Hari Pertama

"Apakah dia bisa baca pikiranku?" gumam Nisa dalam hati.

"Karena usia kamu lebih muda dariku, panggil saja aku Om, aku tidak keberatan. Aku tidak mau nanti istriku tahu kalo Mama memperkerjakanmu untuk merawatku." tambah Herman.

Nisa hanya mengangguk dan berjalan meninggalkan Herman dengan banyak pertanyaan dipikirannya. Sesampainya di dapur, Nisa menyapa Dina yang tengah sibuk memasak.

"Hai, Mbak"

"Eh ya Hai, kamu pasti Nisa ya, perawatnya tuan Herman?" tanya Dina ramah

"Iya, Mbak. Salam kenal mbak aku Nisa"

"Aku Dina, salah satu ART disini. Semoga kamu betah ya sama tuan Herman."

"Iya Mbak, Amin. Memangnya sebelum saya ada yang orang lain, Mbak?"

"Ada. Sudah 5 orang sepertinya yang coba jadi perawatnya tuan Herman, tapi banyak yang enggak betah katanya tuan Herman galak." Jawab Dina lirih.

Nisa hanya manggut-manggut.

"Ini makanan buat tuan Herman. Mulai sekarang kamu bisa tanya ke aku, makanan dan minuman apa yang tuan Herman enggak suka dan paling suka."

"Terima kasih ya, Mbak Dina." Ucap Nisa dan beranjak pergi membawa nampan makanan.

Sesampainya di kamar Herman, Nisa mengetuk pintu dan membukanya lalu berjalan menghampiri Herman yang termenung menatap sebuah bingkai foto ditangannya.

"Permisi tuan, eh maaf maksud saya Om."

"Lama sekali ambil makanan! Aku sudah tidak selera makan. Kembalikan saja makanannya ke dapur!" Ucap Herman dingin.

Mendengar ucapan Herman, Nisa pun terkejut dan takut. Bagaimana kalo dia dipecat karena majikannya tidak mau makan? Pikirannya saat ini takut dan khawatir.

"Maafkan saya Om, karena saya baru disini jadi tadi saya bingung arah dapurnya dimana. Apalagi rumah Om ini sangat besar. Saya mohon Om tetap makan ya."

Suasana Hening.

"Ayok, Aaa Om!" Nisa mencoba merayu Herman dengan mengarahkan sendok berisi makanan kearahnya.

"Memang kamu kira saya anak kecil! Saya bisa makan sendiri." Celetuk Herman kesal seraya mengambil piring dan sendok yang ada ditangan Nisa.

Melihat itu Nisa hanya bisa menahan tawa dalam senyum.

Setelah menghabiskan makanannya dan meminum obat, Nisa memapah Herman untuk pindah ke kasurnya.

"Saya mau tidur, kamu bisa kembali ke kamar kamu." Ucap Herman dingin.

"Hmm.. maaf Om, saya mau ijin mungkin 1 atau 2 jam untuk beres-beres barang saya di kos. Saya sudah mendapat ijin dari Ibu tadi Om, tapi saya juga harus ijin sama Om jadi biar Om tidak mencari saya nanti."

"Pergi saja. Pokoknya saya bangun, kamu harus sudah ada di rumah ini."

Nisa pun terdiam dan sibuk dengan pikirannya.

"Kenapa masih disini?" sentak Herman.

"Apakah saya perlu menunggu sampai Om sudah tertidur?" tanya Nisa.

"Saya bukan anak kecil. Pergi sana!" Jawab Herman dengan nada tinggi.

"Baik, Om." Ucap Nisa lirih dan beranjak pergi dari kamar Herman.

Dari kejauhan Nisa melihat Yuyun yang tengah asyik membaca majalah di ruang tamu.

"Permisi, Ibu." Sapa Nisa.

"Lho Nis, katanya kamu mau ambil barang-barang kamu, ini kok masih disini?" tanya Yuyun.

"Hmm.. nanti saja Bu, takut Om Herman bangun terus enggak ada saya disini, nanti beliau marah sama saya." Jawab Nisa.

"Om Herman?" tanya Yuyun mengerutkan keningnya.

"Eh itu Bu, tuan Herman minta saya panggil beliau Om saja, katanya agar istrinya tidak tahu kalo saya perawatnya." Jelas Nisa.

Yuyun hanya mengangguk paham.

"Sudah tidak apa, sebaiknya kamu segera kemasi barang kamu sekarang. Herman biasanya kalo tidur lama. Kalo dia bangun nanti biar Ibu yang kasih tahu dia."

"Baik Bu, Terima kasih banyak."

Nisa pun bergegas menuju rumah kos nya ditemani dengan sopir pribadi Herman.

Tak lama selesai berkemas dan pamit kepada Ibu kos, kini Nisa kembali ke rumah Herman dengan 2 buah Tas Ransel.

**

"Sudah berapa lama kamu pergi dari rumah ini?" tanya Herman saat melihat Nisa memasuki ruang tamu.

"Hmm.. maafkan saya Om, tapi tadi Ibu sudah mengijinkan saya untuk pergi." Jawab Nisa.

"Kamu disini kerja sama saya, bukan sama Mama saya. Jadi hargai keputusan saya." Ucap Herman dengan nada tinggi dan beranjak menjalankan kursi roda dengan tangannya.

"Biar saya bantu, Om." Ucap Nisa seraya memegang kemudi kursi roda.

"Enggak perlu!" Bentak Herman.

"Apaan sih Om, marah-marah terus kerjaannya." gerutu Nisa lirih.

Nisa pun bergegas meletakkan tas-tas yang ia bawa ke kamarnya dan kembali ke kamar Herman.

"Saya mau mandi." Ucap Herman saat Nisa mendekatinya.

"Apakah perlu saya panggilkan Pak Bambang untuk membantu Om saat mandi?" tanya Nisa.

Herman menatap Nisa dengan tajam.

"Yang merawat saya disini kan kamu, kenapa harus melibatkan Pak Bambang? Kamu ini niat kerja atau main-main sih." Ucap Herman dengan nada tinggi.

"Hmm.. saya minta maaf, Om." ucap Nisa tertunduk.

"Ambilkan handuk saya!"

Nisa pun berjalan kearah lemari mengambil handuk untuk Herman dan meletakkannya di tepi kasur. Sesuai arahan Herman, Nisa juga membuka kancing kemeja Herman dengan telaten dan membantu majikannya melepas kemeja dan kini hanya memakai kaos dalam dengan celana panjang.

"Antar saya ke kamar mandi!"

Tanpa berkata apapun karena takut kena semprot majikannya lagi, Nisa pun menurut memapah Herman menuju kamar mandi dengan handuk yang menggantung di bahunya.

"Kamu bisa bantu saya lepas celana saya?" tanya Herman.

Nisa hanya mengangguk. Dengan gemetar dan mata tertutup Nisa mulai melepas sabuk celana majikannya dan pengait celana itu. Dengan masih terpejam Nisa juga menurunkan celana majikannya agar terlepas dari kaki Herman.

"Enggak usah merem, saya masih pakai boxer. Terima kasih sudah membantu saya. Sekarang kamu tunggu di luar, jangan masuk sampai saya panggil kamu!"

Seketika Nisa membuka matanya dan menuruti perkataan Herman. Seraya menunggu majikannya mandi, Nisa menyiapkan pakaian yang akan dikenakan majikannya. Melihat isi dalam lemari majikannya, Nisa mengetahui kalo Herman lebih suka memakai kaos oblong ketimbang kemeja.

"Nisa! tolong saya!" teriakan Herman mengagetkan Nisa dan bergegas berlari menuju kamar mandi.

Nisa terkejut saat menemukan Herman terjatuh dilantai kamar mandi. Nisa bergegas membangunkan Herman dari jatuhnya tetapi malah ia ikut terjatuh menindih majikannya. Karena shower kamar mandi masih menyala, alhasil mereka berdua terguyur basah dengan posisi masih saling menatap satu sama lain.

"Jangan menatap saya seperti itu!" Seru Herman.

"Ahh.. Maafkan saya, Om. Saya tidak bermaksud, saya hanya ingin membantu, Om."

Sahut Nisa dan bangkit.

Nisa pun mematikan shower dan perlahan mencoba membantu Herman bangkit dari jatuhnya.

"Om tidak apa-apa? Apakah ada yang sakit? atau saya perlu menghubungi dokter?" tanya Nisa panik seraya memapah Herman keluar dari kamar mandi.

"Jangan banyak bertanya. Saya tidak apa. Gara-gara kamu jatuh ke tubuh saya, sekarang badan saya jadi sakit semua." Omel Herman.

"Aahh iya, maafkan saya, Om. Hmm.. ini pakaian Om sudah saya siapkan semua. Om, bisa ganti pakaian disini, biar saya tunggu diluar sekalian saya mau ganti baju."

Mendengar perkataan Nisa, Herman baru sadar kalo gadis di depannya ini juga basah kuyup karenanya dan menampakkan lekuk tubuhnya.

Nisa pun berjalan menuju pintu kamar dan meninggalkan Herman yang bersiap-siap di kamarnya. Setelah mandi dan berganti pakaian, Nisa pun berniat kembali ke kamar Herman. Tetapi diambang pintu kamar Herman, tanpa sengaja Nisa mendengar percakapan Herman dengan seseorang di seberang sana.

"Kumohon La, kamu kembali ke rumah ya. Sebentar lagi aku sembuh kok. Jangan tinggalin aku ya."

**

Terima kasih atas dukungannya ❤

Terpopuler

Comments

Septi Lestari

Septi Lestari

👍👍👍

2022-11-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!