Pertemuan

...Ketika benci dan cinta sudah melebur menjadi satu...

...Benci namun masih saja ada rasa...

...Dan cinta..harus kudefinisikan seperti apa?...

...💞...

Minggu yang cerah.

Hari ini Nafisha memutuskan untuk jalan jalan. Sekedar menikmati hari libur setelah 6 hari berkutat dengan pelajaran.

Tapi, bukan jalan jalan seperti ke mall atau toko buku ataupun taman. Atau pantai barangkali.

Nafisha melangkahkan kakinya menyusuri jalan setapak di pematang sawah. Langit yang cerah dan tidak begitu panas ditambah dengan angin yang berhembus membelai jilbab panjang Nafisha, membuatnya semakin tenang dan damai.

Sejauh mata memandang yang tampak hanyalah hamparan sawah dan para petani yang sibuk bekerja.

Tak jarang juga, Nafisha menyapa para petani tersebut.

"Assalamualaikum..Paman, Bibi"

"Wa'alaikumussalam." Jawab mereka kompak.

"Wah, padinya siap panen ya Paman? Bagus sekali,kuningnya merata dan tidak ada yang terserang hama."

"Alhamdulillah, ini semua berkat karuniaNya neng."

Nafisha hanya tersenyum manis. Lalu pamit dan kembali berjalan menyusuri jalan jalan setapak yang memang sengaja dibuat.

Tujuan Nafisha adalah sebuah pondok ditengah sawah.

Pondok itu cukup besar, di sampingnya ada pohon yang rindang juga aliran air yang jernih didekatnya.

"Akhirnya bisa kesini lagi." Ujar Nafisha.

Lantas ia mengeluarkan sebuah al Quran kecil berwarna biru dan mulai membacanya. Menikmati setiap ayat demi ayat yang dibaca.

Tenang sekali.

Nafisha yang sekarang memang berbeda dengannya yang dulu, akan tetapi ia masih harus banyak belajar lagi untuk berubah lebih baik dan istiqomah akan hijrahnya.

Hijrah itu mudah mudah sulit.

Mudah bagi mereka yang benar benar berniat

Dan sulit bagi mereka yang masih ragu hatinya

Tapi ada yang jauh lebih sulit dari itu

Yakni istiqomah.

Tiba tiba notifikasi chat hpnya berbunyi.

Itu chat dari Hima, sahabatnya.

Dia mengajak pergi ke Mall.

Dengan halus, Nafisha menolak ajakan itu.

Lalu, beralih ke facebook. Ketika membuka messenger, entah kenapa Nafisha masih merasakan sakit melihat pesan itu.

Dengan bodohnya ia mengirim sapaan salam pada seseorang yang ia yakin pasti sudah melupakannya.

Gurunya.

Guru yang pernah teman smpnya suka dan tidak dipungkiri juga Nafisha kagumi.

Guru muda yang taat, baik, namun sedikit dingin, pintar, dan pastinya tampan. Karena hampir satu siswi sekolahnya mengincarnya.

Ah, lupakan.

Pesan itu tidak dibalas, hanya diread oleh si penerimanya.

Nafisha tersenyum kecut.

Harusnya aku tidak terlalu berharap.

Astaghfirullah.

Tak lama, hpnya berbunyi.

Dari Hima.

"Assalamualaikum."

"Wakumsalm."

"Salam macam apa itu?"

"Hehee..maaf maaf buk ustadzah..wa'alaikumussalam."

"Jangan panggil buk ustadzah, karena aku bukan ustadzah dan masih jauh dari kata itu. Lain kali jangan gitu lagi. Ada apa kamu menelefonku? Kangen?"

"Aish,,apaan sih. Cuma mau bilang, tadi aku ketemu doi lho."

"Doi?"

"Iya, si dia..your past."

Akupun sedikit terlonjak mendengarnya, jangan tanya jantung ku sekarang. Perasaan berdebar debar.Tapi harus segera kutepis.

"Kenapa?" Tanyaku sedatar mungkin.

"Ya gak papa, tapi kamu tau gak tadi aku liat dia sama siapa?"

Hening.

"Woii! Dengerin gak sih?" Teriaknya. Membuatku seketika menjauhkan hp dari telingaku.

"Iya, siapa?"

"Ananda."

"Serius?"

"Sejak kapan aku bohong sih,"

"Eh..i-iya,ya..aku percaya kok."

"Kamu gak apa apa kan? Jangan sedih lagi ya, aku tau kamu kuat kok. "

"Ngawur kamu, aku gak bakalan sedih lah. Lagian alasan apa coba pake sedih sedih segala."

"Iyain deh.. Oh ya, kenapa sih nggak mau ku ajak ke mall? Ribet tau kalau ajak si Aliya. Nih anak nggak bisa liat barang bagus dikit."

"Nggak boleh gitu ih. Aliya kan emang ratunya belanja. Apalagi kalau diskon. Bisa seharian penuh tuh nyisirin toko. Seng sabare atuh!"

"Udah aku penuhin di rumah tadi. Ya udah aku matiin telfonnya nih. Si Aliya udah manggil. Ntar jadi artis dadakan lagi karena suara toanya Aliya yang gak terkondisikan. Hehe"

"Hima..jangan gitu ih ke Aliya. Jahat banget kamu."

"Maaf deh. Oke aku tutup dulu, bye!"

"Assalamu'alaikum."

"Eh lupa buk us, wa'alaikumussalam."

Belum sempat Nafisha mengomeli, Hima sudah memutuskan panggilannya. Membuat Nafisha menggelengkan kepalanya.

Hima, Hima.

Aku sedih bukan karena kamu jalan dengan siapa

Tapi, kenapa kamu bisa dekat dengan orang lain sedangkan hatimu untuk orang yang lain pula.

Nafisha menghembuskan nafasnya lelah.

Lelah pada hati yang memiliki banyak nama.

...💞💞...

Dirumah...

"Ca, temenin abang yuk."

"Kemana bang? "

"Gramedia. Mau beli novel buat temen abang."

"Buat temen ? Temen apa temen? Aku aja gak pernah dibeliin novel sama abang. Sekarang tumbenan mau beliin teman novel. Apalagi abang kan orangnya super duper pelit. Lagian temen abang itu cowok?"

"Hmm..ee..cewek sih." Jawabnya sambil mengusap tengkuk.

" Tuh kan, pasti ada apa apanya nih. Abang kalau sampai macam macam, aku aduin abi entar."

"Abi kan jauh, weekkk.. Dan kamu juga jadi adik jangan suka ngadu napa"

"Kan bisa ditelfon, emang mau diteror apa?"

Membayangkan jika abinya setiap saat menelfon dan mengirimnya pesan terus menerus membuat Hafiz bergidik ngeri dan enggan lagi mengalaminya.

"Anak kecil diam aja, dia itu emang teman abang kok." Tegas Hafiz.

"Gak percaya tuh!" Balas Nafisha.

"Terserah. " Jawab Hafiz.

"Ya terserah juga."

"Ya udah."

" Ya udah." Ucap Nafisha tak mau kalah

"Ayokk..temenin abang." Bujuk Hafiz kemudian.

"Tadi katanya.."

"Abang beliin novel." Tawarnya.

"Oke." Jawab Nafisha cepat.

Beginilah sifat asli Nafisha kalau sudah bersama abangnya. Hafiz pun juga begitu, hanya pada Nafishalah dia bisa bersikap selembut dan semanis itu.

Selanjutnya Nafisha bergegas mengganti pakaian.

Nafisha memilih gamis biru muda dengan jilbab lebar berwarna dongker plus masker. Hitung hitung belajar buat pakai cadar.

*

*

Di Toko Buku

"Ca, kamu mau novel yang mana? Cepetan pilih ya, abang tunggu di kasir." Ujar Hafiz setelah ia menemukan buku yang ia cari dan Nafisha masih tampak sibuk mencari novel yang ia inginkan.

Setelah lama berpikir matanya tertuju pada satu buah novel romance islami, namun ketika ingin mengambil ada tangan yang lebih dulu merebut novel itu.

"Heii itu aku duluan yang.." Nafisha terdiam. Lututnya terasa lemas dan mulutnya seolah kaku untuk sekedar mengucapkan kata. Matanya jelas saat ini menatap seseorang yang sudah lama tidak ia temui.

"Ba, ba, bapak?" Ucap Nafisha terbata bata.

"Eh, hmm..Assalamu'alaikum Za."

Deg..

Kenapa dia tetap mengenaliku padahal aku memakai masker?  Lagipula sudah lama sekali..bathin Nafisha.

Desiran itu, hati Nafisha kembali bergetar mendengar panggilan yang sangat ia sukai, dulu.

Jauh sebelum takdir seolah mempermainkannya.

"Wa'alaikumussalam, Pak."

"Hmm, kamu mau novel ini?"

"Tadinya sih iya" gumamnya.

"Eh, enggak jadi pak mending bapak ambil aja. Saya bisa cari yang lain."

"Ketika kamu menginginkan sesuatu lalu kamu gagal mendapatkannya atau bahkan masih diberi kesempatan untuk mendapatkannya, kenapa kamu memilih mengorbankan dan mencari yang lain?"

"Maksud Bapak apa, ya?"

Sadar akan ucapannya, Bapak yang dipanggil Nafisha itupun gelagapan dan hanya memberi seulas senyum.

Senyum yang dulu Nafisha rindukan.

Tidak, kamu tidak boleh jatuh lagi. Ingat Nafisha, dia bukan orang yang tepat. Ingat, dia orang yang disukai sahabatmu. Dan kamu bukan seorang pengkhianat.

"Nafisha Humaira Zafanya. Kenapa melamun? Apa kamu masih mau novelnya?"

"Untuk bapak aja. Kalau gitu saya pergi dulu.

Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam.."

Kenapa sikapnya berubah canggung seperti itu?

Mungkinkah ia tau?? Gumamnya..

Nafisha yang sudah meninggalkan gurunya atau lebih tepatnya mantan gurunya bergegas menemui abangnya di kasir.

"Lho? Gak jadi belinya?"

"Gak bang."

"Bagus kalau gitu. Setidaknya uang abang selamat."

"Yeyy..gak lah bang, besok besok bakalan aku tagih."

"Dasar!! Hantu novel!"

"Biarin. Kan udah dijanjiin. Ingat bang, ingkar janji itu dosa. Termasuk salah satu ciri orang munafik juga yaitu apabila ia berjanji ia ingkari."

"Iya deh. Kalau sangkutin sama agama mah abang bisa apa." Hafiz pura pura manyun. Lalu mengusap kepala adiknya lembut.

Pertengkaran kecil itu disaksikan oleh sang kasir yang hanya tersenyum melihat kakak adik itu saling adu mulut.

Lucu menurutnya.

Dijalan menuju parkiran, tiba tiba sang abang bertanya

"Emang kenapa gak jadi?" Tanyanya serius.

"Hmm..abang janji jangan bilang siapa siapa."

"Iyaa, kenapa emang?"

"Itu,,ng..itu,anu,"

"Apa sih gak jelas banget, gagu??"

"Ihh abang mah,tadi tuh aku ketemu ..Pak Ardhi."

Jawabnya lirih.

Hafiz terkejut dan menatap kasihan pada adik super menyebalkan namun sangat ia sayangi.

"Jadi, Pak Ardhi??"

☘️☘️☘️☘️

Yuk dukung author biar semangat upnya🥳🥳

ig: efansi_world

Terpopuler

Comments

Jiminshi

Jiminshi

semangat thorrr

2021-12-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!