Wellcome To Jalur Pesangon

Barata membolak balikan berlembar lembar kertas yang ada dimeja kerjanya. Malam ini dia dan Ikhsan memutuskan untuk menginap dikantor pertambangan karena banyak laporan yang harus Bara selesaikan.

Apa lagi tadi siang pria yang menjadi pacar dari gadis yang mampu menjadikanya calon PESANGON baru saja mengajukan kerja sama dengan pertambangan miliknya walaupun lewat jalur Ikhsan.

"Kamu yakin nih orang anak dari pemilik perkebunan kelapa sawit yang ada disebelah utara?"

Pria yang usianya lebih tua dua tahun dari Bara itu menganggukan kepalanya. Ayah dari satu orang putri itu terlihat sangat berantakan sekali penampilannya. Bara pun tidak jauh berbeda, pria bermata hitam itu terlihat sudah bertelanjang dada sembari menyeruput kopi hitamnya.

"Pak Bara kan bisa lihat sendiri data datanya, cak mano pulo weh."

Ikhsan sudah terlihat lelah malam ini, waktu sudah menujukan pukul 8 malam namun berlembar lembar kertas belum juga mereka selesaikan.

"Dia menjabat sebagai wakil Direktur, tapi lagaknya bagai seorang Direktur Utama, ngeri eui."

"Hm, agak belagu juga orangnya tadi siang."

Bara terkekeh mendengar ucapan malas sepupunya itu. Ucapan Ikhsan memang tidak salah sama sekali, Bara pun bisa melihat betapa melangitnya pria itu saat bertatapan dengannya. Lalu kenapa Agatha mau dengan pria seperti itu. Ganteng? biasa saja, kaya? tidak juga masih wakil Direktur bukan pemilik, setia? Bara belum memastikannya, jadi apa yang bisa Bara simpulkan dari semua yang ada didalam diri pria itu.

"Wellcome to jalur Pesangon."

Barata bergumam pelan,mulai besok dia akan bersusaha mendekat kearah Agatha. Sebelum janur kuning melengkung dan ijab kobul terucap, Bara akan berperang perasaan sebelum tumbang.

💞💞💞

"Maaf ya aku tadi gak bisa lama lama ditempat kerja kamu."

Alvian menggengam kedua tangan Agatha dengan erat, pria itu terlihat menatap penuh harap pada gadis yang tengah menatapnya santai itu.

"Ya gak apa apa, itukan tempat kerja aku ngapain juga Mas Alvin lama lama disana. Memangnya ada keperluan apa, Mas Alvin kenapa bisa ada disana?"

Alvian terlihat semakin merapatkan tubuhnya kearah Agatha, dan itu membuat Agatha sedikit menggeser tubuhnya agar menjaga jarak dengan Alvian.

"Aku sedang mengajukan kerja sama dengan perusahaan tambang ADAM CORP, tapi sayangnya yang ada hanya Pak Ikhsan asistennya dan pria yang menjadi pengsawas pertambangan, sedangkan pemiliknya tidak ada. Semoga saja jalinan kerja sama aku diterima sama mereka nanti."

Agatha mengerenyitkan dahinya mendengar ucapan Alvian, kenapa Alvian mengangap Ikhsan sebagai asisten pertambangan bukan sebagai pengawas. Bukannya yang menjadi asisten itu Barata, pria cerewet yang selalu membuatnya heran.

"Bukannya asisten pertambangan itu ada di...,"

"Mas Vian silahkan diminum kopinya, maaf Via gak bisa ngasih camilannya."

Ucapan Agatha terpotong saat Elvia tiba tiba datang dan menyela ucapannya. Bahkan saudara tirinya itu malah menyunggingkan senyuman manisnya pada Alvian.

"Terimakasih Via, kopi buatan kamu juga sudah cukup buat aku."

Elvia semakin tersenyum lebar mendengar ucapan Alvian, sedangkan Agatha yang ada diantara mereka terlihat seperti mahkluk yang tidak terlihat. Lihat perhatian Alvian kini malah teralih pada Elvia yang memang cantik, putih, terawat tidak seperti dirinya yang setiap hari bau matahari serta asap dari kenalpot eksavator yang selalu Agatha kendalikan.

Kulitnya bahkan menjadi sedikit coklat karena bersentuhan langsung dengan matahari, bahkan kata teman teman seprofesinya tubuh Agatha lebih atletis dari pada mereka para pria yang ada dipertambangan kecuali Bara tentunya. Belum lihat betapa sexynya tubuh Barata.