Setelah diskusi panjang dan sedikit perdebatan antara dirinya dan Damar, akhirnya Barra menyetujui. Barra akan menikahi Alana hari ini, di ruangan Anton. Barra terpaksa menerimanya, karena rasa tanggung jawab akan Kyra dan tanggung jawab pada keluarga korban
Kalau bukan Barra yang menyetujuinya, siapa lagi? Masa Kyra yang menikah dengan Alana?! 🌈
Penghulu tampak sudah hadir di rumah sakit dan Alana pun sudah cantik, dengan mengenakan baju kebaya yang Agatha bawa. Barra? Tentunya sudah di dalam bersama dengan Damar, menunggu kedatangan Penghulu.
Di rasa sudah siap semuanya, Penghulu pun masuk ke dalam ruangan. Di ikuti oleh Alana yang di gandeng oleh Kyra dan Agatha. Anton pun tersenyum melihat betapa cantik putri kesayangannya itu mengenakan baju pengantin dengan riasan natural yang cocok pada Alana.
Alana senang melihat Anton tersenyum, namun entah kenapa, senyuman itu pun membuat hatinya sakit. Alana menahan air matanya, sebisa mungkin, kali ini Alana tidak boleh menangis. Tidak boleh merusak kebahagiaan yang ia ciptakan untuk Anton.
“Mari kita mulai” Ujar Penghulu saat sudah duduk di kursi, yang di hadapannya sudah ada Anton dan Barra. Semuanya mengangguk setuju, tidak perlu menunggu lama lagi, akad pun di mulai.
Barra duduk di sebelah Anton, kemudian meraih tangan kanan Anton dengan hati hati. Anton pun membalas genggaman tangan calon menantunya itu. Penghulu mengangguk pada Anton, sebagai tanda mulai.
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Barra Ardana Abiputra bin Damar Abiputra dengan anak saya yang bernama Alana Valerie dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat di bayar Tunai.” Anto merasa tenang, sudah mengucapkan kalimat ijab kabul yang sedari tadi memenuhi isi kepalanya, karena takut salah dalam penyebutannya.
Barra pun menarik nafas dengan perlahan, menyiapkan udara agar ia sanggup mengucapkan kalimat ijab kabul dengan satu kali nafas.
“Saya terima nikah dan kawinnya Alana Valerie binti Anton dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Akhirnya Barra pun merasa lega, ia tidak ada rasa gugup dan berhasil mengucapkan dengan satu tarikan nafas.
“Bagaimana para saksi, SAH? “ Pak penghulu menatap secara bergantian pada para saksi yang di hadir oleh dokter dan suster rumah sakit tersebut.
“SAH! “ Teriak para saksi, membuat hati Anton bertambah gembira.
Kemudian sekarang bagian Alana, ia mendekat pada Barra dan mencium tangan Barra dengan khidmat dan Barra pun mencium kening Alana. Setelah selesai, Alana berpindah pada Anton, masih sama, Alana menahan air matanya agar tidak merusak kebahagiaan Anton.
Namun, Anton kalah dengan Alana, ia tidak bisa menahan air mata kebahagiaan. Bulir bulir bening kini membasahi pipi Anton. Alana dengan cepat menyekanya dengan pelan dan lembut.
“Ayah kenapa nangis? Lihat Alana aja gak nangis. Huhh Ayah cengeng. “ Ujar Alana, padahal matanya sudah panas, memerah, air matanya sudah berkumpul di pelupuk matanya, yang sudah siap akan berjatuhan.
“Ayah nangis karena bahagia, Nak. Akhirnya cita cita Ayah mengucapkan ijab kabul terjadi secepat ini.” Alana langsung memeluk erat Anton. Tidak sadar, ternyata air matanya sedari tadi sudah membasahi pipinya yang lembut.
TITTTTT... TITTTTT... TITTTTT
Tiba tiba Elektrokardiogram berbunyi dengan lumayan keras, membuat seisi ruangan mencekam. Dokter dan suster dengan cepat menyuruh orang orang untuk keluar dari ruangan ini.
“Dokter, Ayah saya kenapa?! “ Tanya Alana dengan panik.
“Saya tidak bisa jelaskan, lebih baik nona keluar, saya akan menangani pasien terlebih dahulu.”
Kyra dan Agatha menuntun Alana keluar dari ruangan. Alana kembali terisak, diikuti oleh Kyra dan juga Agatha. Sementara Barra dan Damar, mereka hanya bisa diam, karena tidak bisa melakukan apapun.
“Tante... Kyra... Jika terjadi sesuatu sama Ayah, gimana? “ Kyra langsung memeluk Alana.
“Nggak, Kak. Om Anton pasti sem—sembuh.”
“Maafin Kyra.” Lirih Kyra dengan pelan, namun masih bisa terdengar oleh Alana. Alana mengeratkan pelukannya, begitu juga dengan Kyra.
Damar, Barra dan Agatha, hanya bisa melihat keduanya berpelukkan. Bahkan kalimat penenang pun, di rasa tidak cukup untuk menenangkan hati Alana.
Setelah beberapa saat dokter dan suster pun keluar. Dengan rona wajah yang tidak bisa di artikan. Alana segera menghambur pada dokter, ia memegang kedua tangan dokter itu, matanya memancarkan kata seolah olah bertanya ‘Ayah pasti selamatkan? ‘.
“Ma—maaf, kami semua sudah menangani pasien semaksimal mungkin. Pukul dua lewat tiga puluh menit, hari senin, dinyatakan Pak Anton telah meninggal dunia. “
Alana terpaku, tubuhnya membeku, tatapannya kosong. Begitu pula dengan keluarga Kyra, mereka menatap tidak percaya bahwa, Anton sudah meninggal dunia.
“DOKTER BOHONG KAN?! AYAH GAK MUNGKIN NINGGALIN, AL, SENDIRI! AYAH PASTI NEMENIN, AL, SAMPAI NANTI, AL, MENUA. DOTER BOHONGGGGG, DOKTER PLISSSS BECANDA YA GAK LUCUUUU. Dokter tolonggggg sembuhin Ayahhhhhh.” Alana histeris, menarik narik kerah baju dokter yang di hadapannya. Di akhir kalimat, tubuh Alana ambruk, Alana bersimpuh dengan kedua tangannya di dada.
“Ayah gak nepatin janji, Ayah tinggalin Al sendiri. AYAHHHHHHHHH” Teriak Alana, seraya memukul dadanya beberapa kali. Rasa sesak yang amat sangat sakit, memenuhi rongga dadanya. Suaranya begitu parau, Alana meremas baju bagian dadanya, ia tidak kuat dengan sakit di hatinya, seperti ada ribuan jarum yang menusuk hatinya secara bersamaan.
...****************...
Alana terus menerus memeluk batu nisan Anton, ia seakan tidak mau beranjak dari tempatnya sekarang. Alana terus bergumam dan berbisik pada makam Anton, ia menumpahkan segala hal yang membuat hatinya sesak pada Anton.
“Nak— sudah satu jam kamu bersimpuh seperti itu, sudah saatnya kita pulang. Langit pun sudah mendung, kalau kamu sakit nanti Ayah kamu pasti sedih. “ Bujuk Agatha, seraya mengusap punggung Alana dengan lembut.
Alana pun menyeka air matanya dengan kasar dan berdiri menghadap keluarga yang ada di depannya. “Maaf, pasti kalian lama nunggu, Al. Kalo gitu mari pulang ke rumah Alana. “ Semuanya mengangguk dan merasa sedikit heran pada Alana, kenapa gadis itu bisa secepat itu mengubah ekspresinya.
Kenapa gadis ini begitu tegar, Pah. Alana sungguh wanita yang kuat. Bisik Agatha pada Damar.
Mereka pun melangkahkan kakinya menuju rumah Alana yang tidak jauh dari pemakaman. Alana berjalan sendiri di depan menuntun mereka ke rumahnya. Tiba tiba ada seseorang yang menggenggam tangan mungilnya, ternyata itu adalah Kyra. Alana tersenyum padanya, kemudian meneruskan perjalanannya.
Akhirnya sampai di rumah Alana, gadis itu mempersilahkan para tamunya duduk di ruang tamu. Rumah Alana begitu sederhana, namun keluarga Damar mampu merasakan kehangatan. Seperti ada aura ketenangan dirumah Alana.
Alana ke dapur untuk mengambilkan mereka minuman dan beberapa cemilan. Saat sudah siap, Alana membawanya ke ruang tamu dengan nampan berisi makan dan minum di atasnya.
“Silakan, maaf hanya ada ini di rumah.”
“Ahh—Terimakasih, Nak. “ Ujar Agatha.
“Terimakasih, kak.”
“Terimakasih, Nak.” Mereka mengucapkan terimakasih secara bersamaan. Barra? Laki laki itu hanya mengangguk, sebagai ucapan terimakasih.
Setelah beberapa lama mereka mengobrol santai, Damar, Agatha, dan Kyra pun beranjak. “Kita gak akan lama kok ke hotel, hanya mengambil barang barang saja di sana, kamu di jaga oleh Barra ya di sini. Tidak perlu khawatir, kamu tidak akan pernah sendiri.” Ujar Damar.
“Bang, mama nitip Alana ya... Jangan kamu apa apain. Alana, kamu kemasi juga barang yang akan kamu perlu bawa ya. Barang yang penting penting nya aja, untuk keperluan kamu nanti, biar om dan tante belikan saat sudah di kota. “ Alana hanya mengangguk mengerti.
“Abang! Awas aja kalo kak Alana di macam macamin. Kyra gak akan tinggal diam.”
Barra merasa terpojok, memang dia laki laki seperti apa? Sampai harus di beri perintah dengan sebegitunya. Tanpa di kasih tahu pun Barra tidak akan melakukan hal apapun pada Alana.
Alana terkekeh melihat tingkah lucu Kyra. Gadis itu sungguh menggemaskan. “Iya Tante, hati hati di jalannya. “
Kyra, Damar dan Agatha pun beranjak menuju mobilnya dan melambaikan tangan pada Barra dan Alana yang ada di pekarangan rumah Alana. Tidak lama keluarga itu pun pergi, kini hanya menyisakan Alana dan Barra, suasana yang canggung menyelimuti keduanya.
Barra duduk di ruang tengah, seraya memainkan game di ponselnya. Alana pergi menuju dapur, karena perutnya sudah keroncongan dari tadi, ia memeriksa rak makanannya, ternyata hanya ada mie instan. Tapi tak apa, dari pada dirinya mati kelaparan mending makan mie instan aja.
Alana kemudian memasak mie instan tersebut, tidak lupa juga menawarkan Barra. Alana berjalan menuju ruang tengah.
“Barra kamu mau mie instan gak? Kalo ngga ya udah.” Tanpa menunggu jawaban dari Barra, Alana langsung masuk ke dapur.
Barra menakutkan kedua alisnya. Yeh... Belum juga gue jawab, udah jawab sendiri.
Barra pun menghampiri Alana ke dapur dan mendekat pada Alana. “Gue aja belum ngomong, malah di jawab sendiri. Mau dong, gue laper.” Ujar Barra dengan dingin
Alana tidak menjawab, ia langsung memasukkan mie instan satu lagi pada pancinya. “Bawa ruang tamu ya.” Ujar Barra singkat, seraya berjalan meninggalkan dapur.
Kok ngeselin sih! Ini yang namanya suami?! Gak ada lembut lembutnya emang.
Setelah mie nya matang dan siap di sajikan, kemudian Alana membawanya ke depan dan menaruh nya di meja di hadapan Barra. Baru saja di simpan di meja, Barra langsung menyantap mie itu tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Alana.
Alana menatap Barra dengan tajam. “Bilang makasih kek, biar aku ikhlas dan kamu gak sakit perut!” Ujar Alana dengan Ketus.
Barra menghentikan kegiatan menyuapnya dan menatap Alana. “Makasih “ Ucap Barra dengan dingin.
“Kok, kayak gak ikhlas bilangnya, kalo gitu mending gak usah! “ Alana langsung memalingkan wajahnya, kemudian mulai menyantap mie yang ia buat.
Dasar betina! Bilang salah, gak bilang makin salah!
Setelah makannya beres, kemudian Alana menyimpan mangkuk yang di gunakan tadi ke wastafel dapur. Alana langsung masuk ke kamarnya dan rapih rapih, Alana akan pergi ke pantai, itu rutinitasnya di sore hari. Menghirup udara sore di laut memang menenangkan dan membuat hatinya sedikit merasa lega.
“Mau ikut gak?!” Tanya Alana seusai beres merapihkan penampilannya. Barra masih anteng dengan gamenya, hanya melirik Alana sekilas.
“Mau kemana lo? “
“Mau ke pantai, kalo gak akan ikut aku pergi sekarang.” Alana melenggangkan kakinya menuju luar, saat melirik ke belakang, ternyata Barra tidak mengikutinya. Alana pastiin, ia sedang fokus memainkan gamenya yang tidak jelas.
“BIASANYA KALAU SORE GINI ADA ORANG GILA YANG NGETUK PINTU RUMAH. “ Teriakan Alana itu membuat Barra dengan cepat meloncat dari kursinya.
“Apa si lo, nakut nakutin aja! “ Gerutu Barra.
“Makanya ikut, kan kata Om sama Tante juga, kamu harus jagain aku.” Barra memutar bola matanya malas. Ia pasrah dengan keadaan sekarang. Namun, dari lubuk hatinya Barra juga tidak ingin ada sesuatu yang terjadi pada Alana, ia sudah berjanji pada Anton, akan selalu menjaga putrinya sepanjang waktu.
Eitss, tapi bukan maksud Barra mempunyai perasaan pada Alana, tapi karena rasa tanggung jawab. Lagian, Barra pun sudah memiliki kekasih di Jakarta.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
..."Cinta memang tidak datang dengan cepat. Namun, kedatangannya itu PASTI"...
Love you Bestie 💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Innalilahhi Wainnailahirojiun..Ya tuhan aku udah gak bisa ngomong apa lagi,Semoga Alana tabah dan ikhlas..Dan jangan sampai Barra menyakiti dan menyia2 kan Alana setelah ini ya Thor,Awas aja Barra..
2024-09-19
0
Ita Sinta
aduh bara udah punya pacar nanti pasti ada yg cemburu.
2022-10-31
1
•𝑪𝒐𝒖𝒑𝒍𝒆 𝑮𝒐𝒍𝒔•
jadi GL (girl love) dong🤣🤣
2022-05-24
0