Menjadi Patner

"Jadi hari ini kita akan melanjutkan penggalian diarah utara?"

Bara yang tengah memakan nasi uduknya hanya mengangguk, namun pria tampan itu terlihat menatap kesal pada Ikhsan yang tengah memakan sarapannya sama seperti dia saat ini.

"Kamu sudah sarapan?"

Bukannya menjawab Bara malah bertanya yang tidak penting, dengan wajah sok polosnya Bara menampilkan senyuman termanis saat Agatha terlihat menatap dingin kearahnya.

"Biasa aja dong lihatnya, jangan galak galak nanti cantiknya ilang."

Agatha memijit tulang hidungnya mendengar ucapan pria yang tengah memakan sarapannya dengan lahap. Agatha rasa Bara tidak makan dari semalam makanya pria ini terlihat sangat menikmati makanan yang ada dihadapannnya saat ini.

"Sepertinya Pak Bara masih sibuk, kalau begitu saya akan ke came saja, setelah Pak Bara tidak sibuk nanti saya temuin lagi, permisi."

"Eeh... gak aku gak sibuk, nih lihat sarapannya udah selesai."

Bara segera menahan lengan Agatha hingga gadis itu menoleh dan menatap tajam kearah tangan Barata yang bersentuhan langsung dengan kulit eksotis miliknya.

"Maaf,"

Bara segera melepaskan cekalannya, pria itu tersenyum kikuk saat ini. Sementara Agatha kembali mendudukan dirinya didepan Bara.

"Jadi bagaimana?"

Bara yang tengah menegak air mineral yang ada didalam gelas hanya menatap Agatha tanpa bisa bersuara.

"Aahh Alhamdulilah,"

Agatha menanti jawaban atasannya, namun Bara malah terlihat santai serta tenang tenang saja saat ini. Itulah rencananya, membuat Agatha berlama lama didekatnyal walaupun harus melihat wajah tak bersahabat gadis itu.

"Kita akan pergi kesana nanti sekitar pukul, jam berapa sekarang?"

"Jam 8 Boss!"

Bukan Agatha yang menjawab melainkan Ikhsan yang tengah melangkahkan kedua kakinya menuju dapur sembari membawa bungkusan bekas sarapan mereka berdua.

"Berarti sekitar jam 9 kita akan kelokasi itu, saya mau mandi dulu."

Agatha menganggukan kepalanya, gadis itu terlihat kembali fokus pada layar gedget yang ada diatas meja. Gedget yang di berikan oleh Ikhsan padanya beberapa belas menit yang lalu.

"Agatha."

"Ya,"

Agatha mengangkat wajahnya saat mendengar Barata memanggil namanya. Bahkan panggilan Bara terdengar sangat lembut ditelinganya.

"Gak jadi hehe,"

Raut wajah Agatha kembali datar, sedangkan Bara hanya tersenyum tanpa dosa padanya. Padahal Bara ingin sekali berkata, 'Agatha mandi bareng yuk' tapi keberaniannya masih dangkal. Dia belum siap saat Agatha menjadikannya samsak tinju. Lihat saja, lengan gadis itu terlihat berotot dibalil kaos hitam yang tengah dia pakai saat ini.

"Aku mandi dulu, jangan kemana mana oke!"

Bara segera melangkahkan kedua kakinya menuju arah belakang, namun kedua netra hitamnya selalu menoleh kearah belakang tubuhnya. Entah kenapa Bara merasa tidak bisa jauh dari gadis yang sudah menjadi kekasih orang itu. Apakah dia berdosa sudah bermain hati pada milik orang.

Bara menghela nafasnya kasar, dengan kasar dia meraup wajah tampannya. Setiap hari khayalan untuk dapat memilik Agatha semakin besar saja. Akankah khayalannya itu suatu saat nanti akan menjadi kenyataan.

Kalau saja Tuhan mau memberi celah sedikit saja padanya untuk bisa masuk kedalam hati gadis itu, Bara bersumpah tidak akan menyia nyiakannya, Bara tidak akan mengulur waktu lagi dia akan segera meminang Agatha. Mereka bisa pacaran setelah menikah bukan, dan itu akan lebih seru menurutnya.

Dia dan Agatha bisa menjadi patner kerja dan patner hidup secara bersamaan. Bara tersenyum lebar membayangkan masa depannya bersama Agatha nanti. Namun akankah Bara mampu mewujudkannya? semoga saja.