Jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Ara sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Kampus. Pagi ini gadis itu begitu bersemangat, karena hari ini adalah hari pertama dirinya untuk mengikuti kelas sebagai mahasiswa Fakultas ekonomi dan bisnis yang ia tempuh.
Senyum manisnya tetap merekah, gadis itu masih tak beranjak memandangi dirinya di depan cermin. Bawahan jeans dan kaos berwarna pastel menambah kesan segar bagi gadis sembilan belas tahun itu.
"Perfect!" gumamnya sebelum akhirnya ia keluar dari kamarnya untuk bergabung dengan keluarganya yang sudah menunggu untuk sarapan pagi.
"Selamat pagi Mami, Papi." Ara menarik kursi ke belakang untuk ia duduki.
"Selamat pagi juga Queen Aurora Rahardian." Viona, mami Ara membalas ucapan putri semata wayangnya itu dengan penuh kasih sayang. Haris, papi Ara hanya tersenyum, senyum penyemangat bagi Ara.
"Sekolah yang benar, jangan pacaran dulu." Haris memulai wejangan paginya yang kemudian di angguki oleh Ara.
"Papi, sama anak jangan terlalu mengekang deh, anak kita kan sudah kuliah, dia bukan anak SMA lagi. Sudah seharusnya dong Ara mulai belajar mengenal cowok lebih dalam." Viona memberi penjelasan yang mendapat respon senyuman Ara begitu mendengarnya.
Haris terdiam sambil menatap dua orang perempuan yang sangat berarti dalam kehidupannya. "Nanti papi siapin calon yang bagus buat Ara." ucapnya, kemudian kembali lahap menyantap sarapannya.
Ara merengut, "Hellow..... ini sudah bukan jaman siti nurbaya lagi, kesel deh ma papi," protesnya. tentu tak akan terdengar oleh Haris karena itu hanyalah teriakan hati Ara yang tak pernah berani membantah omongan Haris secara langsung.
Viona mengusap-usap punggung Ara. "Kalo nanti udah nemu calon sendiri, segera kenalin ke mami sama papi. Tapi Ara tau kan bagaimana kriteria cowok yang papi mau?"
Lagi-lagi Ara memasang wajah jutek, siapa yang tidak tahu dengan tipekal menantu idaman papinya? Selain harus sudah mapan, Haris lebih suka tipe-tipe cowok pekerja keras dan paham dengan bisnis perusahaan orang tuanya.
Aaaah... Ara menghembus nafas kesal, bagaimana mungkin ia akan menemukan cowok seperti yang di idamkan papinya selain cowok seperti itu adanya di kantor. Padahal Ara sendiri hanyalah mahasiswi yang setiap harinya akan selalu bertemu dengan mahasiswa yang notabene masih pelajar.
Tak mau ambil pusing, Ara menengguk susu coklat kesukaannya yang sudah tersedia di depannya hingga tandas.
"Gak sarapan dulu, Ara?" Viona menanyainya begitu mendapati Ara yang sudah berdiri dan mengaitkan tas selempangnya.
"Ara mau sarapan di kantin aja, Mi." Tiba-tiba nafsu makannya tak berselera setelah melewati obrolan pagi ini.
"Mau bareng sama papi?" Haris menyudahi sarapannya.
"Gak usah, Pi, Ara berangkatnya bareng Sisil kok."
"Ya sudah."
Ara meraih tangan kanan Haris kemudian menciumnya takdzim. Viona mengantar Haris hingga teras depan, sebelum akhirnya Haris pergi berangkat kerja.
Ara merogoh ke dalam tasnya begitu ponselnya bergetar menandakan ada panggilan masuk.
"Oke! Gue tunggu di depan ya," ucapnya begitu menerima telpon dari Sisil yang mengabarinya sudah berada di jalan.
"Mami, Ara berangkat kuliah dulu ya."
"Hati-hati ya, jangan sembarangan cari teman." Viona mencium pipi Ara sebelum kemudian Ara keluar dari rumahnya untuk menemui Sisil yang ternyata sudah sampai.
Ara membanting tubuhnya kasar ke kursi begitu ia sudah berada di dalam mobil Sisil.
"Kenapa lo, pagi-pagi dah manyun gitu?" Sisil menanyainya curiga.
"Suntuk gue!" Ara menyahut tak gairah.
"Tumben amat?" Perlahan Sisil melajukan mobilnya yang akan membawanya ke Kampus.
Sisil melirik ke arah Ara yang pagi ini lebih banyak diam. Entah apa yang sedang di pikirkannya, mungkin sesuatu yang membuat hatinya tak enak hingga berwajah masam seperti saat ini.
"Siapa nih yang lupa sama kobaran semangatnya semalem, gimana Zayn mau ngelirik kalo wajah lo tekuk kayak gitu." Sisil mencoba menggoda Ara tentang obrolan mereka semalam via telepon.
Tiba-tiba Ara memasang senyum manisnya lagi. ZAYN, hanya mendengar namanya saja sudah mampu membuat Ara kembali ceria.
Sisil ikut tersenyum mendapati Ara yang kembali tersenyum semangat.
Empat puluh menit perjalanan, mobil Sisil sudah terparkir rapi di area Kampus. Ara dan Sisil sama-sama turun, sengaja mereka datang lebih awal satu jam dari kelas semata-mata agar bisa bersantai dulu di kampus, sembari menikmati siomay dan mie ayam menu favorit mereka di kantin.
Netra Ara menghunus tajam memandang ke seluruh area kampus yang telah di lewatinya, tapi tak kunjung menemukan sosok yang ia cari.
"Do'i kan kuliahnya udah kelar, jadi gak mungkin lah setiap hari nongol di kampus kecuali ada keperluan lain." Sisil menyela di saat Ara masih terus mencari keberadaan Zayn di kantin.
Ara tertunduk, lalu ia melahap satu persatu siomay yang ia pesan di ikuti sisil yang turut melahap mie ayam pesanannya lebih nikmat.
"Hay ladies." Tommy menepuk meja mengagetkan Ara dan Sisil yang tengah fokus menikmati makanannya. Seperti biasa, Tommy langsung bergabung dengan mereka meski tanpa persetujuan dari mereka.
"Apa nih?" Tommy meraih paper bag berwarna maroon yang sedari tadi berada di atas meja Ara dan Sisil.
"Oohh...," ucapnya begitu mengetahui isi di dalamnya adalah pakaian Zayn yang sudah bersih dan wangi.
"Gak sopan!" Ara meraih kasar paper bag yang masih dipegang Tommy.
"Kalo mau nyari Zayn hari ini dia di perpus, lagi kencan sama Bella." Tommy sedikit memelankan suaranya ke arah Ara di kalimat terakhirnya.
Ara tak merespon apa-apa, sampai akhirnya Tommy pergi dari hadapan mereka dan entah kemana.
"Sil, gue ke perpus dulu ya."
Sisil mengangguk, kemudian ia kembali menikmati makanannya yang tersisa setelah mendapati ara yang raib dari pandangannya.
Ara berjalan gontai menuju ruang perpustakaan. Sebenarnya ia tak mau percaya begitu saja dengan apa yang Tommy bilang barusan, sebelum ia mendapatkan bukti kebenaran itu sendiri.
Pandangannya menyapu ke seluruh area ruang perpustakaan mencari keberadaan Zayn, namun nihil. Mungkin mereka, Zayn dan Bella sudah keluar tadi.
Ara tetap tak patah semangat, ia mulai mencari kembali keberadaan Zayn di sekitaran perpustakaan. Hari ini ia benar-benar ingin segera mendapatkan kebenaran itu, sebelum hatinya terlanjur jatuh lebih dalam ke dalam gelora asmaranya terhadap Zayn.
Taman samping ruang perpustakaan, di sinilah Ara menemukan keberadaan Zayn. Tapi ia tak sendiri, ada Bella yang juga duduk bersebelahan dengan Zayn begitu manja.
Hufh.... Ara menarik nafasnya kemudian mengeluarkannya perlahan. Hal itu ia lakukan berulang-ulang agar lebih terlihat rileks di depan Zayn nanti.
Langkah kakinya menuju ke tempat Zayn dan Bella yang sepertinya terlibat perbincangan serius di antara mereka.
Ara hanya berdiri mematung begitu Zayn mengetahui kedatangannya. Sedangkan Bella seketika berwajah jutek memandang Ara. "Ada apa lo ke sini?" tanyanya ketus.
Ara memilih tak menyahuti pertanyaan Bella. Ia tersenyum menatap Zayn yang juga tersenyum menatapnya.
"Ini--" Ara menyodorkan paper bag yang di pegangnya itu kepada Zayn dan disambutnya lembut.
"Makasih," ucap Ara begitu Zayn menerima dan mengintip isi dari paper bag tersebut.
Lagi-lagi Zayn hanya mengulas senyum kepada Ara dan ini cukup membuat kikuk perasaan Ara terhadap Zayn yang telah menjadi pangeran hatinya.
"Kalo udah gak ada urusan mending cabut deh, gangguin orang lagi pacaran aja," ucap Bella di ikuti pandangan heran Zayn kepada Bella karena ucapannya itu, dan Bella membalas tatapan itu sambil tersenyum manis.
Jleb!
Hati Ara seketika pias mendengarnya, binar matanya tak sanggup berbohong ada rasa kecewa di dalamnya. Ia ingin menangis juga marah. Cuma ia tidak ada hak itu, karena Ara kembali di sadarkan bahwa dirinya bukan siapa-siapanya Zayn.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Utiyem
hedeh ni bela enaknya diapain yak? sebel sama ular keket model begini
2023-09-18
1
Yani Cuhayanih
Bela mulut lo tuh eembeeer...
2023-01-02
0
Ufuk Timur
patah hati duluan klo kyk gini🤭🤭
2022-01-23
1