Di balkon kamarnya, Putri memandangi langit malam yang biasanya selalu di hiasi oleh kelap-kelip bintang, walau pada kenyataannya malam ini tak ada satupun bintang yang bersinar di sana, hanya ada beberapa kilatan kecil cahaya yang menandakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan.
Semilir angin yang begitu kencang membuat rambut nya tak berhenti bergerak, bahkan sekujur tubuhhya hampir menggigil kedinginan, namun ia tak peduli, semuanya kalah dengan rasa sedih, sakit, dan hancur yang datang secara bersamaan.
Hari ini ia mendapat 2 kejutan tak terduga, yang pertama, kenyataan bahwa ia bukanlah anak kandung Yani, seorang wanita yang begitu ia cintai, kedua ia harus menikah di usia muda, yaitu di umurnya yang baru saja menginjak ke 18tahun, dengan seorang laki-laki dewasa yang bahkan umurnya terpaut 11 tahun.
Dan hal itu bukanlah hanya sebuah lelucon, karena tepatnya sore tadi keluarga Adiwangsa datang kerumah untuk melamarnya, begitupun dengan pernikahan mereka yang akan dilangsungkan 3 hari lagi.
************
"SAH."
Begitu kalimat indah penuh makna itu terucap dari para saksi, kini Maura selaku ibu dari Ben membantu Putri membawanya pada Ben, yang kini masih berada di meja akad menunggunya untuk memasangkan cincin pernikahannya.
"Tolong jaga Putri ya nak Ben, saya percaya kamu adalah laki-laki yang sangat bertanggung jawab," ujar Yani, berperan seolah-olah tengah melepaskan anak gadisnya, untuk pria yang kini berstatus suami dari anaknya.
Ben tak menjawab, selain mengangguk kecil, lalu bergegas meninggalkan rumah orang tua Putri, berjalan menuju halaman rumah dimana sudah ada mobil beserta sopir yang menunggu untuk membawanya ke sebuah tempat.
"Ben tunggu!" Maura mencekal tangan Ben yang hendak meninggalkan rumah itu.
"Kenapa lagi ma, Ben udah ikutin semua mau mama, lalu sekarang apa lagi, Ben harus ke Bandung sekarang juga, ada banyak hal yang harus Ben urus disana ma!''
Maura menggeleng, menatap putra keduanya itu penuh kecewa, " Bisa nggak sih Ben, kamu lupakan dulu tentang pekerjaan, ingat lho Ben ini itu hari pernikahan kamu, hari penting kamu!"
"Ini nggak jauh lebih penting dari perusahaan Ben yang sedang bermasalah kali ini ma!"
Tanpa menunggu persetujuan sang mama, yang pastinya memang tidak akan menyetujui hal gilanya, Ben pun segera pergi, dan menyuruh sopirnya untuk melajukan mobilnya secepat mungkin, tak memperdulikan lagi suara sang ayah yang ikut murka memanggil-manggil namanya, bagi Ben hari ini sudah cukup untuknya, cukup ia menepati janjinya pada sang mama, cukup untuk menikahi gadis itu tanpa berniat mendekatinya.
Sementara Putri yang menyaksikan hal itu hanya bisa menunduk dalam, sadar bahwa sejak awal mereka bertemu, Ben hanya ingin bertanggung jawab untuk mengobatinya, bukan untuk menikahinya.
Putri yakin, Ben sangat terpaksa dengan pernikahan itu, walaupun pada kenyataannya dirinya juga merasakan hal yang sama.
Setelah mobil yang ditumpangi Ben menghilang, Maura pun kembali menghampiri Putri meminta izin pada kedua orang tua Putri untuk membawanya pulang kerumah.
"Saya Mohon, tolong jaga Putri dengan sebaik-baiknya, maaf sudah merepotkan!" ujar Arfan dengan tatapan sendu, sembari memeluk putrinya yang kini sudah berstatus menjadi istri orang tersebut.
"Baik, bapak tidak usah khawatir, saya akan berusaha!" Balas Maura tersenyum tulus, yang membuat Arfan merasakan sedikit lega dihatinya.
"Putri pamit ya ayah!" ujar putri yang kini masih berada dalam pelukan ayahnya itu.
"Iya sayang, jaga diri baik-baik nak." balas Arfan dengan suara serak menahan tangis, dalam hati ia hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan putrinya itu.
"Putri sehat-sehat disana, jangan lupa makan dan minum obat yang teratur." timpal Yani, seolah tidak pernah terjadi apa-apa, membuat hati Putri kembali merasakan sakit yang luar biasa, namun meski begitu Putri tak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan sayangnya terhadap wanita itu, lalu mencium tangannya dan tersenyum tulus.
Dari jarak beberapa meter, kedua adiknya Evelyn dan Rena, menatap Putri dengan tatapan mencemooh, seperti mengatakan bahwa Putri adalah gadis cacat yang beruntung, karena di nikahi pria tampan dan mapan seperti Ben.
Sejak kecil mereka berdua memang tidak menyukai Putri, dengan alasan kakaknya itu terlihat norak, dan sok polos, berbeda dengan mereka berdua yang selalu terlihat rapi dan menarik.
**********
Saat mobil yang membawa mereka sampai dirumah mewah berlantai dua, tak henti-hentinya Putri berdecak dalam hati menatap kagum pada rumah tersebut, tak menyangka bahwa mertuanya sekaya itu batinnya, namun kini malah membuat Putri bertambah meringis, karena merasa tak pantas menjadi bagian dari mereka.
"Selamat datang dirumah kami, semoga Putri betah ya nak!" ujar Maura yang kemudian mendorong kursi roda Putri kedalam sebuah kamar Ben, yang letaknya memang berada dilantai bawah.
"Tante?"
"Mama, panggil mama ya sayang,"
"Euhmz T_tan, mama, kak Ben kemana ma?" tanyanya, yang seketika menutup mulutnya sendiri menggunakan telapak tangannya.
Maura tersenyum, "Suamimu sedang ada urusan dengan pekerjaan nya, maafkan Ben ya nak, kalau udah menyangkut urusan kerjaan dia memang seperti itu!"
"Ben orangnya memang keras, datar, dan suka berbicara seenaknya, tapi sebenarnya hatinya baik kok, dan mama yakin suatu saat kalian akan saling menerima dan saling mencintai." ujar Maura, saat keduanya kini sudah berada di dalam kamar Ben.
"Putri nggak berharap akan mendapatkan cinta dari kak Ben ma, karena Putri sadar betul dengan keadaan Putri sekarang ini, seharusnya dari awal Putri tidak menerima pernikahan ini, kak Ben berhak mendapatkan yang terbaik ma,"
"Nggak sayang, kamu itu sudah menjadi yang terbaik buat Ben, dan mama berjanji akan berusaha semampu yang mama bisa, mama akan carikan Dokter terbaik untuk membantu kamu agar sehat kembali, apapun caranya."
"Tapi ma?"
"Sudah sudah, lebih baik sekarang Putri istirahat ya!"
ujar Maura yang kemudian membantu Putri agar berbaring ditempat tidurnya.
Pukul 23:04 Ben sampai dirumah kedua orang tuanya, ia merogoh kunci rumah cadangan yang ia gantungkan di samping kunci mobilnya.
Keadaan rumah sudah gelap, karena lampu ruang tengah sudah di matikan seperti biasa, jika mereka hendak tidur.
Ben pun melangkah pelan menuju kamarnya, lalu membuka dan menutup kembali pintu kamar itu.
Deg!
Ben mematung, saat menyadari dikamarnya dengan penerangan temaram itu, terlihat jelas seseorang sedang berbaring dengan kedua mata terpejam.
Ben menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan bahwa ia tak salah masuk kamar, detik kemudian Ben mengusap wajahnya dengan kasar, saat ingatannya kembali pada kejadian tadi pagi.
Damn!
"Gue lupa kalau gue udah married!" gumamnya, yang kemudian menanggalkan pakaiannya sembarang, lalu memasuki kamar mandi.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
epifania rendo
semoga putri cepat sembuh
2023-06-07
0
Nur rahmayana
semangat putri aku yakin putri akan sembuh secara authornya baik hati dan TDK sombong ....semangat😘😘😘😘😘😘
2022-05-05
1
raysia Hasna malaika
sabar yaa put km pasti bs menaklukkan hati suamimu
2022-01-27
0