***
Mengawali hubungan yang didasari adanya rasa memang mudah, tetapi untuk mempertahankannya lebih sulit dari yang dibayangkan. Harsa sendiri tak pernah menyangka gadis yang dipacarinya dari awal dia masuk bangku SMA sudah mengkhianatinya, dan yang lebih menyakitkan itu dilakukan dengan sahabatnya sendiri. Apa yang sudah dia dengar dan lihat itu cukup menjadi bukti bahwa antara Karin dan Edo ada sesuatu yang tak wajar. Lebih tepatnya mereka sedang menjalin hubungan terlarang di belakang Harsa yang merupakan kekasih Karin, apa namanya kalau itu bukan suatu penghianatan.
Sebelum masuk gerbang sekolah pandangan mata Harsa bertemu dengan gadis yang sedang berusaha menghampirinya, tetapi dengan cepat Harsa memalingkan wajahnya dan dengan cepat pula dia memarkirkan motornya. Baru berapa langkah suara seorang gadis memanggilnya dengan nada memohon.
"Sa, kita perlu bicara aku mohon kasih waktu aku untuk jelasin semuanya," rengek Karin sambil mengikuti langkah Harsa dan berusaha memegangi tangan Harsa, tetapi Harsa terus menghindar dan tak memedulikan panggilan Karin.
Hingga bunyi bel sekolah menghentikan langkah Karin untuk mengejar Harsa tepat di depan pintu kelas IPA A. Di situ pandangan Harsa tak sengaja bertemu dengan mata Edo, tetapi Harsa sadar pandangan Edo tak tertuju padanya, melainkan pada seseorang di belakangnya yaitu Karin. Rasanya emosi Harsa memuncak, tetapi dia berusaha meredamnya, karena tahu amarahnya tidak tepat dengan tempat dan waktu. Akhirnya Harsa segera duduk di bangkunya berusaha menganggap tak ada Edo di sana.
Edo yang menyadari kemarahan Harsa masih memuncak memilih diam, karena dia tahu kelas bukan tempat yang cocok untuk menjelaskan atau memberikan pembelaan pada sahabatnya itu. Edo sadar bahwa dia salah, tetapi sebagai lelaki yang gentle dia perlu menjelaskan apa yang dirasakannya terhadap Karin. Namun, dia juga berharap persahabatannya dengan Harsa tidak hancur.
"Hai, itu muka kenapa Sa, kayak orang habis ditagih rentenir aja?" ejek Zakir yang merasa heran dengan mimik wajah Harsa yang terlihat cemberut, "sebenarnya kalian ada apa ya, yang satu mukanya banyak lebam kayak disengat lebah, dan yang satunya lagi suram kayak nggak punya masa depan?" Ocehan Zakir tak ditanggapi kedua sahabatnya, dia mencoba meminta dukungan sekitar dari Widya dan Cindy untuk mengintrogasi para sahabatnya, tetapi kehadiran guru menghentikan niatnya.
****
Jam istirahat yang ditunggu-tunggu Karin datang juga. Dengan cepat dia pergi ke kelas sebelah mengabaikan pertanyaan Kartika, "Wey, Rin, mau kemana, main tinggal aja?"
"Tuh bocah kenapa, ya? Ada yang nggak beres ini," gumam Kartika yang memilih mengikuti dari belakang dengan santai.
Zakir mencoba bertanya pada Edo karena dia masih penasaran kenapa muka temannya jadi banyak lebamnya, "Dari tadi lo belum jawab Do, itu muka kenapa bisa banyak cap jempolnya?" Edo mengabaikan pertanyaan Zakir dia lebih memilih mendekati Harsa yang lagi acuh dengan sekitarnya sembari memainkan HP-nya.
"Gue mau bicara sama lo, Sa!"
"Bicara saja!" jawab Harsa dengan acuh.
"Tapi nggak di sini, Sa," ajak Edo.
"Gue nggak bisa, kalau mau bicara, bicara di sini! Kalau nggak mau, ya udah!" tolak Harsa yang masih asyik main HP.
Merasa diabaikan, Edo menempelkan tubuhnya di meja belajar Harsa, lalu sedikit membungkukkan tubuhnya dengan kedua telapak tangan tertumpu di atas meja. "Ayolah, Sa! Kita—"
"Harsa ...." Suara Karin menghentikan perkataan Edo. Ia datang ke kelas Harsa dengan tujuan yang sama. Edo kembali berdiri tegak, lalu menoleh ke arah Karin, sejenak mereka saling tatap. Hal itu tertangkap oleh mata Harsa, tatapan mata mereka berdua cukup membuat nyeri di hati Harsa. Dia menyadari adanya perasaan yang di simpan oleh Edo untuk Karin, karena dia tak pernah melihat Edo memandang cewek lain dengan tatapan yang sendu seperti itu.
"Sa, ayo kita ke kantin!" Karin mencoba bersikap biasa karena tahu dia menjadi pusat perhatian dari teman-temannya.
"Gue di sini aja." Jawaban Harsa membuat semua temannya heran, pasalnya Harsa mengunakan kata 'gue' untuk menjawab ajakan Karin.
"Ayolah, Sa! Kita perlu bicara jangan kayak anak kecil."
Ucapan Karin itu seketika membuat emosi Harsa memuncak. Yang tadinya dia acuh menangapi Karin dengan main HP, kini dengan mata melotot dan nada tinggi dia berucap, "Maksud lo apa?"
"Woy ... jangan kasar dong sama cewek!" Edo yang tak terima Harsa membentak Karin pun maju.
"Lo nggak terima?" Harsa menangapi Edo tak kalah emosi sampai dia berdiri dari kursinya. Hampir saja mereka beradu fisik, tetapi dengan cepat Zakir memisahkan mereka.
"Apa-apaan sih, kalian? Hal seperti itu aja jadi ribut begini, nggak malu apa sama teman-teman lainnya?" sergah Zakir, lalu beralih ke Widya. "Wid, ajak temanmu pergi dulu!" instruksi Zakir pada Widya.
Akhirnya keributan itu berhenti dengan Karin pergi bersama sahabatnya dan Edo pun pergi keluar. Tinggallah Zakir dan Harsa di dalam kelas.
"Sebenarnya ada apa, Sa? Gue benar-benar nggak tahu ada masalah apa antara lo dan Edo?" Zakir mencoba bertanya pada Harsa.
Sejenak Harsa diam, sebelum kemudian dia bersuara. "Mereka tega sekali mengkhianati gue, Kir. Karin dan Edo selama ini ternyata menjalin hubungan di belakang gue."
"Yang benar Sa, lo nggak salah lihat atau dengar, 'kan?" Zakir terkejut menangapi pernyataan Harsa.
"Gue lihat dan dengar dengan mata kepala gue sendiri, Kir," jawab Harsa.
"Nggak pakai telinga, Sa? Kan' mendengar pakai telinga." Tanggapan Zakir dibalas Harsa dengan tatapan tajam.
"Bercanda Sa, woles biar nggak tegang amat." Zakir terkekeh, merasa takut dengan reaksi Harsa. Sedangkan Harsa mendengus sebal mendengarnya.
***
Keesokan harinya masih tetap sama, Karin menunggu Harsa di depan gerbang sekolah, dia merasa belum tenang karena belum ada kata maaf dari Harsa untuknya.
"Rin, ayo kita masuk!" ajak Tika
"Gue nunggu Harsa dulu," jawab Karin
"Kalau menurut gue, lo kasih waktu dulu Harsa, jangan lo kejar terus disaat dia masih emosi, tunggu dia tenang baru lo ajak bicara!" Kartika mencoba menasihati Karin.
"Makasih sarannya, tapi kali ini biarin gue nunggu dia!" Karin memohon pada Kartika sambil tersenyum tipis. Kartika pun tak membantah lagi lalu masuk ke kelas lebih dulu.
Akhirnya Karin melihat Harsa sudah datang, segera dia menghampiri Harsa sebelum turun dari motor. "Sa, aku minta maaf, tolong kasih kesempatan aku bicara sama kamu kalau nggak bisa sekarang nanti setelah istirahat, ya!" mohon Karin yang terdengar membosankan di telinga Harsa.
"Oke, nanti habis istirahat di belakang sekolah." Akhirnya Harsa setuju, dia hanya tidak mau diganggu terus oleh gadis itu.
***
Ada dua sejoli yang sedang duduk di bangku yang terlihat rapuh mungkin karena sudah rusak, itu pun seperti bangku darurat yang biasa dipakai anak-anak mojok di belakang sekolah saat istirahat atau bolos pelajaran.
"Katakan apa yang ingin lo sampaikan sebelum gue mengatakan apa yang ingin gue sampaikan!" Itu kalimat pertama Harsa yang menyadarkan Karin dari lamunannya.
"Maafkan aku, Sa, aku benar-benar nggak ada maksud mengkhianatimu, aku akui akhir-akhir ini aku memang dekat sama Edo. Semua ini terjadi semenjak kamu sibuk dengan lomba, aku merasa kesepian dan ada Edo yang menawarkan diri untuk menemaniku di saat aku butuh teman." Pembelaan Karin ditanggapi Harsa dengan tawa yang mengejek.
"Bukannya lo ada Kartika untuk menemanimu, kenapa malah Edo? Lo pasti sadar dan tahu kalau Edo punya perasaan buat lo. Seharusnya lo menolaknya bukan malah memberikan harapan padanya." Dengan nada sedikit tinggi Harsa mencecar Karin tanpa memberi Karin kesempatan membantah.
" Aku—"
"Edo memperlakukan lo seperti gue memperlakukan lo. Menggandeng, memegang tangan, bahkan memeluk lo tanpa adanya penolakan. Lalu itu yang lo sebut nggak sengaja dan nggak khianat?" Ucapan Karin terpotong oleh cuitan Harsa. Harsa menghela napas lalu melanjutkan ucapannya, "Kenapa harus Edo, Rin? Kamu tahu dia itu sahabatku dari kecil, suka dan duka gue lewati dengannya dan semua hancur karena lo! Jika itu bukan Edo mungkin gue masih bisa memberikan maaf dan kesempatan buat lo, tapi maaf, cukup sampai di sini hubungan kita ... kita putus!"
Setelah berkata panjang lebar mengeluarkan unek-unek sekaligus memberikan keputusan akhir hubungan mereka, Harsa pun beranjak berdiri, lalu melangkahkan kakinya hendak pergi.
Ucapan Harsa seakan membuat Karin tersambar petir, ia menahan tangan Harsa membuat Harsa tidak jadi melangkah. "Nggak Sa, aku nggak mau kita putus, maafkan aku! Sa ... kumohon!"
Namun, hati Harsa tidak bisa tergoyahkan. Lelaki itu menepis tangan Karin, lalu pergi tanpa permisi. Karin mencoba mengejar Harsa. "Sa ... tunggu dulu!" teriaknya kemudian. Airnya matanya sudah mengalir deras membasahi pipinya.
Langkah Harsa terhenti, tetapi ia tidak menoleh ke belakang. "Cukup Rin, jangan kejar gue, dan jangan buat gue tambah membenci lo! Gue akan berusaha memaafkan lo, tapi nggak untuk memberi kesempatan kedua buat lo." Kata-kata itu membuat Karin bungkam dalam tangisan. Tanpa mau mendengar jawaban Karin, Harsa akhirnya pergi meninggalkan Karin yang menangis penuh penyesalan. Dalam hati gadis itu, dia merasa tidak rela jika harus putus dengan Harsa, dan tidak akan pernah mengakuinya.
...Tak selamanya selingkuh itu indah...
***
Makanya jangan suka selingkuh, Gengs!
Jangan lupa like dan komentarnya, ya. Klik tombol favorit biar nggak ketinggalan update.
Terimakasih🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Ani Aira
udah ga usah sedih Rin jalanin aja hubungan mu sama Edo buat pelajaran deh jangan lagi selingkuh
2022-02-05
0
Ani Aira
putus sama Harsa kan masih ada Edo ngapain nangis sih Rin apa Edo cuma jadi pelarian sesaat lo buat ngisi kekosongan Harsa
2022-02-05
0
Ani Aira
putus doang yaa Sa ga pake layangan 🤭
2022-02-05
0