"Miss Julia, do you have class this evening?" Miss Maya, staff front office yang juga rekan kerja Julia memastikan jadwal kelas.
"No Miss, I'm free until 5 p.m why?" Jawabnya.
"I just want to make sure … because I already made a schedule for you to do an assessment test at 4 p.m. Can you do that?"
"Ok, nevermind. I'm free anyway." Julia meyakinkan.
"Then, I'll let you know when the student come!"
"Thank you Miss Maya!"
"You're welcome." Miss Maya meninggalkan ruang guru.
Julia memijat jari-jarinya yang pegal sehabis menulis laporan untuk orang tua murid yang naik level. Kini hari-hari Julia diisi dengan kerja dan kerja. Ia bekerja disebuah kursus Bahasa Inggris berlisensi dari Australia. Julia memilih bekerja di tempat kursus ini karena gajinya yang lumayan besar.
Sudah rahasia umum kalau menjadi guru di sekolah formal apalagi yang masih honorer gajinya kecil. Ada seorang teman kuliah Julia mengeluhkan gajinya mengajar di sebuah SMP Negeri yang hanya dibayar dua ratus lima puluh ribu! Itupun dibayar per tiga bulan sekali.
Betapa kecilnya penghargaan terhadap guru yang telah berjuang mengerahkan tenaga dan pikiran mendidik anak bangsa. Sesuai dengan slogan, guru pahlawan tanpa tanda jasa.
Walau bagaimanapun, menjadi guru adalah cita-cita Julia sejak kecil. Ada kepuasan tersendiri jika ia berhasil membuat murid memahami pelajaran. Julia senang jika murid berhasil mempraktekkan bahasa Inggris dalam percakapan. Saat mereka berhasil memahami grammar dan menerapkannya dalam tulisan. Atau ketika muridnya mendapat nilai baik dalam pelajaran Bahasa Inggris di sekolah.
Saat Julia memilih jadi guru, ia sadar penghasilannya tidak akan sebesar gaji teman-teman yang bekerja kantoran. Tapi Julia tidak menyerah mencari cara mendapatkan income tambahan untuk membantu perekonomian keluarga.
Karena itulah, ia sangat bersyukur diterima bekerja di tempat kursus ini. Gajinya sangat lumayan bahkan seperempatnya bisa ia tabung.
Untungnya perekonomian keluarga sudah mulai membaik semenjak Julia dan kakaknya sama-sama bekerja. Sekarang Ibu bisa menabung untuk uang muka KPR rumah. Dengan penghasilan Ibu yang pas-pasan, sulit untuk membeli rumah secara cash. Tabungan Ibu sebelumnya sudah tiris untuk biaya kuliahnya dan Lucy.
Bisa selesai kuliah saja sebuah keajaiban buat mereka. Saat terdesak Ibu biasa menjual emas tabungannya. Terkadang jika benar-benar sulit Ibu akan bermuka tebal meminjam uang pada saudara.
Alhamdulillah semua masa sulit itu sudah berlalu. Kini Julia akan membahagiakan Ibu. Julia tidak bisa berharap banyak pada kakaknya -- Lucy. Semenjak Lucy bekerja dan memegang uang sendiri ia jarang membantu Ibu. Entah apa yang membuat Lucy berubah dari gadis sederhana menjadi gadis gemar bergaya. Tapi Julia tidak bisa melarang karena uang itu hak Lucy. Toh Lucy berfoya-foya dengan uangnya sendiri.
"Miss Julia, the student is coming! She is already waiting in the assessment room." Miss Maya membuyarkan lamunan Julia.
"All right, I'll meet her right now," Julia bangkit mengemas form asesmen untuk menguji calon siswa baru.
***
Setelah menguji calon siswa, Julia lanjut mengajar kelas terakhir. Kelas ini untuk level senior. Siswanya rata-rata murid SMA national plus. Materi yang ia ajar adalah reading comprehension untuk persiapan UN.
Julia tahu membaca adalah hal yang membosankan bagi sebagian orang, jadi sebagai selingan ia memberi mereka game menulis penggalan lirik lagu berbahasa Inggris. Selain sebagai hiburan, game ini mengasah kemampuan listening mereka.
Pukul 6.50 malam, waktunya Julia menutup kelas. Tak lupa ia memberi siswanya tugas untuk membuat cerita pendek agar grammar mereka semakin bagus. Setelah semua siswa bubar, Julia menuju ruang guru. Rekan kerjanya yang lain sudah bersiap-siap untuk pulang.
Julia menyapa dan melempar candaan ringan pada rekan kerjanya yang lain sambil menunggu waktu check log pulang. Kadang tertawa mampu menghilangkan penat setelah seharian berkutat dengan pekerjaan.
"Miss Maya, I'm done for today. See you tomorrow. Bye!" Julia pamit padanya.
"Yup, see you tomorrow, bye!" Miss Maya melambaikan tangan.
Julia menuju parkir tempat sepeda motor maticnya berada. Julia masih punya satu tempat lagi yang harus ia datangi, rumahnya Tante Tati. Julia diminta mengajar privat anak lelakinya -- Adib yang masih kelas 5 SD. Julia dibayar tujuh puluh lima ribu per meeting selama 1,5 jam. Tante Tati memintanya datang tiga kali seminggu.
"Lumayan, untuk nambah beli bensin." Pikir Julia.
Butuh waktu 15 menit untuk sampai ke rumah Tante Tati. Sesampainya disana Julia izin untuk sholat Isya sebelum mulai mengajar. Selepas sholat Isya Julia beristirahat sebentar sambil ngemil makanan yang disuguhkan Tante Tati. Beliau orang yang murah hati selalu menyajikan cemilan yang enak-enak. Mungkin beliau tahu Julia lelah dan lapar sepulang kerja.
Pukul 7.30 Julia mulai mengajar Adib, yang mata pelajarannya berdasarkan request. Adib sebenarnya pintar hanya gampang bosan. Karena itu harus dipandu saat belajar. Kadang Julia hanya membantu Adib mengerjakan PR dan mempersiapkan ujian. Kalau Adib tidak mood belajar dan sedang manja Julia akan menyiapkan quiz kejutan berhadiah. Hadiahnya berupa pensil, buku tulis atau coklat. Tapi Adib benar-benar happy mendapatkan hadiah kecil darinya.
Julia melirik jam tangannya, sudah menunjukkan pukul 8.55 waktunya ia mengakhiri sesi les hari ini. Adib sudah menyelesaikan PR, tinggal mengulang-ulang hafalan untuk ujian kewarganegaraan besok.
"Adib yuk kita simpan buku-bukunya. Sudah hampir jam 9, waktunya kakak pulang," Julia mengingatkan Adib.
"Ohiyaaa kak!" Adib mengemas bukunya dan membawa ke kamar.
"Jul, ini ada ayam KFC untuk makan malam. Makasih ya udah ngajar Adib hari ini," Tante Tati menyodorkan sekotak ayam franchise tersebut.
"Makasih banyak Tante, repot-repot aja nih. Saya jadi sungkan." Julia menerima sekotak ayam yang aromanya membuat perut lapar.
"Kenapa harus sungkan sih, saya yang berterima kasih. Adib nilainya semakin bagus efek rajin belajar sama kakak Julia!"
"Alhamdulillah, kalau ada peningkatan ya Tante. Adib udah pintar dari sananya hanya perlu dimotivasi aja Tante." Jawab Julia jujur.
"Itu dia yang saya nggak bisa Jul. Semua kata-kata saya masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Adib nggak mau dengar! Kalau orang lain yang nasehatin, baru mau dia!" Tante Tati misuh-misuh lucu.
"Hehehe …. "
"Ohya, Julia pernah ikut kajian ilmiah Islam nggak?"
"Belum pernah ikut Tante, selama ini sibuk kerja." Julia memberi alasan.
"Kalau bisa luangkan waktu ikut kajian ya Jul. Julia kan masih muda ... tenaga, waktu, fikiran masih lapang. Sayang kalau sibuknya hanya untuk urusan duniawi aja."
"Hehehe iya Tante," Julia menggaruk-garuk jilbabnya.
"Kalau bisa datang ya setiap hari Jumat pagi jam 8 di masjid Fastabiqul Khairat yang di jalan Sudirman. Masjid yang gedee itu. Julia tahu kan?"
"Tahu Tante, nanti kalau Julia ada waktu InsyaAllah datang."
"Disempatkan ya Jul, Tante lihat kamu tuh berbeda dari anak gadis biasanya. Kamu giat bekerja, sopan, ramah, penyayang sama anak-anak. Tante inginnya Julia kumpul sama komunitas kebaikan."
"Makasih pujiannya Tante." Julia tersipu.
"Tante nggak muji lho ya ini beneran. Banyak lho anak gadis seusia Julia yang ikut. Jangan minder, pengajian bukan hanya untuk Ibu-ibu beranak tiga seperti Tante aja lho!"
"Hehehe, makasih infonya ya Tante. Sudah malam Julia pamit dulu." Julia mengecek arloji. Sudah pukul 9 lewat 5 menit.
"Tunggu Tante panggil Adib dulu ... Adiiiiibbb! sini salam sama kak Julia dulu!" teriak Tante Tati.
Adib berlari-lari kecil dari kamarnya untuk menyalami Julia, "Hati-hati pulangnya ya kak Jul."
"Iya Adib, semangat ujiannya besok ya. Semoga benar semua!" Julia mengepalkan tangan menyemangati.
"InsyaAllah kak."
"Yuk Tante, saya pulang ya." Sembari menstarter motornya.
"Hati-hati ya Jul …. " Tante Tati dan Adib melambaikan tangan.
***
Motornya melaju membelah malam, ia merapatkan jaket untuk menahan hawa dingin yang menusuk tulang. Ah, inilah kehidupan manusia dewasa. Bekerja keras demi uang untuk menyambung hidup dan tanggung jawab.
"Akhirnya aku berada di fase ini, fase yang penuh perjuangan."
Kadang Julia berpikir kalau Ayah masih hidup akankah hidupnya berbeda. Setidaknya mereka punya rumah sendiri. Julia menggelengkan kepala. Ia sadar manusia tidak boleh berandai-andai. Manusia diciptakan untuk menjalani takdirnya masing-masing.
Inilah takdirnya dan ia akan mengubah jalan hidup dengan usahanya sendiri. Bukankah nikmatnya istirahat didapat setelah penat bekerja. Begitu juga dengannya ... InsyaAllah suatu saat nanti ia akan memetik buah yang manis dari jalan hidupnya yang berliku.
"Kruuuyukkkkk!"
Perutnya meronta minta makanan.
Julia mempercepat laju motornya, tak sabar menikmati lezatnya ayam goreng bersama Ibu dan Lucy. Semoga mereka belum tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
🍾⃝Tᴀͩɴᷞᴊͧᴜᷡɴͣɢ🇵🇸💖
Aku ikutan lapar nih bacanya
2020-09-10
0
Radin Zakiyah Musbich
mampir ka ❤️❤️
bagus ceritanya.... 👍
jangan lupa mampir di karyaku dg judul "AMBIVALENSI LOVE" ya...
tentang cinta beda agama 😊
ditunggu....
2020-09-04
1
Saree
Sarah 🖤🖤🖤
2020-08-31
1