Dengan bibir yang mengukir senyum, Azam memutar tubuhnya dan segera berlalu dari sana.
Hari ini cukuplah ia melihat Bella dari kejauhan.
Azam sudah menjelaskan semuanya, sudah menyampaikan semua isi hatinya. Kini ia hanya akan menunggu dan terus berada disekitar istrinya, Bella.
Azam tidak akan lagi menarik apalagi memaksa. Semuanya ia sudah serahkan pada Bella.
“Paman Azam, bisa bantu saya?” ucap seorang anak kecil, jika dilihat-lihat usianya pasti masih 5 tahun. Salah satu anak-anak yang ada di tim Tour guide nya tadi.
Azam berjongkok dan mensejajarkan tubuh mereka, sementara Ben tetap berdiri persis di belakang Azam.
“Apa sayang, katakan apa yang bisa paman bantu?” tanya Azam, berbicara dengan bahasa mandarin.
Anak laki-laki kecil ini lantas tersenyum riang ketika mendengar jawaban paman tampan.
“Aku ingin naik permainan itu, tapi tidak tahu bagaimana cara membeli tiketnya,” jelas si anak seraya menunjuk sisi kanan, ke arah permainan kereta api khusus anak-anak.
“Dimana ayah dan ibumu?” tanya Azam lagi, takut-takut jika anak ini tersesat.
“Ayah dan ibuku sedang istirahat makan siang, di sana!” tunjuk anak itu lagi, kini menunjuk ke arah sisi kiri.
“Kata Ayah, paman Azam akan membantuku untuk membeli tiket itu,” jelas anak itu lagi membuat Azam tersenyum kecil. Azam lantas menoleh kearah kedua orang tua anak ini dan mereka saling menundukkan kepala memberi hormat.
“Baiklah, paman akan mengantarmu bermain kereta api,” putus Azam hingga anak itu melompat-lompat karena kegirangan.
Tak di sangka oleh Azam jika akan kecil itu langsung memanggil teman-temannya yang lain, hingga berkumpul 6 orang anak kecil di hadapannya.
Azam terkekeh, merasa lucu. Sementara Ben hanya menganga dan menetap tidak percaya.
Saat Azam hendak mengantar anak-anak ke wahana permainan, Ben langsung mencekal lengan sang tuan.
“Biar aku yang antar, kamu belum makan siang,” ucap Ben, namun Azam melepas lengan Ben dan malah menggeleng.
“Aku belum lapar, aku akan menemani mereka satu kali putaran.”
Ben tidak lagi bisa menahan. Ia hanya menghembuskan napasnya pelan, terus menatap kepergian Azam ke wahana permainan itu.
Hati Ben sungguh terenyuh, ia sungguh tidak tega melihat tuannya seperti itu.
Lamunan Ben putus saat merasa ponselnya di dalam saku celana bergetar.
Buru-buru Ben melihatnya dan melihat satu panggilan masuk dari Nyonya besar, Haura.
Ben lantas menyingkir dan menjawab panggilan itu.
“Assalamualaikum Nyonya Haura.”
“Waalaikumsalam Ben, apa Azam sudah makan siang?” tanya Haura langsung.
Haura dan Ben memang selama ini selalu berhubungan di belakang Azam dan semua orang.
Diam-diam Haura selalu menghubungi Ben untuk mengetahui kabar tentang anaknya itu.
Berada di posisi yang sulit membuatnya bersikap seperti ini.
“Sudah Nyonya, tuan Azam sudah makan siang bersama saya,” balas Ben bohong, berbicara dengan suaranya yang tercekak.
“Alhamdulilah, ibu mohon Ben, ibu mohon jaga Azam,” pinta Haura lirih, bahkan ia buru-buru menghapus air matanya yang mengalir tanpa permisi.
Baru saja ia makan siang bersama seluruh keluarga, dimeja makan banyak sekali hidangan yang tersaji. Namun Haura kesulitan untuk menelan, dalam benaknya terus membayangkan bagaimana Azam, anaknya itu makan atau tidak? Makan apa? Dimana?
“Baik Nyonya, saya akan selalu menjaga tuan Azam.” Balas Ben dengan suaranya yang mencoba tegar.
Haura mengangguk, seolah Ben bisa melihat pergerakannya. Dan Haura pun langsung memutuskan panggilan itu, mencuci wajahnya dan segera keluar dari dalam kamar mandi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari terus berlalu.
Bella semakin sibuk dengan pekerjaannya dan Azam terus memperhatikan dari kejauhan.
Azam bahkan menyempatkan diri untuk datang setiap kali Bella melakukan pemotretan.
Kadang Azam menyamar menjadi pengirim makanan, kadang Azam pun menyamar menjadi pekerja kebersihan.
Semua itu ia lakukan untuk bisa melihat Bella dari dekat.
Mengobati rindunya akan sang istri.
Meski tak jarang, Azam pun melihat Bella yang berpergian bersama Edward.
Sampai akhirnya sidang kedua mereka besok akan digelar.
Azam kembali ke Indonesia, sementara Bella tetap tinggal. Bella tidak berniat untuk menghadiri persidangan itu dan menyerahkan semuanya pada papa Agra dan ayah Adam.
Pulang dan menuju bar milik Arnold, Azam disambut oleh kedua sahabatnya Arnold dan Julian, serta satu orang wanita yang membuat Azam sampai berkaca-kaca.
Azura, mendatangi dirinya di sana.
Berdiri dihadapan Azam dengan derai air mata.
“Abang,” panggil Azura lirih. Ia bahkan langsung berlari dan memeluk sang kakak. Azam sudah banyak berubah, nyaris 2 bulan tidak bertemu, Azam semakin nampak kurus. Bahkan kacamata yang Azam kenakan tak bisa menutupi matanya yang sayu, nampak lelah.
“Abang,” panggil Azura lagi meski kini ia sudah berada di dekapan sang kakak.
Keduanya saling memeluk erat. Sebagai saudara kembar keduanya memiliki ikatan batin yang sangat kuat. Meski mulut Azura selalu mengacuhkan sang kakak, namun hatinya tetap saja merasa sesak dan tersiksa.
“Jangan menangis Zura, abang bahagia sekali melihatmu disini,” ucap Azam dengan suaranya yang bergetar, ia menahan diri agar tidak menangis. Tidak ingin terlihat lemah di hadapan sang adik.
Arnold dan Julian yang haru pun memilih untuk memalingkan wajah, agar air mata mereka pun tidak tumpah.
Cukup lama melepas rindu, akhirnya kini mereka semua sudah kembali seperti semula, duduk bersama dan saling bertukar canda.
Azura bahkan terus menyuapi banyak makanan ke mulut sang kakak, ingin tubuh proporsional kakaknya itu segera kembali.
“Setelah sidang perceraiannya selesai, ayo kita semua pergi ke Jepang bersama-sama.” ucap Julian.
“Ada apa?” tanya Azam dengan cepat meski mulutnya masih penuh dengan makanan, hanya Azam dan Ben yang belum tahu jika 2 hari lagi pernikahan Ryu dan Haruka akan dilaksanakan.
“Pernikahan Ryu dan Haruka Bang.” Azura yang menjawab dan Azam pun menganggukkan kepalanya, mulai mengerti.
“Bella juga akan datang, tapi dia tidak pergi bersama kita,” jelas Azura lagi dan Azam begitu mengerti apa alasannya.
“Saat di sana nanti aku akan bersama Bella, abang jangan sedih ya?” pinta Azura, tak sudah-sudah gadis ini berbicara.
Dan Azam terus menganggukkan kepalanya mengerti. Azam bahkan mengelus pucuk kepala sang adik dengan sayang.
“Azura dan Julian biar besama Bella, aku dan Ben akan bersamamu.” Kini Arnold yang buka suara, sadar kubu sudah terbelah jadi dua, maka ia haru membagi yang adil.
“Kalau masalah hitung-hitungan, kamu memang yang paling pintar,” puji Julian pada Arnold, namun kata-kata itu terdengar meledek di telinga yang di puji.
Membuat Arnold mendengus kesal dan semua orang terkekeh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Aluna 『ᴷᴍ』
Beruntungnya Azam,, ditengah keterpurukannya selalu ada Ben yang setia menemani,,,
2024-12-21
0
solehatin binti rail
😭😭😭Zura azamm💪
2025-02-11
1
andi hastutty
Kasian juga dengan nasib azam berjuang sekali tapi tidak terlihat oleh Bella
2024-09-15
0