Tok....Tok....Tok...
Terdengar suara ketukan pintu dari luar membuat cowok berwajah dingin itu menatap pintu dengan cat berwarna abu-abu itu.
Suara ketukan pintu itu diketuk dengan tidak sabaran seperti ada sesuatu yang terdorong dari pengetuk pintu tersebut.
Ceklek
Cowok berwajah dingin itu membuka pintu ruangannya dengan wajah dinginya serta rambutnya sedikit acak-acakan.
Nafas pria dihadapan cowok berwajah dingin itu naik turun, tanpa aba-aba tangannya terangkat dan memberi....
Plak
Satu tamparan mendarat di pipi kanan cowok berwajah dingin itu, sehingga dia melihat ke arah kiri dan hampir terhuyung. Karna pria di hadapannya menamparnya dengan sekuat tenaganya.
Cowok berwajah dingin itu memegang pipinya yang sedikit perih, serta mengeluarkan cairan merah yang segar.
Dia menatap pria dihadapannya yang sudah menamparnya dengan tatapannya yang dingin, baginya sebuah tamparan sudah biasa dia dapatkan.
"SUDAH PAPAH BILANG, JANGAN PERNAH MELUKIS LAGI!"
Suara menggelegar milik Frans memenuhi ruangan bernuansa abu-abu itu.
Cowok berwajah dingin itu memejamkan matanya," Kenapa, anda larang saya buat melakukan hobi saya." Suara milik Alvaro yang rendah namun terkesan tegas membuat orang-orang yang akan mendengarkanya bergedik ngeri.
Nafas Frans naik turun,"Kenapa?" Tanya Alvaro dengan santai dengan senyuman devil di bibirnya. "Apa karna Saya lebih pandai melukis ikutin jejak mamah saya, dari pada ngikutin jejak anda, yang pandai dalam pelajaran apapaun." Sambungannya masih dengan senyuman devil di bibirnya.
Plak
Lagi dan lagi Alvaro mendapatkan tamparan di pipi kirinya membuat cowok itu memegang pipinya. Tak di pungkiri tamparan milik Frans sangat luar biasa.
"Dasar anak kurang ajar! Melukis tidak akan membuat kamu menjadi orang sukses, mengikuti jejak mamah kamu!" Bentak Frans kepada Alvaro.
Frans tersenyum remeh ke arah Alvaro," apa kamu lihat mamah kamu sukses dalam melukis? Apa kamu lihat mamah kamu menjadi orang terkaya dan terpandang dengan melukis?" Frans berkata dengan nada merendahkan kepada anak kandungnya sendiri.
Rahang milik Alvaro mengeras, serta wajahnya yang dingin di padukan dengan sorot matanya yang tajam.
"Pak Farhat!" Panggil Frans dengan tidak sabaran memanggil nama pak Farhat.
Pak Farhat yang merasa dipanggil dengan buru-buru berlari ke asal suara.
"Iya tuan." Pak Farhat berbicara dengan menundukkan kepalanya kepada Frans.
"Jadikan ruangan ini menjadi gudang," kata Frans membuat pak Farhat mendonggakkan sedikit kepalanya menatap Alvaro yang hanya memasang wajah dinginya menatap Frans dengan tatapan yang sulit untuk di jelaskan.
"Bereskan barang yang tidak berguna didalam, buang dan bakar!" kata Frans lagi lalu pergi meninggalkan Alvaro yang menatapnya dengan tatapan kebencian.
Pak Farhat menatap Alvaro yang sedang menatap punggung tegap milik Frans yang sudah menjauh.
Pak Farhat tidak bisa habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Frans, membuang dan membakar?
"Bisakah saya menjalankan tugas saya sekarang, Tuan?" Tanya Pak Farhat lebih tepatnya sebuah pernyataan untuk sosok Alvaro yang hanya memasang wajah dinginya saja saat ini.
Alvaro menatap pak Farhat sejenak lalu mengangguk mengiyakan ucapan pak Farhat. Dengan berat hati pak Farhat melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan bernuansa abu-abu itu.
Ini pertama kalinya pak Farhat masuk kedalam ruangan milik sosok Alvaro, dia langsung terpukau melihat lukisan milik Alvaro yang sangat luar biasa. Apa lagi lukisan yang dia gambar tadi dengan penuh emosi yang nampak sempurna di mata pak Farhat.
Serta dinding-dinding ruangan milik Alvaro di penuhi dengan lukisan yang sangat memukau, yang tentunya hasil tangannya sendiri.
Apa Frans tidak bisa melihat karya milik anaknya dulu? Lukisan milik Alvaro sangatlah sempurna di mata orang-orang yang akan melihatnya terutama pak Farhat yang baru pertama kalinya melihat lukisan Alvaro.
Pak Farhat semakin penasaran kepada mamah Alvaro, sudah jelas bukan bakat yang dimiliki oleh Alvaro menurun dari mamah nya sendiri sedangkan Frans tidak tau menggambar apa lagi melukis.
Rasanya sangat berat untuk pak Farhat untuk segera membakar lukisan milik Alvaro yang sangat luar biasa serta alat melukis yang harganya menguras kantong.
Apakah pak Farhat bisa membakar lukisan dan alat lukisan milik Alvaro? Apakah pak Farhat bisa menjalankan tugas yang diberikan oleh pak Frans kepadanya?
Bahkan pak Farhat sangat menyayangkan jika lukisan milik Alvaro dibakar, hasil karya anak itu memang luar biasa. Bahkan belum ada yang tau bakat anak itu hanya orang di mansion saja yang tau kalau Alvaro mempunyai bakat melukis.
Pak Farhat menatap Alvaro yang mengambil dompetnya diatas laci, pak Farhat bertanya-tanya mau kemana anak itu?
"Mau kemana, Tuan?" Tanya pak Farhat kepada Alvaro yang sudah menurunkan lukisan bunga dari dinding ruangan lukisan milik Alvaro.
"Keluar," jawab Alvaro sekenanya lalu pergi dari ambang pintu ruangan melukis miliknya.
Dia tidak bisa jika melihat karya yang dia miliki akan dibakar, katakan jika Frans egois kepada anaknya sendiri menuntut ini dan itu.
Harusnya Frans bangga memiliki anak seperti Alvaro, kepintaran Frans dalam belajar menurun kepada Alvaro dan kepandaian Alvaro dalam melukis menurun dari mamahnya sendiri. Harusnya Frans bangga akan hal itu karna anaknya mendapatkan keduanya dari orang tuanya.
Namun apa alasan Frans tidak menyukai jika Alvaro mahir dan pandai melukis dari pada belajar dan belajar?
Dari atas balkon Frans melihat Alvaro keluar dari gerbang mansion dengan motor sport hitam miliknya serta jaket kulit hitamnya.
Frans menarik nafasnya panjang lalu melihat tanganya yang sudah menampar anaknya sendiri, ada rasa penyesalan dalam diri Frans namun dia menanamkan jika itu semua demi kebaikan Alvaro di masa depan kelak!
"Maafkan Papah," menolog Frans dengan rasa bersalah lalu pergi meninggalkan balkon.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Alvaro masih setia menikmati angin malam di Jakarta menggunakan motor sport hitam miliknya.
Motor sport hitam milik Alvaro singgah disalah satu kedai coffe sederhana yang dimana pengunjungnya malam ini lumayan ramai padahal masih pukul tujuh malam.
Alvaro turun dari motornya melepaskan helm fullfacenya sehingga seluruh tatapan mata yang yang berada di kedai coffe menatap Alvaro dengan penuh kekaguman melihat wajah tampan bak patung Yunani.
tatapan mata memuja tak hentinya Alvaro dapatkan namun Alvaro mempertahankan wajah dinginya.
Cowok itu duduk paling pojok sembari menunggu kedatangan seseorang yang akan membawa menu coffe.
Seorang gadis dengan rambut sebahunya berjalan kearah meja nomor delapan paling pojok.
"Mau pesan coffe apa?" Tanya gadis itu dengan fokus pada bukunya untuk mencatat pesanan dari meja nomor delapan.
"Macchiato. "
Deg
Suara yang tidak asing bagi gadis itu membuatnya berhenti menulis, dia melihat siapa yang duduk di meja nomor delapan ini.
Alvaro?
Cowok itu fokus dengan handponenya membuat Mentari mencernah, apakah dia tidak salah lihat melihat sosok Alvaro?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
тια
heheheh
Next Thor 🥳🥳🥳
2021-12-24
0
Talia Uly
next thor
2021-12-24
0