Dan disinilah Mentari berada di ruangan kepala sekolah, bukan hanya kepala sekolah saja, bahkan wali kelas IPS ada disini, membuat Mentari semakin disudutkan. Meski bukan dia yang membuat masalah namun dia merasa bahwa dia yang selalu disalahkan atas kesalahan teman sekelasnya
Kenyataannya memang seperti itu!
Kepala sekolah menarik nafasnya panjang, menatap Mentari yang hanya menundukkan kepalanya.
"Maafin, Mentari bu," kata-kata itu langsung keluar dari mulut Mentari.
Kepala sekolah itu menyandarkan kepalanya dikursi," apa kata maaf mu itu akan membuat situasi berubah?" Tanya kepala sekolah lebih tepatnya pernyataan untuk Mentari.
Bahkan berita, tentang Alvaro yang berkelahi langsung tersebar luas di sekolah, bahkan guru-guru semuanya tau berita ini.
"Maaf," lirih Mentari.
"Karna Mentari nggak becus jadi ketua kelas," sambungnya, karna Mentari merasa jika dia sudah tidak becus jadi ketua kelas.
Bahkan dia tidak bisa melerai kejadian yang begitu cepat di kantin. Mentari belum tau ada masalah apa Alvaro dengan Steven anak IPS, yang waktu itu berkelahi dengan Alvaro di tengah lapangan. Dan sekarang mereka berkelahi lagi dengan orang yang sama namun tempat yang berbeda.
"Kamu bukanya tidak becus," kata kepala sekolah sehingga membuat Mentari mendonggakkan kepalanya. "Tapi kamu tidak percaya dengan kemampuan kamu, Mentari," sambungnya membuat Mentari meremas ujung roknya di bawah meja.
Apa benar jika dia tidak percaya kemampuannya sendiri?
Sementara wali kelas IPS hanya menyimak pembicaraan antara kepala sekolah dan juga Mentari.
Tok... Tok...Tok...
Suara ketukan pintu membuat ketiga makhluk hidup itu mengarahkan pandangannya ke pintu yang di ketuk, dengan tidak sabaran.
Kepala sekolah memperbaiki kacamatanya, karna dia sudah tau siapa yang datang. Yang tak lain dan tak bukan adalah orang tua Steven.
Tanpa di persilahkan masuk, orang tua Steven langsung masuk keruangan kepala sekolah dengan wajah merah padam, terlihat dari raut wajah Mama Steven, semakin membuat Mentari semakin menyalahkan dirinya. Yang tidak bisa menangani seorang Alvaro.
Sementara Papah Steven hanya memasang wajah tenang saja, lain dengan Mamah Steven memasang wajah merah padam, seperti sedang memakan boncabe level sepuluh.
Orang tua Steven merupakan salah satu donatur SMA Bina Marta. Kedua orang tua Steven langsung duduk didepan kepala sekolah.
"Saya ingin anak berandalan itu keluar dari sekolah ini!" sosor Mama Steven dengan tidak sabaran kepada kepala sekolah.
"Kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin, bu," kata kepala sekolah kepada Mama Steven. Sedangkan Papah Steven mengangguk mengiyakan ucapan kepala sekolah itu.
"Apa yang dikatakan kepala sekolah benar, Mah," kata Papah Steven kepada istrinya.
"Tapi, Pah!'' perkataan Mama Steven seperti tidak setuju dengan perkataan sang suami.
"Kita serahkan semuanya kepada kepala sekolah," kata Papah Steven tanpa bantahan.
"Maaf, atas kesalahan Alvaro kepada anak bapak dan ibu,'' kata kepala sekolah kepada kedua orang tua Steven.
Mentari baru tau, jika orang yang sama berkelahi dengan Alvaro bernama Steven. Nama yang indah seperti nama Alvaro namun tidak dengan tingkahnya.
"Apa bisa Alvaro di keluarkan dari sekolah ini?'' Tanya papah Steven membuat Mentari langsung terdiam. Bagaimana jika kepala sekolah benar-benar mengeluarkan Alvaro? Apa lagi tingkah laku Alvaro yang sudah keterlaluan.
Kepala sekolah memperbaiki kacamatanya, dia berhadapan dengan orang yang merupakan donatur terbesar di sekolah ini.
"Kita tunggu dulu orang tua, nak Alvaro," kata kepala sekolah sembari mengecek jam dipergelangan tangannya,"sebentar lagi beliau akan sampai," sambungnya membuat Papah Steven mengangguk mengiyakan ucapan kepala sekolah.
Pembawaan Papah Steven yang tenang membuat Mentari semakin khawatir, bagaimana jika Alvaro dikeluarkan dari sekolah ini? Meski Mentari selalu direpotkan oleh sikap cowok itu, namun Mentari tetap memikirkan masa depan Alvaro. Apa lagi mereka sudah kelas 12. Sangat disayangkan bukan jika berhenti.
Tok...Tok...Tok
Seluruh pasang mata yang berada di dalam ruangan langsung melihat kepintu.
"Silahkan, masuk," sahut kepala sekolah kepada seseorang yang mengetuk pintu ruangan kepala sekolah.
Terlihat seseorang berbadan kurus serta menggunakan baju berwarna hitam, celana berwana hitam, dengan wajah yang sudah tidak mudah lagi, dia menggunakan seragam hitam yang menandakan jika dia seorang supir yang bekerja di salah satu rumah mewah, bukan supir taxi.
Jantung Mentari semakin berdetak kencang, apa jangan-jangan profesi orang tua Alvaro adalah seorang supir? Jika benar seperti itu hancur sudah semuanya. Mentari tau berhadapan dengan orang berada sedangkan kita hanya orang kalangan bawah tidak akan pernah menang, meskipun kita benar, apa lagi Alvaro yang sudah salah, meskipun sepenuhnya bukan kesalahan Alvaro.
Apa lagi Mentari lihat jika kedua orang tua Steven bukan kalangan biasa seperti dirinya, sudah dipastikan jika kedua orang tua Steven mempunyai wewenang yang tinggi di sekolah ini, yaitu salah donatur terbesar di SMA Bina Marta.
Apa hanya gosip belaka saja? Banyak yang mengatakan jika orang tua Alvaro merupakan orang yang berpengaruh di Jakarta? Tapi kenapa yang datang seorang supir? Apa itu hanya cerita belaka jika Alvaro seorang anak konglomerat?
Apa mungkin yang datang adalah utusan dari Papah Alvaro? Tapi kenapa seorang supir?
"Maaf, saya terlambat," kata orang itu dan dibalas anggukan kepala oleh kepala sekolah. Dan kepala sekolah memaklumi itu semua.
Mentari berusha berfikir positif, semogah saja yang datang adalah utusan Papah Alvaro.
Mereka yang berada di ruangan kepala sekolah menatap ke arah cowok berwajah dingin, yang masuk keruangan kepala sekolah tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Yah, cowok itu adalah sosok Alvaro. Dia langsung duduk didekat seorang pria berbaju Supir itu.
Untung saja Alvaro datang sehingga kepala sekolah bisa membicarakan masalah ini dengan secepat mungkin. Sementara Mentari berdiri didekat Alvaro bersama dengan wali kelas IPS.
Pria yang mengunakan baju supir itu menatap Alvaro sejenak lalu menatap kepala sekolah. Sedangkan Mamah Steven sedari tadi tersenyum remeh kepada pria yang menggunakan baju hitam itu, yang tak lain dan tak bukan berprofesi sebagai supir.
"Maaf, apa bapak orang tua, Alvaro?" Tanya Papah Steven sopan kepada supir itu, karna bagaimanapun dia mudah dari supir itu.
"Yah, saya orang tua Alvaro."
Deg
Jantung Mentari berdegup kencang, bukan Mentari memandang remeh profesi orang tua Alvaro, karna dirinyapun dari kalangan biasa. Namun bagaimana jika Mamah Steven tetap kekeh ingin mengeluarkan Alvaro dari sekolah ini?
Alvaro melirik Mentari, sehingga mata mereka bertemu membuat jantung Mentari semakin berdegup kencang. Bahkan wajah cowok itu seperti biasa yaitu wajah dingin kelewat santai, seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal masalah yang dia hadapi saat ini Sudah berat.
Bukan masalah Mentari, namun Mentari yang tidak rela jika benar-benar Alvaro dikeluarkan dari sini.
Apa Alvaro menganggap masalah ini masalah kecil? Sehingga diwajahnya tidak ada raut khawatir sekalipun.
Sedangkan Mamah Steven hanya tersenyum sinis.
"Ternyata cuman anak sopir."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Talia Uly
up lagi dong thor
2021-12-19
0