Rumit

Sesampainya dikamar Dennis, Nisa tak melihat Dennis di kamarnya. Tiba-tiba seseorang menutup kedua mata Nisa dengan kain penutup dan berkata,

"Jangan teriak, jalan aja sesuai arahanku."

"Mas Dennis mau bawa aku kemana?" tanya Nisa khawatir.

"Udah ikut aja. Aku enggak bakal macem-macem kok." Jawab Dennis seraya memegang tangan Nisa dan menuntunnya.

Tak lama Dennis menghentikan langkahnya dan Nisa. Mereka berdiri di taman belakang rumah dengan hiasan lampu kelap-kelip. Juga tersedia 2 kursi dan 1 meja makan layaknya Dinner romantis.

"Aku buka ya penutup matanya." Ucap Dennis dan perlahan membuka kain penutup Nisa.

"Kejutan!" Seru Dennis saat Nisa mulai menatap hiasan di sekelilingnya.

"Hah? Ini acara apa, Mas? Memang siapa yang ulang tahun?" tanya Nisa bingung.

"Eh bentar-bentar." Celetuk Dennis dan mengambil ponsel di sakunya.

Jam tepat menunjukkan pukul 23.59 wib.

"Nahh.. ini sudah pas jamnya, Selamat ulang tahun Nisa Lestari." Ucap Dennis dan meniupkan terompet ke arah Nisa.

"Mas Dennis salah bulan deh." Balas Nisa.

"Lho ulang tahun kamu tanggal 23 Agustus kan?" tanya Dennis memastikan.

"I.. iya betul, Mas. Tapi sekarang masih bulan Juli Mas, masih sebulan lagi." Jawab Nisa.

"Astaga.. Aku kira sekarang sudah bulan Agustus." Sahut Dennis seraya menepuk dahinya.

Nisa hanya geleng-geleng kepala dan duduk di kursi yang telah disiapkan Dennis.

"Yaudah ketimbang sayang ini makanannya, aku makan ya, Mas." Celetuk Nisa dan siap menyantap makanan yang telah dihidangkan diatas meja.

Dennis pun ikut duduk di depan Nisa dan menatap gadis di depannya dengan senyum yang memperlihatkan kedua lesung pipinya.

"Enak?" tanya Dennis.

"Enak Mas, kebetulan aku lapar. Makasih ya, Mas." Jawab Nisa.

"Itu aku loh yang masak." Ucap Dennis.

Seketika Nisa pun tersedak karena terkejut dengan ucapan Dennis.

"Pelan-pelan makannya, ini minum dulu." Ucap Dennis seraya menyerahkan segelas jus jeruk.

Nisa pun menerimanya dan langsung meminum jus jeruknya.

"Mas Dennis bisa masak? Sejak kapan?" tanya Nisa.

"Sejak belum adanya kamu disini." Jawab Dennis seraya ikut menikmati makanan diatas meja.

Nisa hanya manggut-manggut mendengar jawaban Dennis.

"Ngomong-ngomong darimana Mas Dennis tahu soal ulang tahunku?" tanya Nisa heran.

"Tahu dong. Dennis gitu lho hehe.. " Jawab Dennis.

"Semoga Mama enggak cerita kalo aku nanya-nanya soal Nisa." batin Dennis.

Saat Nisa dan Dennis asyik menikmati makan di larut malam layaknya dinner, tampak dari jendela kamar sepasang mata menatap keduanya dengan tajam. Meskipun tak mendengar apa yang diperbincangkan tetapi ia menduga mereka berdua memiliki hubungan khusus.

"Nis, aku mau tanya sama kamu. Tapi kamu harus jawab jujur."

"Mau tanya apa toh, Mas Dennis?"

"Sebenernya apa kamu menyukai Mas Herman?"

"Hmm.. Kok kamu sampai rela mau jadi pendonor buat Mas Herman?" tambah Dennis.

Nisa berpikir sejenak. Ia tidak tahu apakah ia benar-benar telah jatuh cinta pada Om Herman. Tetapi perasaan nyaman mulai hinggap di hatinya.

"Ahh.. Mas Dennis ngaco kalo ngomong. Jelas-jelas Om Herman sudah beristri, saya juga cuma seorang perawat. Jadi mana mungkin menyukai Om Herman." Jawab Nisa mengalihkan pandangannya kearah piring di depannya.

"Kamu harus sadar Nis, fokus sama rencana kamu dan akhiri semua ini." batin Nisa.

"Aku pamit dulu ya Mas, oiya makasih buat makan di tengah malamnya." Pamit Nisa dan bergegas meninggalkan Dennis.

Dennis pun hanya menatap kepergian Nisa dengan tatapan sendu hingga gadis itu hilang dari pandangannya.

Di perjalanan Nisa bertemu Herman yang sudah menunggu di kursi roda depan pintu kamarnya. Seketika Nisa menghapus air mata yang sempat menetes dan mencoba menenangkan dirinya.

"Eh Om, cari Nisa?" tanya Nisa dengan nada ramah, seolah tak terjadi apa-apa.

"Masuk ke kamar saya!" Seru Herman.

Nisa pun menurut dan mendorong kursi roda Herman memasuki kamarnya, Nisa juga tak lupa menutup pintu kamar Herman seperti biasanya.

"Sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan adik saya?" tanya Herman dengan nada tinggi.

"Sa.. saya tidak ada hubungan apa-apa, Om dengan Mas Dennis." Jawab Nisa gemetar.

"Coba duduk di depan saya dan tatap mata saya." Ucap Herman.

Nisa pun menurut dan kini terduduk berlutut di hadapan Herman. Gadis itu memberanikan diri menatap mata Herman.

"Coba katakan sekali sambil menatap saya."

"Sa.. saya dan Mas Dennis.. " Nisa tak bisa melanjutkan perkataannya.

Tiba-tiba lidahnya jadi kaku karena tatapannya saling bertemu dengan tatapan Herman.

"Sudah saya duga. Kamu pasti tidak bisa mengatakan sambil menatap mata saya. Saya peringatkan sama kamu, jangan dekati adik saya apalagi punya hubungan dengan dia. Dia seorang tentara, saya tidak mau nanti berpengaruh dengan pekerjaannya." Celoteh Herman.

"Andai saja Om tahu alasan aku tidak berani menatap mata, Om." Batin Nisa.

Nisa hanya tertunduk dan mendengarkan celotehan Herman. Tak terasa air matanya mengalir, dadanya terasa sesak mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Herman. Setelah Herman terdiam karena tidak ada bantahan dari Nisa, suasana pun kembali hening.

"Maaf Om, apakah ada hal lain yang Om perlukan?" tanya Nisa masih tertunduk.

"Tidak ada." Jawab Herman dingin.

"Baik, kalo begitu saya pamit ke kamar dahulu Om." Pamit Nisa.

"Hmm.. Maaf Om, saya juga mau ijin besok saya mau ke Rumah Sakit karena saya merasa tidak enak badan." Tambah Nisa.

"Jam berapa kamu mau pergi?" tanya Herman dengan nada cemas.

"Sekitar pukul 9 pagi Om, nanti setelah dari Rumah Sakit saya akan langsung kembali ke rumah Om." Jawab Nisa masih tertunduk.

"Oke. Besok kamu bisa ajak, Pak Nanang." Sahut Herman.

"Ahh.. tidak perlu, Om. Saya akan pesan ojek online saja, Om." Balas Nisa.

"Sudah nurut sama saya. Biar Pak Nanang yang antar kamu!" Perintah Herman.

"Aduh Om, jangan buat aku melting karena perhatian kecil ini." batin Nisa.

"Gimana, Nisa?" tanya Herman menyadarkan Nisa.

"Eh.. iya, Om. Meskipun saya menolak Om tetap akan memaksa saya kan. Jadi saya turuti perintah, Om." Jawab Nisa.

"Nahh gitu dong. Yasudah sekarang kamu antar saya ke ranjang." Ucap Herman.

Nisa pun menurut dan memapah Herman menuju ranjangnya. Gadis itu juga memasangkan selimut untuk Herman layaknya seorang Ibu kepada anaknya. Saat memasangkan selimut untuk Herman, tanpa sengaja tangan Herman memegang kedua tangan Nisa. Mereka pun saling menatap satu sama lain, entah hantu darimana Nisa berani mendekatkan wajahnya kearah Herman dan "Cup" Ciuman hangat mendarat di kening Herman.

"Selamat tidur, Om." Ucap Nisa dan berlari meninggalkan Herman menuju kamarnya.

Sementara Herman tersenyum dengan kejadian itu. Di kamarnya Nisa membenamkan wajahnya ke bantal empuk diranjangnya.

"Aduh Nisa, berani-beraninya kamu melakukan itu. Bagaimana kalo besok kamu dipecat? Mau ditaruh mana muka kamu? Bagaimana kalo? Haduh haduh.. Dasar bocah." Gerutu Nisa lirih.

Disaat Nisa salah tingkah dan takut akan apa yang terjadi besok hingga membuat dia susah tidur, Sementara Herman tidur pulas dan bermimpi indah malam ini.

**

Terima kasih atas dukungannya ❤

Jangan lupa klik favorit ya agar dapat notifikasi update episode terbaru 😊

Mohon bantuannya untuk klik Vote juga ya, mau isi kolom komentar juga boleh 😁

Terpopuler

Comments

momnaz

momnaz

Bagus.. sih.. meskipun feel Nissa sama Herman nya aku blm dapet tapi sejauh ini bagus..👍👍👍

2023-01-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!