Sudah seminggu lebih Faira menginap di kota Kembang. Tapi usahanya membujuk Cintya tidak menemui hasil, sedangkan besok dia harus kembali ke ibukota untuk bertemu calon penerbit novelnya. Faira adalah seorang penulis, pekerjaan yang dia lakoni hanya untuk menyalurkan hobinya.
Otak Faira berfikir keras bagaimana cara agar Cintya mau ikut bersamanya kembali ke ibukota. Hingga akhirnya terbit sebuah ide di otaknya. Dia adalah penulis dan dia akan memulai menulis cerita tentang hidupnya. Dia yang akan merencanakan semuanya hingga akhir kisah dia, Ditya dan Cyntia berakhir.
Tiba-tiba handphonenya yang berada di sampingnya bergetar. Faira membuka handphone miliknya. Sebuah notifikasi pesan dari Ditya. Ini tidak seperti biasanya Ditya mengirimkan pesan padanya.
Ditya: "Ra kamu dimana?"
Faira : "Kenapa?"
Ditya:"Sudah lebih dari seminggu kau tidak pulang ke rumah?"
Faira:"Tidak biasanya kau peduli padaku!"
Ditya : "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja.''
Faira : "Aku akan pulang besok jangan khawatir."
Lalu tidak ada pesan lagi dari Ditya. Faira tersenyum, setidaknya Ditya masih ada peduli padanya. Dia kira Ditya masih berada di kantornya tetapi dia sudah pulang dan dia peduli padanya.
Apakah ini sinyal yang baik bagi hubungan mereka atau dia yang hanya terlalu berharap pada perhatian Ditya.
Faira lalu menelfon rumahnya untuk memastikan keberadaan Ditya. Faira mulai manggil Mbok Nah dari handphone.
"Halo, Mbok, apa suamiku ada di rumah?" tanya Faira pada mbok Nah.
"Dari kalian bertengkar Mbok tidak pernah melihat Tuan Ditya pulang ke rumah," ucap Mbok Nah.
"Ya sudah Mbok," jawab Faira. Setelah itu Faira mematikan panggilannya. Jadi selama ini Ditya memperhatikannya dari jauh. Kebenaran apalagi ini. Mengapa kebenaran ini datang di saat dia mulai menyatukan keduanya.
"Apa sebaiknya aku membatalkan rencana ini dan memperbaiki pernikahanku?" gumam Faira.
"Tidak, jika dia memang mencintaiku dia tidak akan menerima pernikahan ini. Ini adalah ujian untuk diri Ditya sendiri, apakah dia ingin meneruskan hubungan ini ataukah dia memang membenciku!"
Faira lalu bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah keluar lobby melihat bulan purnama yang bersinar terang.
"Ya Tuhan, mengapa kau memberi cobaan seberat ini. Hatiku sudah lelah untuk bertahan. Maafkan aku jika aku menyerah dan pergi dari hidup suamiku. Aku hanya ingin mencari kebahagiaanku sendiri!"
"Adakah pria yang akan mencintaiku dengan sepenuh hati dan jiwanya. Jika ada maka datangkanlah untukku," doa Faira.
Dia lalu menunduk dan meneteskan air matanya. Dia berjanji ini terakhir kalinya dia akan menangisi Ditya.
***
Sebuah kali jenjang dan langsing milik Faira mulai menuruni sebuah mobil mewah. Dia lalu keluar dari mobil dan menatap ke dalam toko yang sedang sepi pembeli. Faira mendesah.
Seharusnya Cintya sudah bersiap untuk bersamanya. Tetapi dia malah duduk melamun di antara tumpukan bunga-bunga yang terpajang apik di atas meja.
Faira melangkahkan kakinya masuki toko itu.
Bau harum bunga menguar ke setiap sudut ruangan itu.
Cintya melihatnya tetapi kemudian dia menerima panggilan telephon. Dari pembicaraannya Faira tahu jika itu dari langganan yang memesan bunga.
Satu pekerja sedang merangkai bunga ucapan bela sungkawa, berbagai bunga asli di sematkan dipinggiran kotak gabus berwarna hitam yang menjadi dasarnya.
Cintya menunjuk satu bangku agar Faira duduk di sana terlebih dahulu. Faira menurut dia duduk di bangku dekat dengan tumpukan bunga Lily putih yang berada di satu pot besar. Bunga ini adalah bunga kesukaan Faira karena lambang dari kesucian cinta.
Setelah menyelesaikan teleponnya Cintya, berjalan ke arah Faira.
"Ra, apa kau kemari untuk mengajakku membeli oleh-oleh?" tanya Cintya terlihat malas.
"Yup, aku tidak mengenal kota ini jadi kau yang menjadi pengarah jalannya sekalian memilihkan oleh-oleh yang tepat untuk ku bawa pulang," jawab Faira.
"Baiklah!" ucap Cintya. Dia tidak bisa menolak keinginan Faira kali ini karena setelah ini entah kapan lagi mereka akan bertemu.
Satu jam kemudian mereka telah memasuki kawasan jalan Dago, Coblong, Bandung. Masuk ke salah satu toko paling terkenal dan memilih makanan khas kota Bandung.
"Aku tidak tahu apa yang harus aku bawa pulang?" kata Faira membolakbalikkan jajanan yang ada di hadapannya. Ini dia lakukan untuk memancing perasaan Cintya.
Cintya yang mengikuti Faira sedari tadi ikut merasa bosan juga. Bola matanya melihat sebuah jajanan dengan bungkus dari kulit jagung.
"Ditya sangat suka dengan wajik Bandung, Ra. Dahulu jika aku dan Ditya berlibur kesini, dia tidak akan lupa untuk membeli wajik dengan merek ENAK, menurut Ditya rasanya lebih legit dibanding dengan merk yang lainnya," kata Cyntia matanya terlihat berbinar ketika mengingat hal itu.
"Wah, betulkah? Ternyata ada rahasia yang tidak aku ketahui. Selama kita bersama dulu, kalian tidak pernah bercerita kalau sering menghabiskan waktu di luar kota ?" kata Faira
Wajah Cintya memucat seketika karena membuka rahasianya pada Faira tanpa sengaja. Walau itu hanya sepenggal kenangan tetapi dia juga merasa tidak enak.
"Aku tidak bermaksud menyakitimu, Ra," lirih Cintya penuh penyesalan.
"Seberapa dalam hubungan kalian Ra" tanya Faira sambil memandang tajam pada Cintya.
"Apakah kalian telah melakukan hubungan yang lebih dalam selain hanya berpegangan tangan? Maafkan atas sikap ingin tahuku tapi aku hanya ingin memastikan sesuatu hal saja!" cecar Faira membuat Cintya berkeringat dingin.
"Ra.... " seru Cintya tidak suka dan suaranya menjadi perhatian banyak orang yang berada di sekitar situ. Cintya lalu menelan saliva-nya dalam-dalam.
Faira segera tahu bahwa Cintya sedang tidak ingin membahas masalah ini. Tapi dilihat dari hubungan mereka yang telah terjalin lama dan terlihat sangat mesra mungkin saja sebenarnya mereka telah melalui batasan-batasan yang ada. Apakah ini salah satu sebab Ditya sangat marah padanya?
"Maaf jika aku membuatmu merasa tidak nyaman. Jika iya ada baiknya kalian menikah!" ungkap Faira padahal di dalam hatinya dia merasa terluka.
"Kau masih saja mengatakan hal ini saja, sayang sekali, aku tidak tertarik menjadi seorang pelakor," Cintya melanjutkan langkahnya lagi menghindari pembicaraan ini.
"Aku sudah memberimu waktu selama satu minggu untuk berfikir, aku berharap kau mau menerimanya. Waktumu mengambil keputusan akan berakhir hingga aku pulang nanti, jika kamu ikut berarti kamu mau menerima lamaran ku untuk Mas Ditya Jika tidak, aku menghormati keputusanmu."
"Bisakah kita tidak membicarakan itu?" Cintya takut jika kerinduannya pada Ditya terlihat oleh Faira. Bagaimanapun sulit baginya melepaskan kenangan indah bersama Ditya. Tidak ada pria sesempurna Ditya yang bisa mengisi hatinya yang kosong.
Cintya lalu meninggalkan Faira sendiri tetapi Faira dengan cepat mendekat ke arahnya.
"Cintya tunggu!" panggil Faira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Ara
ternyata ohh ternyata .. hubungan cintya & ditya di masa lalu udh terlalu dalam
2022-02-09
0
Endah Sri Rahayu
pertama baca udah menarik,
2022-01-30
0
khair
masa percobaan di perusahaan aja 3 bulan..
ini mau aja jalani setahun....
kuat ama dicuekin suami
2022-01-14
0