After Dinner

To: Elise: Aku sedang berkencan dengan Paul Klug, kumohon selamatkan aku!

Aku melarikan diri untuk sementara dan bersembunyi di toilet restoran. Paul tak henti-hentinya menggodaku sejak kami bertemu tadi.

Sepertinya bukan masalah besar bagi Paul ketika beberapa orang datang ke meja kami untuk meminta tanda tangan, tetapi itu membuatku sangat tidak nyaman dan canggung.

From: Elise: Oh! Apa kau merasakan auranya?

Aku mengerang. Elise bukan orang yang bisa di harapkan sekarang. Kuputuskan meminta bantuan pada Stacey.

To: Stacey: Aku sedang makan malam bersama Paul.

Beruntung pikiranku sudah kembali normal setelah tidur lebih lama dan tubuhku juga segar. Tapi tetap saja, aku merasa canggung duduk berdua dengan Paul sementara orang-orang memandang kami dengan tatapan ingin tahu. Mungkin aku tidak akan segugup ini jika keadaannya seperti kemarin, tapi kali ini aku benar-benar sadar dan tahu apa yang sedang kulakukan.

From: Stacey: Benarkah? Bagaimana rasanya?

To: Stacey: Tidak terlalu buruk, tapi aku agak kurang nyaman duduk berdua dengannya, terutama saat orang-orang memperhatikan kami.

From: Stacey: Tenanglah, say... kau akan baik-baik saja. Jangan bilang kau sedang bersembunyi di kamar mandi?

To: Stacey: Hm... ya...

From: Stacey: Bitches! Kenapa kau selalu melakukan itu? Cepat kembali ke tempat dudukmu atau dia akan berpikir kau sedang mencret!

To: Stacey: Haha, thanks!

From: Stacey: Selamat bersenang-senang, Bee. Aku tidak sabar menunggu ceritamu.

Kumasukkan ponselku kembali ke dalam clutch kecil yang kubawa lalu merapikan gaunku sejenak.

Seperti yang dia janjikan, Paul menjemputku menggunakan Ferrari. Sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa aku tidak terlalu suka Ferrari atau mobil mewah semacam itu, tapi aku tidak mau merusak suasana, terlebih karena Paul sudah berbaik hati mentraktirku malam ini.

Setelah merapikan gaun putih bermotif bunga yang membungkus tubuhku dan memastikan riasanku masih normal, kuberanikan diri melangkah kembali ke meja kami.

Paul sengaja memilih meja di bagian sudut ruangan yang agak terpisah dari meja lainnya agar kami mendapatkan sedikit privasi. Kau tidak mungkin bisa dengan mudah bercengkerama dengan Paul Klug di tempat umum tanpa mengundang tatapan aneh dari orang-orang, terutama jika kau seorang wanita.

"Aku baru saja berpikir kau meninggalkanku, Rapunzel." katanya bergurau selagi lagi duduk di kursiku. Berseberangan dengannya.

Aku tertawa pelan, melatakkan dompetku di atas meja lalu menegakkan tubuh. "Maaf, aku hanya merapikan riasanku sebentar." gumamku padanya, dan dia mengangguk.

Paul mengenakan kemeja putih, lengannya tergulung hingga sebatas siku, dan celana panjang hitam. Keduanya tampak keren dalam menunjukkan lekuk tubuhnya yang indah, membuatku sulit menahan keliaran mataku saat memandangnya. Dia benar-benar tampan.

"Ceritakan padaku lebih banyak tentang dirimu," gumam Paul seraya menyandarkan punggungnya sementara jemarinya saling bertautan di atas meja. "Sepertinya kau bukan tipikal orang yang mudah bergaul, ya?"

Aku mengedikkan bahu. "Aku lebih senang mendengar dari pada berbicara," balasku, tersenyum menikmati caranya menatapku. Dia tampak tidak terganggu dengan apapun.

"Baiklah," Paul tertawa pelan. "Bagaimana jika aku bertanya dan kau menjawab?"

Alisku terangkat merespon ucapannya. "Oke. Kau boleh bertanya, tapi aku tidak berjanji akan menjawab semua pertanyaanmu."

"Tidak masalah, setidaknya aku akan mencoba." Wajahnya mendadak terlihat sangat antusias, seringai genit muncul di sudut bibirnya. "Berapa umurmu, Bianka?"

"22 tahun." jawabku. "Dan kau?

"28." Paul menyeruput kopi di hadapannya.

Kami sudah menyelesaikan makanan sebelum aku melarikan diri ke toilet tadi, dan memutuskan memesan kopi untuk menemani selama kami mengobrol.

Paul terdiam selama beberapa detik dengan raut seakan sedang mempertimbangkan pertanyaan berikutnya, yang menurutku sangat ingin ditanyakannya sejak kami bertemu semalam. "Kenapa kau memilih menjadi perawat? Aku yakin pasti ada alasan khusus untuk itu."

Terlalu sensitif. Aku tidak akan menceritakan alasan yang sejujurnya kenapa aku ingin menjadi perawat. Belum pernah mengatakan tentang itu pada siapapun. Selama ini aku menyimpannya untuk diriku sendiri dan aku lebih suka membiarkannya tetap seperti itu.

"Aku ingin membantu orang lain."

"Kenapa?"

Aku tersenyum lalu menggeleng pelan. "Pertanyaan berikutnya, Paul."

Paul mengangguk pasrah, menuruti permintaanku yang tegas agar dia tidak melanjutkan topik pembicaraan dalam hal ini. "Kau tahu? Kau terlihat cantik saat menggunakan gaun, love. Khususnya kemarin dan malam ini." Dia sedang menggodaku, tersenyum ketika aku tertawa menanggapi perkatannya.

"Terima kasih. Omong-omong soal gaun, apa kau tahu apa yang terjadi dengan gaun yang kukenakan kemarin? Saat aku bangun, gaunku sudah berganti..." Aku mengambil kesempatan untuk menanyakan tentang itu.

Paul menyeringai, mengangkat bahu cuek. "Ya, aku tahu. Apa kau yakin ingin mendengarnya?"

"Ya, katakan padaku. Itu bukan gaun yang murah, dan merupakan salah satu yang paling kusukai."

Aku jarang berbelanja sejak kembali ke Jerman karena aku harus berhemat hingga pinjaman bank-ku selesai. Setengah gaji yang kudapat dari rumah sakit habis untuk membayar pinjaman itu setiap bulan, sementara setengah lainnya untuk memenuhi kebutuhanku. Jadi, kehilangan satu gaun tentu bukan sesuatu yang menguntungkan.

"Itu sangat memalukan, love. Aku ragu kau akan mendapatkan gaun itu kembali." Paul menyeringai lagi dengan mata berkilat-kilat senang. "Kemarin kau mengajakku menari dan aku menemanimu. Well, kau memang menari dan aku berusaha mengimbangimu." Paul terkekeh sebelum melanjutkan ucapannya. "Hingga beberapa menit kemudian seorang gadis mendekatimu, dia bilang dia menyukai gaunmu. Kalian mulai membahas hal-hal yang disukai para cewek, kau tahulah... kalian selalu histeris ketika membicarakan gaun atau semacamnya. Sialnya, kalian sedang mabuk..."

"Apa yang terjadi pada gaunku, Paul?" tanyaku tak sabaran, mulai cemas membayangkan sesuatu yang aneh yang mungkin sudah kulakukan semalam.

"Kalian bertukar gaun di lantai dansa," Theo tidak sanggup lagi menahan tawanya saat melihat ekspresiku yang mengenaskan.

"Oh, Lord!" Aku menggelengkan kepala tak percaya sembari menutup wajah dengan kedua tangan. "Itu benar-benar bodoh dan sangat memalukan." Aku ikut tertawa pada akhirnya.

"Tidak juga... semua orang yang berada disana sedang mabuk. Jadi kurasa mereka tidak akan ingat apa yang mereka lihat semalam."

"Ah..." Aku mengerang, mengutuk diriku sendiri. Bagaimana mungkin aku melepas pakaian di tengah-tengah kerumunan orang, terutama di hadapan Paul Klug?! Terkutuklah kau, Bianka!

"Tidak usah malu, love. Lagi pula, aku sangat menikmati pertunjukanmu." katanya meledek, membuat wajahku semakin panas menahan malu.

***

Satu jam kemudian, Paul mengantarku pulang ke rumah. Ujung jemariku mulai terasa gatal, secara fisik ingin menyentuhnya. Menarik tengkuknya dan menciumnya, mungkin? Namun meskipun dengan semua sikapnya yang santai dan godaan yang dilontarkannya kepadaku sepanjang pertemuan kami, aku tidak yakin seratus persen kalau Paul merasa tertarik kepadaku seperti aku tertarik padanya.

Dan aku tidak mungkin mempermalukan diriku dengan menciumnya begitu saja, kan?

"Kau benar-benar teman mengobrol yang asyik, Bianka." kata Paul sembari memelankan laju mobil ketika kami tiba di jalan kecil menuju rumahku.

Aku berpaling menolehnya dan tersenyum malu. "Kau juga menyenangkan, Paul." balasku. Aku menyusurkan jemariku ke rambut, mulai merasa lelah. Belum lagi aku harus menyelesaikan tugas yang diberikan dr. Grey kemarin.

"Boleh aku mampir sebentar? Untuk minum teh, mungkin?" Paul bertanya selagi aku membuka sabuk pengaman. Aku memutar kepala ke arahnya, tak bisa menyembunyikan ekspresi keraguan yang tergambar jelas di wajahku.

Apakah ini kencan sungguhan? Apa yang ingin dia lakukan di rumahku?

Paul seorang atlet profesional, dan aku yakin jadwalnya pasti sangat padat, jadi kemungkinan kami akan bertemu kembali setelah malam ini rasanya agak mustahil. Di samping itu, aku menyukai momen ketika kami mengobrol, mungkin lebih dari pada yang sepantasnya.

Aku mengamatinya selama beberapa saat menimbang permintaannya. "Okay." gumamku pada akhirnya, sementara kepalaku mulai bergejolak dengan pikiran-pikiran aneh.

"Jadi, kenapa kau mengatakan Carl yang membuatmu tertarik pada sepak bola kemarin?" Aku bertanya begitu Paul menutup pintu mobil di belakangnya, lalu menautkan jemarinya padaku.

Well, perubahan sikapnya tiba-tiba membuatku kurang nyaman meski sekujur tubuhku merasa hangat oleh sentuhannya, dan aku mengumpat pada reaksiku yang begitu kentara.

"Kami berteman sejak kecil. Carl dan aku mengenal sepak bola bersama-sama," jawab Paul, tanpa melepaskan tatapan dariku. "Dia yang membuatku bersemangat, dan sekarang, kau tahulah... kurasa kami memilih profesi yang tepat." gumamnya sambil menyombongkan diri.

Ya, harus kuakui dia memang berhasil sebagai atlet. Berkat karirnya yang cemerlang, dia hidup dalam segala kemewahan yang dia dapatkan hanya dengan menendang bola.

"That's cute." balasku, melepaskan tangannya untuk meraih kunci dari clutch bag-ku dan membuka pintu.

Begitu kami masuk, aku bersyukur dalam hati karena rumahku sedang dalam keadaan layak huni. Bersih dan rapi. Aku tidak mau repot-repot menebak apa yang ada di pikiran Paul saat memasuki rumahku. Aku tuan rumah, dan dia hanya tamu. Terserah dia mau berpikir seperti apa.

"Aku menyukai rumahmu. Kelihatan nyaman." Wow, apa dia seorang pembaca pikiran?

Aku tersenyum, mengamati selagi Paul berjalan masuk. Aku memandangi punggungnya yang kekar. Ya Tuhan... dia benar-benar sempurna.

Ketika kunyalakan lampu dan menutup pintu, aku nyaris tertawa melihat Frosty yang memandang Paul dengan tatapan mengancam sementara Paul balas mengamati Frosty dengan kening berkerut.

"Itu kucingku, Frosty. Dia agak... hmm, protektif, kurasa?" gumamku lalu tertawa pelan.

Paul menyeringai padaku. "Sial. Apa aku harus mengantisipasi cakaran pada asetku?" Paul menunjuk wajahnya, membuatku tertawa lagi. Aku menggoyangkan kepala seraya menepuk lengannya pelan. "Kau sangat cantik, Bianka." Tiba-tiba dia merubah topik pembicaraan.

Aku mengerjap perlahan, napasku tercekat ketika dia membalikkan tubuhnya ke arahku dan beringsut mendekat, matanya lekat menatapku. Sepertinya dia akan menciumku dan pikiranku mulai gila membayangkan itu.

Aku terpaku memandangi bibirnya sementara Paul menyadari apa yang kulakukan dan dia menyeringai genit sambil menarik pinggangku. Paul memejamkan mata, memajukan wajahnya, nyaris menciumku hingga Frosty mendesis dan mengeong, jelas tidak senang menyaksikan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Aku mengumpat dalam hati ketika Paul mundur selangkah lalu menundukkan kepala. "Dia sangat protektif, ya?" katanya sambil terkikik geli.

Aku berdeham, menarik kembali pikiranku. Kenapa Paul harus berhenti karena Frosty? Tidak mungkin dia takut pada seekor kucing yang bahkan tidak bisa bicara, kan? Lalu, apa alasannya berhenti?

"Ya, gitu deh," balasku lemah, masih kecewa karena gagal menciumnya. "Aku akan membuatkan teh."

"Okay." Paul mengikutiku berjalan ke dapur. "Apa kegiatanmu minggu depan?" tanyanya seraya menempelkan bokongnya di salah satu kursi dan mengawasi gerak-gerikku selagi aku membuat teh untuk kami.

"Minggu depan?" Aku meliriknya sekilas, nyaris tersipu melihat betapa tampannya dia saat menyandarkan tangannya ke tepi meja, kemeja putihnya memperlihatkan lengannya, yang anehnya sangat menarik perhatianku. Beberapa kancing bagian atasnya terbuka, membuatku ingin segera melepaskan kemeja itu dari tubuhnya.

"Ya. Kau bekerja di rumah sakit, kan?"

"Oh, ya, aku bekerja disana sebagai perawat magang," Aku meraba-raba kantung teh. "Sambil mencari pengalaman kerja atau semacamnya..."

"Kapan kau libur?" tanya Paul, tampak amat santai sementara aku berjuang agar tidak menumpahkan air yang mendidih dengan tanganku yang gemetar.

Aku tidak terlalu bagus untuk urusan dapur, dan teman-temanku sering meledekku dengan itu. Tapi kurasa hari ini aku cukup bangga karena berhasil membuat teh tanpa menghanguskan air, terutama di depan Paul Klug. Ini sebuah pencapaian yang luar biasa. Kerja bagus, Bianka...

Aku menatap Paul lagi. "Hmm, selama di rumah sakit aku selalu mendapat jadwal jaga malam hari, dan ini pertama kalinya aku libur dalam beberapa bulan terakhir." Aku menyodorkan segelas teh ke hadapannya, lalu duduk berseberangan dengannya. "Silahkan..."

"Thank's, love..."

Episodes
1 Rude Boy
2 At the club.
3 The Football Player
4 The Next Morning
5 After Dinner
6 That Damn Glove.
7 Start From Tonight
8 Interruption
9 One Hectic Day
10 Attention.
11 Another Gossip
12 Met Him Again
13 A Cup Of Tea
14 From Tea To Movie
15 Second Night
16 Pillow Talk
17 Morning Run
18 Another Dinner
19 More Gossip
20 After Publicity
21 Watching The Practice
22 Movie Theater
23 Family Call
24 Live in The Moment
25 Watching The Game
26 Pissed Off Football Player
27 Explanation
28 After Explanation
29 Heart To Heart
30 Officially Together
31 Learning Football
32 Girls Night
33 Come Back Home.
34 Sneak In.
35 Dad's Birthday
36 Leaving To Russia
37 Family Time
38 Work Day
39 Bed Time Call
40 Another Bed Time Call
41 Fly to Russia
42 The Intruder
43 Meet Cristiano
44 Paul And His Lies
45 Getting Harder
46 An Explanation
47 She's Leaving
48 Talk To Louis
49 Before The Lunch
50 Talking Time
51 About Student Loan
52 Deja Vu
53 Heart To Heart
54 First Wave End.
55 After The Storm.
56 On The Way Home
57 Meet The Family
58 Little Interrupter
59 Couple Of The Night
60 Propose
61 After The Sweet Propose.
62 Try, At Least
63 The Day Has Come
64 Still Doing Good
65 Met His Mom
66 Surprise!
67 Before Dinner
68 About The Future.
69 A Moment To Remember
70 Still Survive
71 Elliot Birthday Party
72 Surprise!
73 Problem Solve.
74 Love In The Kitchen
75 A Happy Day
76 Wedding Day!
77 After The Wedding
78 Honeymoon Failed.
79 At Anne's House
80 Preggo Woman.
81 Small Accident
82 Marriage Couple Fight
83 It's done
84 Shit's about to go down!
85 Drowned.
86 Betrayed.
87 Surprise!
88 Unexpected.
89 A chance.
90 No chance?
91 Too late?
92 I forgive you.
93 A desperate men
94 He is not Paul
95 Second Proposal.
96 Sebastian Out
97 Back into you
98 The Make Up Night.
99 Back to routine.
100 Love is in the air.
101 Storm coming up
102 Fallen
103 Hell on earth
104 Rejection
105 Maybe.
106 Broken Heart.
107 Another break down
108 Drowning in pain.
109 Illusion.
110 Misunderstanding
111 A way
112 Happiness.
113 Drunk Bianka
114 A night after.
115 Togetherness.
116 Starting the life.
117 Christmas.
118 Two drunk men.
119 The prank.
120 Another moment in life.
121 Surprise!
Episodes

Updated 121 Episodes

1
Rude Boy
2
At the club.
3
The Football Player
4
The Next Morning
5
After Dinner
6
That Damn Glove.
7
Start From Tonight
8
Interruption
9
One Hectic Day
10
Attention.
11
Another Gossip
12
Met Him Again
13
A Cup Of Tea
14
From Tea To Movie
15
Second Night
16
Pillow Talk
17
Morning Run
18
Another Dinner
19
More Gossip
20
After Publicity
21
Watching The Practice
22
Movie Theater
23
Family Call
24
Live in The Moment
25
Watching The Game
26
Pissed Off Football Player
27
Explanation
28
After Explanation
29
Heart To Heart
30
Officially Together
31
Learning Football
32
Girls Night
33
Come Back Home.
34
Sneak In.
35
Dad's Birthday
36
Leaving To Russia
37
Family Time
38
Work Day
39
Bed Time Call
40
Another Bed Time Call
41
Fly to Russia
42
The Intruder
43
Meet Cristiano
44
Paul And His Lies
45
Getting Harder
46
An Explanation
47
She's Leaving
48
Talk To Louis
49
Before The Lunch
50
Talking Time
51
About Student Loan
52
Deja Vu
53
Heart To Heart
54
First Wave End.
55
After The Storm.
56
On The Way Home
57
Meet The Family
58
Little Interrupter
59
Couple Of The Night
60
Propose
61
After The Sweet Propose.
62
Try, At Least
63
The Day Has Come
64
Still Doing Good
65
Met His Mom
66
Surprise!
67
Before Dinner
68
About The Future.
69
A Moment To Remember
70
Still Survive
71
Elliot Birthday Party
72
Surprise!
73
Problem Solve.
74
Love In The Kitchen
75
A Happy Day
76
Wedding Day!
77
After The Wedding
78
Honeymoon Failed.
79
At Anne's House
80
Preggo Woman.
81
Small Accident
82
Marriage Couple Fight
83
It's done
84
Shit's about to go down!
85
Drowned.
86
Betrayed.
87
Surprise!
88
Unexpected.
89
A chance.
90
No chance?
91
Too late?
92
I forgive you.
93
A desperate men
94
He is not Paul
95
Second Proposal.
96
Sebastian Out
97
Back into you
98
The Make Up Night.
99
Back to routine.
100
Love is in the air.
101
Storm coming up
102
Fallen
103
Hell on earth
104
Rejection
105
Maybe.
106
Broken Heart.
107
Another break down
108
Drowning in pain.
109
Illusion.
110
Misunderstanding
111
A way
112
Happiness.
113
Drunk Bianka
114
A night after.
115
Togetherness.
116
Starting the life.
117
Christmas.
118
Two drunk men.
119
The prank.
120
Another moment in life.
121
Surprise!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!