Sedari tadi teman sekelas Mentari melambai-lambaikan tanganya di hadapan gadis itu, karna sepertinya sedang melamun.
"Woy, Tar!"
Mentari langsung tersentak kaget dan melihat teman sekelasnya sedang menatapnya.
"Kenapa?" Tanya gadis itu memperbaiki duduknya.
Teman sekelasnya sudah tau, apa masalah yang dihadapi Mentari sebagai ketua kelas.
"Anak Seni nyariin lo tuh, diluar," kata salah satu teman sekelas Mentari.
Mentari menepuk jidatnya, dia hampir lupa percakapannya dengan Bulan tadi, jika dia tidak akan membubarkan teman sekelasnya setelah bell pulang sekolah berbunyi.
Mentari mengecek jam di pergelangan tanganya, lima menit lagi jam pulang sekolah.
Mentari melangkah kakinya keluar kelas, benar saja dia sudah melihat sosok gadis yang menggunakan jepitan rambut berwarna pink di depan pintu menunggunya.
"Hai kak, Tari," sapa Bulan kepada Mentari.
Mentari tersenyum kearah Bulan," Hai juga, sorry sampai kelupaan," kata Mentari dan di balas anggukan kepala oleh Bulan.
Bulan sudah tau jika sekarang Mentari tidak baik-baik saja. Terlihat jika wajah perempuan itu kurang bersemangat.
"Masuk, yuk," ajak Mentari.
Bulan masuk kedalam kelas anak MIPA 1 bersama dengan Mentari.
"Teman-teman harap diam dulu!" Mentari berkata dengan tegas.
Teman sekelas Mentari diam dan menatap Bulan, mereka sudah tau jika ada murid baru merupakan anak kelas seni yang cantik, yang tak lain dan tak bukan adalah Bulan.
Teman sekelasnya mendengar arahan dari Mentari dan semuanya diam di dalam kelas.
"Silahkan Perkenalkan diri dulu, yah," kata Mentari kepada Bulan.
"Baik, kak," balas Bulan kepada Mentari.
"Hai, Perkenalkan nama Aku Bulan." Gadis itu mulai memperkenalkan dirinya kepada teman sekelas Mentari."Aku dari kelas Seni," sambungnya.
Teman sekelas Mentari masih memperhatikan gadis dengan jepitan rambut berwarna pink itu untuk meneruskan perkataannya. Entah apa tujuan gadis itu masuk ke dalam kelas MIPA, bahkan Mentari pun belum mengetahuinya.
"Tujuan Bulan kesini buat tanya-tanya sama kelas MIPA, siapa tau ada yang minat ikut lomba melukis." Bulan mulai menyampaikan apa tujuannya.
"Yaelah.....Lo 'kan tau disini kelas MIPA bukan kelas melukis," sungut salah satu teman sekelas Mentari yang duduk paling pojok bermain game.
Jleb....
"Yah, apa yang di bilang sama teman-teman kita benar. Disini kelas MIPA bukan kelas seni."
Bulan merasa semakin terpojokkan dengan apa yang dikatakan oleh teman sekelas Mentari yang berbicara tanpa rem.
Vita sudah mengatakan kepada Bulan jika tidak ada anak MIPA yang tau melukis kecuali anak seni, namun Bulan tetap kekeh jika banyaknya murid di kelas MIPA pasti salah satunya mempunyai bakat melukis, dan dalam fikiran Bulan adalah sosok Alvaro. Yah, dia yakin jika cowok itu mempunyai bakat melukis apa lagi dia pernah bertemu dengan Alvaro di tokoh lukisan membeli perlengkapan melukis.
"Bulan cuman menyampaikan tujuannya!" kata Mentari karna dia sudah tau Bulan sudah merasa risih dengan keadaan sedikit ricuh mengatai-ngatai Bulan mimpi mencari anak yang pandai di kelas MIPA.
Bulan mengarahkan pandangannya disudut kelas, dia tidak menemukan orang yang dia cari. Yaitu sosok Alvaro.
Kemana Alvaro? Itu di dalam benak seorang Bulan. Karna cowok itu tidak ada didalam kelas.
"Hmm." Mentari berdehem ke arah Bulan.
Membuat gadis itu menatap Mentari.
"Alvaro udah pulang, dia di scorsing satu minggu," kata Mentari yang sudah paham apa didalam benak Bulan saat ini.
Bulan tersenyum kikuk, dengan begitu cepatnya gadis itu tau jika dirinya mencari sosok Alvaro. Apakah begitu terasa jika Bulan mencari Alvaro?
"Kalau gitu Bulan permisi yah, Kak," pamit Bulan kepada Mentari dan di balas anggukan kepala oleh Mentari.
Mentari menatap punggung Bulan yang sudah keluar dari kelas MIPA 1.
"Anak Seni makin hari makin aneh," kata salah satu teman kelas Mentari,"masa iya cari anak lukis di kelas MIPA lagi," sambungnya sembari menggelengkan kepalanya.
Sedangkan Mentari langsung duduk ditempatnya, dia tidak bisa membantah perkataan teman sekelasnya karna dia memikirkan suatu hal.
Yah, dia memikirkan keadaan Steven yang masuk rumah sakit berkat ulah Alvaro.
Dan dia juga memikirkan Alvaro yang tidak ingin minta maaf kepada Steven. Bagaimana jika kedua orang tua Steven menuntut hal ini ke kantor polisi?
Memikirkan itu saja membuat Mentari menjadi pusing, dia menjuluki dirinya sendiri sebagai ketua kelas yang tidak becus, dalam menjalankan tugasnya.
Mentari mengecek handponenya, sepertinya Agas belum memberikanya kabar untuk saat ini. Mentari menunggu kabar dari Agas mengenai kondisi Steven, namun cowok itu membalas pesannya.
Tring....
Bell pulang sekolah berbunyi, seluruh anak SMA Bina Marta membereskan alat tulisnya dan memasukkannya kedalam tas untuk segera pulang kerumah masing-masing. Mentari membereskan bukunya dan tidak senagaja netra matanya melihat tas milik Alvaro yang masih berada di kursinya.
Apa dia membawa tas Alvaro pulang? Sepertinya cowok itu melupakan tasnya saat pulang.
Mentari berjalan untuk segera menunju kursi Alvaro untuk mengambil tas kecil cowok itu yang hanya muat satu buku, tas kecil namun bermerek membuat Mentari semakin ragu. Apakah Alvaro anak sopir atau bukan? Yah, Mentari tau jika tas Alvaro ini adalah tas bermerek karna Mentari sudah pernah melihat tas ini di mall, harganya puluhan juta.
Mentari gadis pintar, jadi dia bisa tau jika tas milik Alvaro ini tas asli, bukan kw.
Mentari memasukan tas kecil Alvaro kedalam tasnya yang lumayan besar, yang cocok untuk dirinya sebagai murid jalur beasiswa yang di dalam tasnya terdapat banyak buku untuk dia pelajari.
Mentari keluar dari kelasnya, dia harus cepat sampai dirumahnya untuk membantu ibunya mengurus kedai coffe sederhana milik orang tuanya.
***
Didalam ruangan bernuansa abu-abu terdapat berbagai lukisan yang sangat luar biasa bagusnya, lukisan itu seperti dilukis oleh seorang pelukis profesional. Lukisan bunga, lukisan rumah, dan lukisan lainya yang sangat memukau mata.
Seorang cowok dengan wajahnya yang dingin mencoret-coret kanvas dihadapannya dengan tinta berwarna hitam.
Cowok itu mencoret-coret di kanvas berwarna putih dengan tinta berwarna hitam dengan penuh emosi, tak dipungkiri cowok itu melukis dengan emosi namun hasil coretan-coretannya sangat perfect sebuah rumah tua dengan pepohonan lebat di sekelilingnya memberikan kesan yang menyeramkan.
Cowok itu menyandarkan kepala di kursi setelah hasil coretan-coretannya sudah selesai, sebuah gedung tinggi yang sudah usam serta pepohonan lebat di sekelilingnya.
Tak dipungkiri lukisan cowok itu sangat memukau, bahkan didalam ruangannya ini terdapat banyak alat melukis yang mahal .
"Gue capek!" Cowok itu meremas rambutnya penuh dengan emosi.
Huft
Terdengar helaan nafas panjang dari cowok itu, dia capek dengan hidupnya seperti ini. Dilihatnya pisau di atas meja tanganya bergerak mengambil pisau itu.
Tap
Pisau itu menancap didinding dengan sempurna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
тια
kirain mau bunuh diiri🤣🤣🤣😭
Hua parahh
next Thor 🥳🥳🥳🥳
2021-12-24
4
Talia Uly
nunggu lanjutan nya thor
2021-12-23
0