya yang merasa jalan sendirian pun menoleh ke belakang. “Katanya ngajak pulang, ngapain tinggal di situ?” gerutu Widya. 

Nathan lekas menyusul Widya. Keduanya berjalan menuju parkiran. Saat melewati lorong yang sudah sepi tanpa lalu-lalang siswa lainnya, keduanya mendadak menghentikan langkah saat mendengar suara yang sangat dikenal mereka. Widya dan Nathan berpandangan sejenak, lalu menuju ke sumber suara.

“Harsa, please dengerin penjelasan gue. Gue, akuin ini memang salah, tapi perasaan gue ke Karin juga tulus. Gue nggak bisa memendam lagi. Jujur, saat gue tahu lo jadian sama Karin, di situ gue masih bisa nahan karena lo sahabat gue, tapi saat lo sibuk lomba tanpa peduli sama pacar lo, gue kasian sama Karin. Dia kesepian. Tiap hari di sekolah, gadis itu tidak bersemangat. Awalnya gue hanya mau ngehibur dia aja, tapi seiring berjalannya waktu, gue merasa nyaman dan Karin juga merasakan hal yang sama.” Sejenak, Edo berhenti berkata. Suasana keheningan terjadi diantara mereka. Harsa berbalik badan menatap sahabatnya dengan tatapan amarah.

“Gue minta lo, jangan salahin Karin! Ini bukan salah dia. Gue yang harus disalahkan disini.” Edo menatap sahabatnya. “Gue, minta maaf,” pinta Edo tulus yang hendak meraih bahu Harsa. Namun, dengan cepat Harsa menepis dan malah mencengkram kerah baju Edo.

“Apa lo bilang? Minta maaf?”  Setelah apa yang lo lakuin sama gue, lo dengan mudahnya minta maaf!” sarkas Harsa menggertakkan giginya. Laki-laki itu semakin mencengkram kerah baju Edo. Mata Harsa dipenuhi bara api dengan aura menakutkan seakan ingin membabi buta Edo.

“Lo itu brengsek banget jadi sahabat. Gue nggak nyangka, lo manfaatin kesibukan gue buat ngedeketin Karin. Bangsat, lo!” Harsa melayangkan tinjunya ke perut Edo. “Gue nggak mau punya sahabat yang nusuk dari belakang!” lanjut Harsa melepaskan kembali tinjunya mengenai wajah Edo. Lelaki itu langsung tersungkur ke lantai karena mendapat serangan tiba-tiba dari Harsa.

Edo yang tidak terima diperlakukan seperti itu berusaha berdiri, walaupun wajah dan tubuhnya babak belur. Lekas, Edo membalas dengan menghajar Harsa. Perlu diketahui, Edo diam-diam ternyata pemilik sabuk hitam taekwondo. Aktivitas yang dia tekuni dari kecil sampai sekarang.  Oleh karena itu, dia dengan mudah membalas menghajar Harsa. Keduanya terlibat perkelahian yang sangat sengit. Membuat Widya dan Nathan yang sejak tadi mengamati mereka langsung datang memisahkan.

“Cukup, hentikan!” teriak Widya saat Edo ingin melayangkan kembali pukulannya ke wajah Harsa yang sudah babak belur. Nathan juga bergerak memisahkan mereka berdua.

“Kalian berdua kenapa, sih? Kalau ada masalah diselesaikan baik-baik. Jangan main adu kekuatan! Kita ini masih di lingkungan sekolah, tapi kalian sudah berbuat anarkis! Memalukan!” sungut Nathan menatap mereka bergantian.

Widya membantu Harsa berdiri. “Ayo, Sa." Dengan cepat Nathan melangkah meraih Harsa.

Laki-laki itu  menyeka ujung bibirnya yang berdarah akibat pukulan Edo. Harsa tidak peduli Edo pemegang sabuk hitam taekwondo. Harsa sudah dibutakan oleh amarah, karena sahabat yang sudah dia anggap seperti saudara kandung malah mengkhianatinya.

“Kita ke UKS, obatin luka lo!” Nathan memberi kode kepada Widya agar mengajak Edo yang juga butuh pengobatan.

Harsa menyergah tangan Nathan. “Nggak usah. Gue bisa sendiri!”

Lelaki itu kembali berbalik menatap Edo yang sedang dipapah oleh Widya dengan tatapan benci. “Mulai hari ini, tidak ada lagi yang namanya sahabat di antara kita!” seru Harsa dengan penuh penekanan. Lekas dia berlalu dari tempat itu tanpa menghiraukan teriakan Nathan yang ingin mengajaknya ke UKS.

***

Sudah seminggu berlalu sejak kejadian itu, baik Harsa maupun Edo keduanya sama-sama dingin di sekolah. Harsa yang sengaja menghindar dari Edo, memilih duduk di samping Nathan. Sementara Zakir yang merasakan kedua sahabatnya tidak lagi bersama, merasa kehilangan. Persahabatan yang mereka jalin sejak kecil retak hanya karena ego masing-masing.

Zakir tidak tahu harus berbuat apalagi untuk mendamaikan mereka. Berulang kali dia mencoba, yang ada ujung-ujungnya dialah yang dimaki oleh keduanya. Baik, Harsa maupun Edo sudah tidak peduli lagi. Semakin hari keduanya saling menjauh tanpa berniat memperbaiki persahabatan mereka yang rusak.

Karin merasa bersalah, karena gara-gara dia, secara tidak langsung persahabatan yang sudah terjalin sejak lama antara Harsa dan Edo hancur. Sampai pada akhirnya jalinan kasihnya dengan Edo juga terasa hambar.

Kini, gadis itu merasa kesepian tanpa Harsa di sisinya. Dia baru menyesali semua perlakuan Harsa yang selama ini membuat hatinya senang. Tanpa terasa kristal bening yang sedari tadi dia tahan untuk tidak keluar, akhirnya tumpah juga dari tempatnya. Membasahi wajah cantiknya. “Maafin gue, Sa! Maafin gue, Do!” sesal Karin menghapus air matanya, gadis itu tengah duduk sendirian di taman tempat dia sering berkencan dengan Harsa.

***

Penyesalan memang suka datang belakangan, kalau diawal nanti jadi pendaftaran. 🤭

Jangan lupa kasih like, favorit, komentar sama giftnya, Gengs!

Maacih 😘

Terpopuler

Comments

istri nya suga

istri nya suga

ngga nyadar ni si kari pengen gue tabok

2022-06-07

0

Dwi Puspa Rini

Dwi Puspa Rini

kalau di awal namanya lamaran Thor 😅😅

2022-02-19

0

Ani Aira

Ani Aira

akhirnya penghianat dan penggoda hancur bersama

2022-02-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!