Bab 3. Sebuah Persahabatan

Jarak rumah Cindy ke rumah Widya bisa ditempuh hanya lima belas menit menggunakan sepeda motor, tetapi perjalanan kali ini terasa lebih lama bagi Widya. Harsa seolah memperlambat laju kendaraannya, sehingga Widya semakin salah tingkah. Bukannya apa-apa, Widya hanya tidak bisa mengendalikan detak jantungnya yang sedari tadi berdebar tak karuan. Seperti genderang yang ditabuh saat lebaran, tidak bisa diajak tenang.

"Lo kalau berangkat ke sekolah naik apa, Wid?" tanya Harsa dalam perjalanan mereka.

"Hah? Ngomong apa, sih?" Widya kurang mendengar pertanyaan Harsa yang berbaur dengan angin jalanan. Ia terlalu sibuk membenahi hatinya yang tengah gundah gulana.

"Lo kalau berangkat ke sekolah naik apa?" Harsa mengulangi pertanyaannya, kali ini dengan nada lebih keras.

"Oh ... naik angkot atau ojek online," jawab Widya.

"Nggak ada yang nganterin?"

"Nggak," jawab Widya singkat.

"Tahu gitu kita berangkat bareng tiap hari."

"Eh, gimana?" Widya terkesiap mendengar itu, sampai ia bertanya karena tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.

"Rumah lo kelewatan sama gue tiap hari. Kalau lo mau, kita bisa bareng. 'Kan lumayan ongkos ojeknya bisa buat gue." Harsa tertawa, ekor matanya melirik pada kaca spion yang menampakkan wajah Widya yang terlihat cemberut setelah mendengar ucapan Harsa barusan, "Gue becanda, kok. Sebagai teman yang baik gue nggak bakal minta bayaran," timpal Harsa lagi. Tawanya telah reda, dan berganti dengan senyuman manis tiada tara.

Tanpa sengaja Widya melihat senyum itu, pun di kaca spion yang sama saat Harsa memandang dirinya. Keduanya terlibat saling tatap dalam sekejap. Harsa harus memfokuskan pandangannya lagi ke arah jalan, sedangkan Widya segera memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Nggak perlu, Sa. Gue nggak mau ngerepotin orang," ucap Widya seraya menenangkan debaran jantungnya yang berdegup kencang.

"Nggak ngerepotin, kok. Daripada motor gue kosong nggak punya penumpang," balas Harsa.

"Ehm ... beneran nggak ngerepotin?"

"Iya."

Sejenak terdiam. Widya tengah menimbang-nimbang tawaran Harsa. Lelaki itu begitu baik, membuat hati Widya semakin tertarik. Kedua sudut bibir Widya tertarik keatas, membentuk seulas senyuman manis nan tipis. Ia menatap punggung kekar di hadapannya, ingin sekali rasanya berpegangan pada punggung itu. Namun rasanya dia tidak mampu, dia terlalu pemalu.

"Sayang banget rumah Karin nggak searah, coba kalau searah—"

"Apa, Sa?" Widya tidak bisa mendengar ucapan Harsa. Lelaki itu berkata dengan nada terlalu pelan.

"Eh, nggak apa-apa, kok. Cuma ngedumel." Harsa berkelit, dia tidak ingin Widya tahu tentang perasaannya terhadap Karin—si cantik yang membuat hatinya selalu berbunga-bunga.

Walaupun penasaran, Widya tidak mau banyak bertanya. Keduanya pun saling diam, tidak ada obrolan lagi setelahnya sampai Harsa berhasil mengantarkan Widya ke rumahnya.

***

Esok harinya, seperti yang dikatakan oleh Harsa. Lelaki itu ternyata tidak hanya memberikan ajakan palsu kepada Widya. Lihatlah! Pagi-pagi sekali, tepatnya pukul enam pagi. Harsa sudah nangkring bersama dengan sepeda motor matic-nya di depan pagar rumah Widya.

Setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya, Widya pun menghampiri Harsa, "Kirain cuma basa-basi kalau mau bareng?" celetuk Widya.

"Basa-basi gimana? Ya, nggak lah! Sebagai teman susah senang harus bareng-bareng." Ucapan Harsa membuat Widya tersenyum. Hatinya terasa hangat mendapatkan perhatian kecil seperti itu saja dari pujaan hatinya tersebut.

"Yuk, berangkat!" Harsa bersiap dengan motornya, tak lupa mengenakan helm yang sempat ia lepas sebelumnya. "Oh, iya. Pake nih!" Harsa memberikan satu helm lain yang dia bawa di depan motornya.

"Bawa helm dua?"

Harsa mengangguk, "kebetulan gue punya dua, jadi gue bawa." Widya meraih helm tersebut lalu memakainya. Widya terlihat kesulitan untuk memasangkan pengait pada helmnya. "Sini gue bantu!" Tanpa persetujuan Widya, Harsa langsung membantu Widya untuk mengaitkan pengait helm tersebut.

Jarak mereka terlalu dekat, membuat Widya seolah kesulitan untuk bernapas. Tak ayal hatinya begitu senang, mereka sudah seperti pasangan remaja yang tengah berpacaran. Mungkin ini rasanya punya pacar. Pikiran Widya sempat berkelana, hingga seruan Harsa yang menyuruhnya agar cepat naik motor membuat Widya kembali ke dunia nyata.

Mereka pun berangkat bersama ke sekolah. Setelah sampai di sekolah SMA Tunas Harapan, Harsa sengaja menurunkan Widya agak jauh dari gerbang sekolah, karena dirinya harus memarkirkan motornya di tempat parkir langganannya. Kendatinya, peraturan sekolah tidak mengizinkan anak muridnya untuk membawa sepeda motor ke sekolah. Harsa tetap nekat membawanya, karena alasan rumahnya tidak terlewati oleh kendaraan umum.

Sedari turun dari motor Harsa, kedua sahabat Widya—Karin dan Kartika sudah bersiap dengan tatapan tajamnya, merasa aneh kenapa tiba-tiba Widya dan Harsa bisa berangkat bersama. Seperti biasa, mereka menunggu Widya di gerbang sekolah.

"Tumben bareng Harsa? Kalian jadian, ya?" Mendapatkan pertanyaan dari Karin serta tatapan penasaran dari Kartika membuat Widya jadi kelabakan. Walaupun benar dia menginginkan hal tersebut, dia tidak boleh menunjukkannya di depan kedua sahabatnya.

"Apaan, sih. Nggak kok!" seru Widya gugup.

"Kenapa gugup gitu? Lo bohong, ya?" Karin semakin mencecar Widya, sedangkan Kartika hanya diam saja dengan sikap cool-nya. Dia tidak terlalu memedulikan hal tersebut. Terserah saja kalau memang Widya mau jadian sama Harsa. Toh, itu urusan mereka.

"Hai, Karin ... hai, Tik!" Sapaan dari Harsa mengalihkan perhatian kedua gadis yang tengah mencecar Widya.

"Hai, Sa." Jawaban hampir bersamaan terlontar dari mulut Karin dan Kartika.

"Masuk, yuk!" Harsa mengajak ketiga gadis tersebut untuk masuk ke area sekolah.

"Gue masih penasaran, kenapa kalian bisa berangkat bareng?" Karin masih kekeuh dengan pertanyaannya.

Harsa mengernyit, "Lo cemburu, Rin?" tanyanya mengintimidasi. Jangan ditanya bagaimana keadaan hatinya! Tentu saja sudah bermekaran bunga-bunga cantik di sana. Harsa begitu percaya diri akan perasaan cintanya pada Karin yang ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Karin cemburu, itu artinya dia mencintai Harsa. Begitulah pikirnya.

"Cemburu." Kata itu bukan terlontar dari mulut Karin, melainkan dari mulut Widya. Begitu lirih, hingga tak terdengar oleh siapa-siapa. Widya menatap sendu wajah Harsa yang begitu sumringah. Tatapan lelaki itu secerah sinar mentari pagi yang tengah menatap sekuntum bunga. Hati Widya sedikit mencelos melihatnya.

"Ya, nggak lah. Ngapain cemburu? Emang lo siapa gue?" sergah Karin, walaupun gadis itu juga merasakan gelayar aneh yang tiba-tiba menerjang bagian dalam dadanya.

"Lo nggak nganggap gue sahabat lo, gitu? Apa mau lebih dari sekedar sahabat? Kayak temen paling deket atau ...." seloroh Harsa, kedua alisnya terangkat bergantian. Menggoda gadis yang kini terlihat tersipu di hadapannya.

"Apa, sih? Nggak jelas banget!" Karin memalingkan wajahnya ke arah lain, menyembunyikan semburat merah yang tercetak tipis di kulit pipinya yang putih.

"Udah, ah. Masuk, yuk!" Kartika yang cuek merasa jengah. Ia berinisiatif melangkah pergi seraya menggandeng tangannya Widya. "Yok, Wid! Si Harsa lagi jadi buaya. Males gue dengernya!"

Senyuman tertahan menghiasi bibir Widya untuk menanggapi ajakan Kartika, sebelum ia menganggukkan kepalanya. Hatinya terlalu sakit melihat sikap Harsa yang tiba-tiba menggoda Karin di pagi buta. Widya terpaksa ikut dengan Kartika, sorot tatapan kecewa terpancar dari kedua bola matanya.

"Gue cuma becanda, Tik. Gitu amat sih, lo!" Harsa menghentikan langkah Kartika dan Widya. Dia berpikir belum waktunya untuk mengungkapkan perasaannya pada Karin.

"Widya sekelas sama gue. Harusnya dia bareng sama gue." Tanpa aba-aba, ia langsung menarik tangan Widya, lalu membawanya pergi. Tentu saja Widya terkesiap, ia menatap Harsa dengan tatapan bingung. Kaki jenjangnya terpaksa mengikuti seolah berjalan linglung.

Kartika pun ikut tertegun, ia tidak sadar kalau gandengan tangannya sudah terlepas dari lengan Widya. "Si Harsa itu emang nyebelin, ya? Bisa-bisanya dia bercanda kayak gitu pagi-pagi!" Karin yang merasa di-ghosting sedikit kesal.

"Tahu, tuh!" Kartika ikut sewot. "Bodo, ah." Ia yang tidak pedulian lantas pergi, diikuti oleh Karin setelah menghentakkan kakinya menahan kesal.

***

Bersambung dulu ....

Itu si Harsa minta disleding apa gimana? Cintanya sama Karin, tapi ngebaperinnya Widya 😒

Eh, kalau mau lihat visual mereka follow akun IG-nya kami, ya @eska'er10

Jangan lupa like dan komentarnya! Kasih gift dan vote seikhlasnya, kalau bisa banyakin juga nggak apa-apa.

Terpopuler

Comments

istri nya suga

istri nya suga

cinta anak sma tdk seribet cinta orang dewasa😊😊😊

2022-06-06

0

𝕸𝖆𝖘𝖎𝖙𝖆𝖍 𝕬𝖟𝖟𝖆𝖍𝖗𝖆

𝕸𝖆𝖘𝖎𝖙𝖆𝖍 𝕬𝖟𝖟𝖆𝖍𝖗𝖆

Harsa tanpa sadar kamu sudah mempermainkan hati mereka berdua 🙄🙄🙄

2022-01-01

1

Ani Aira

Ani Aira

hadeeh...Harsa itu hati bukan ayunan yg bisa dibuat mainan

2021-12-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!