Eps 12

"Jika sudah tidak ada yang dibicarakan, silahkan keluar dari ruangan ini," Aku mengusirnya.

"Apakah tidak ada surat perjanjian atau sejenisnya, Bu Valeria Fazza Anggraini?"

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya, kenapa dia tidak mau juga beranjak dari kursi itu. Air mataku hampir tumpah lagi dibuatnya, setelah mendengar dia menyebut nama lengkapku dengan jelas.

"Nanti, sekretaris saya akan membuatkannya untuk anda. Saya akan menyuruhnya untuk mengirimkan kepada anda, Tuan."

Sengaja aku tekankan kata "Tuan" agar dia tau bahwa aku hanya menghormatinya sekedar bisnis.

"Saya tidak terbiasa dengan kirim mengirim surat perjanjian, karena ada tanda tangan yang harus dibubuhkan, bukan begitu, Nona?"

Sial, apa sih maunya. Dia terus menyudutkan aku, agar aku mau berbincang bersamanya.

"Tidak. Saya..."

Kriiiiing...

Terdengar bunyi telepon, aku mengangkatnya.

"Ya, dengan saya Valeria. Ada yang bisa saya bantu?" Sambutku.

"Apa kabarnya, Valeria. Ini Bu Magda. Saya harap kamu baik-baik saja di situ."

"Iya, Bu. Saya baik-baik saja di sini."

"Val, jika ada pemilik perusahaan Samudra Jaya, yang bernama Surya ke situ, tolong dibuatkan surat perjanjian kerja sama perusahaan ya, dia adalah anak sahabat Ibu. Ibu yakin perusahaan kita akan semakin maju dengan mereka."

"Oh, baik, Bu."

"Ya sudah, saya menitipkan urusan perusahaan di Jakarta dalam tangamu ya, Val."

"Baik, Bu."

Klik. Tut... tut.. tut.

Telepon ditutup.

Aaaaaagghhh ingin rasanya aku berteriak, kesal! Kenapa dia selalu menang dariku?

"Pak, surat perjanjian akan segera kami buat. Silahkan menunggu di lantai bawah, ruang tunggu." Usirku lagi.

"Terima kasih, tetapi saya mau menunggu di sini saja. Saya tidak terbiasa menunggu di tempat orang berlalu lalang." Katanya tersenyum.

"Kalau begitu, saya yang akan berada di lantai bawah."

"Apakah etis seorang manager membiarkan tamu sendirian di ruangannya?"

Aku diamkan saja dia, aku menyerah. Ingin rasanya bertindak sebagai mitra kerja, tetapi dia sungguh menyebalkan. Aku menelpon Mbak Risky, memintanya agar membuatkan surat perjanjian kerjasama, dengan memberi data-data yang diberikan oleh Surya.

Setelah itu, aku mengalihkan diri ke komputer lagi, berniat memeriksa laporan-laporan, tetapi sungguh kali ini aku tidak fokus bekerja dengan dipandangi seseorang yang kubenci.

Aku pamit ke toilet.

"Sebentar, Pak. Saya mau ke toilet."

"Jangan lama-lama. Saya tamu di sini. Wajib dihormati." Katanya licik.

Aku hanya meliriknya tajam, dan melangkah keluar menuju toilet. Ah, sejenak aku terlepas darinya. Apa sih maunya, kenapa dia terus membayangiku? Apa dia ga tau perasaanku yang remuk ini?

Aku kembali setelah mencuci mukaku, mengambil air putih dan meneguknya. Sedikit melegakan. Manusia itu masih berada di dalam ruanganku. Aku ingin dia segera pergi.

Aku melangkah masuk ke ruangan. Mendapati dia masih pada posisinya. Kukira dia akan menghilang ketika aku datang, tapi nyatanya tidak.

Aku kembali duduk, ketika itu seseorang mengetuk pintu ruanganku.

"Ya, masuk." Perintahku.

Mbak Risky datang membawa kelegaan di hatiku. Aku segera menyuruhnya menandatangani surat perjanjian itu setelah menelitinya.

Akhirnya dia mohon diri untuk kembali ke perusahaannya. Aku segera mengiyakan, memang itu yang kuinginkan dari tadi, tapi tunggu, kenapa agendaku berpindah tempat?

Aku mulai curiga padanya. Aku buka-buka buku agenda itu, tidak ada apapun. Sialnya, dataku ada di buku itu. Bisa dipastikan dia mengambil dataku.

Aku mengutuk diriku, kenapa aku teledor membiarkan buku agenda yang terdapat nomorku di atas meja.

Aku mematikan komputer. Sudahlah, aku tidak bisa fokus bekerja hari ini. Kata profesional sedang tidak berpihak padaku. Sekarang dia bisa sering mengunjungiku. Dan, lukaku makin tersayat. Biarlah robek sekalian.

Waktu menunjukkan pukul 04.00 sore, ini saatnya pulang. Aku mengemasi semua arsip dan mengecek semua karyawan agar bersiap pulang. Mereka punya keluarga di rumah, tentu ada yang mengharapkan kedatangan mereka di rumah. Jika tidak mendesak, aku tidak menyuruh mereka lembur.

Akhirnya menghirup udara luar, menuju ke mobilku. Di sana ada pak satpam dan seorang penjaga malam. Aku berpamitan pada mereka.

Sungguh para karyawan begitu hormat dan sopan, tetapi partner kerjaku yang satu tadi malah memporak porandakan mood-ku.

Sampai di rumah, mama menyambutku. Masakan lezat sudah tercium dari dapur, aku segera mandi dan makan malam bersama mama. Papa bertugas di luar kota lagi untuk dua hari ke depan. Jadi, malam ini hanya kami berdua, aku dan mama.

Di meja makan, aku berbincang dengan mama. Aku memikirkan bagaimana cara agar mama tidak menyetujui hubungan Cantika dengan Surya, tapi atas dasar apa?

"Ma, apa Mama yakin dengan cowok pilihan Cantika?" Tanyaku kemudian.

"Kalau anak mama itu yakin, Mama kan juga harus mendukung untuk yang terbaik menurut dia, ya kan Val?"

"Iya, tapi baru berapa bulan ini, Ma, apakah dia sudah mengenal cowok itu dengan baik?"

"Val, kita harus mempercayai pilihan Cantika. Dia sudah bukan anak kecil lagi. Kita musti percaya bahwa itu yang terbaik untuknya."

"Baiklah, Ma."

Kami melanjutkan makan malam kami dengan saling diam. Aku ingin menceritakan hari pertama kerjaku, tetapi dengan adanya kedatangan makhluk itu, aku jadi malas untuk bercerita.

"Malam ini Val mau tidur awal, Ma." Kataku sambil membereskan piring kotor.

"Ya, Nak. Kamu pasti lelah setelah seharian bekerja. Apalagi ini hari pertama kamu kerja. Pasti melelahkan."

Aku mengangguk sambil mencium pipi mama. Aku tau sebenarnya mama ingin berbincang banyak denganku, tetapi aku sedang malas. Kedatangan manusia satu itu di kantor bisa merusak seluruh hariku dan mood-ku.

Segera aku meninggalkan mama yang sedang menonton acara TV kesukaannya. Memasuki kamarku, berbaring di tempat tidur, sambil mengambil gawaiku. Aku teringat Lia. Aku mengirim pesan tentang Surya padanya, kuceritakan semuanya.

Belum ada tanda telah dibaca olehnya, tetapi ada nomor baru di gawaiku. Siapa ni yang telepon tadi? Ah, kalau penting nanti juga telepon. Aku abaikan nomor itu.

Tiba-tiba notifikasi di gawaiku berbunyi, ada pesan. Aku segera membukanya, kukira itu balasan dari Lia. Tenyata sepertinya nomor tadi yang menelponku tak terjawab.

08XX-XXXX-XXX

[Met malam, Valeria Fazza Anggraini.]

Valeria

[Iya, maaf ini siapa?]

08XX-XXXX-XXX

[Surya]

Deg!

Bener apa yang kuduga. Dia pasti dapat nomorku dari buku agendaku.

Aku memberi Surya nama 'SI JAHAT' untuk disimpan di gawaiku. Aku tidak ingin menyimpan nama Surya di gawaiku, karena jika membaca nama itu seolah robek luka-lukaku.

SI JAHAT

[Lagi ngapain?]

Aku mendengus lalu meletakkan gawaiku setelah membaca pesan dari Surya, kemudian tidur. Pesan yang ga penting, bagiku dia hanya momok dalam hidupku.

Terpopuler

Comments

Enisensi Klara

Enisensi Klara

pasti Surya mau mempermainkan perasaan Valeria , dan Cantika ,jahat banget,semoga valeria ga lemah ,

2020-12-03

3

Putra Indra

Putra Indra

kalo gentle surya harus berani mengakui di hadapa orang tua val kalo emang beneran dia mau bertangggung jawab

2020-10-09

11

luluk

luluk

lanjut

2020-09-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!