"Kopi, susu, keju, telur, sayur, roti tawar apalagi ya?" gumam Kana menatap belanjaan yang ada di strollernya. Mengabsen satu persatu kebutuhan harian di rumahnya. Sejak menikah Kana terus membiasakan mandiri, salah satunya dengan belanja bulanan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Berhubung dia tidak ada bimbingan skripsi Kana menyempatkan untuk belanja bulanan saja. Sambil sekalian cuci mata. Toh, tadi ketika dia minta izin suaminya di telepon mengizinkan Kana.
"Wih, thanks ya adikku yang manis udah ditraktir."
Tapi Kana tidak sendiri dia bersama kakak tercintanya yang entah kenapa tiba-tiba nongol di depan rumahnya dengan alasan sedang tidak banyak kerjaan dan binggung mau kemana. Jadi secara suka rela dia mengantar Kana ke supermarket dan mengambil banyak snack dan minuman ringan.
"Bang banyak amat. Tahu diri dong!" protes Kana saat melihat belanjaan kakaknya yang ternyata tidak sedikit itu.
"Lo yang harus tahu diri udah dianterin juga. Lagian laki lo gak akan bangkrut hanya dengan bayarin jajanan gue," sahut Kanda sewot. Kana menatap Kanda kesal dia memilih diam lalu mendorong stroller-nya menuju kasir.
"Selamat siang mbak..Adela," sapa Kanda membaca name tag yang tertempel di dada mbak-mbak Kasir yang cantik itu.
"Siang bapak," balas Mbak kasir. Disebut dengan kata 'bapak' Kanda sedikit kesal sedangkan Kana melipat bibir menahan tawanya.
"Mbak saya ini masih muda lho single lagi." Kanda masih tak menyerah menggoda mbak kasir cantik itu. Mbak kasir itu melirik ke arah Kana yang sejak tadi menahan tawanya.
"Ini adik saya mbak. Gak cakep kan? Cakepan mbak kemana-mana lah. Auh!" Kanda meringis kesakitan saat Kana menginjak kakinya, membuat mbak kasir ganti menahan tawa sambil tangannya sibuk menghitung belanjaan Kana.
"Semuanya Rp 1250.000 mbak." Kasir supermarket itu tersenyum manis menyebutkan total belanjaan Kana yang tidak sedikit.
"Duh, dompetku tertinggal di mobil!" Kanda bersandiwara agar tak terlihat bokek di mata mbak kasir yang menatapnya jenaka.
Kana mencibir kemudian membuka dompetnya lalu mengambil kartu debit. Menyerahkan pada mbak kasir yang senyumnya manis itu.
Setelah transaksi selesai Kana berjalan sambil menjinjing belanjaan.
"Bye, mbak cantik," Kanda melambaikan tangannya pada kasir yang sejak tadi hanya senyum-senyum itu. Lalu menyusul Kana.
"Ngegombal jago, tapi gak dapet-dapet cewek," sindir Kana yang mendapat toyoran dari Kanda itu.
"Ih, kebiasaan." Kana menatap kesal ke arah Kanda.
"Daripada lo, udah nikah tapi masih perawan!" balas Kanda tak mau kalah.
Kana menatap Kakaknya lalu tertawa. "Sok tau! Siapa bilang?"
"Jadi lo udah?"
"Rahasia." Kana memeletkan lidahnya dan bergegas pergi.
"Woy kampret!" kejar Kanda berlari menyusul adiknya. Dia harus bikin strategi biar si polos ini mau menceritakan malam pertama mereka kan bisa buat bahan ledekan untuk Adrian.
"Na, makan dulu yuk, aku traktir deh!" Kanda merangkul pundak Kana menggiringnya ke parkiran.
"Tumben?"
"Enggak tumben ini. Yuk, kita beli steak aja gimana?"
"Widihh, tumben-tumbenan makan steak biasanya juga bakso pinggir jalan." Kana menatap curiga ke arah Kanda yang tersenyum misterius itu.
"Suudzon aja kerjaan lo!"
Kana tidak tahu saja kalau Kanda memang ada maksud mengajaknya makan enak.
*
Kanda menatap Kana lekat-lekat menanti jawaban dari pertanyaan yang sudah dia lontarkan puluhan kali, dari masuk mobil sampai sekarang menikmati steak yang terhidang menggiurkan di depannya.
"Kenapa Bang? Gak mau steaknya? Buat gue aja." Kana mengulurkan tangan untuk mengambil piring Kanda tapi dengan cepat Kanda menepis tangan Kana.
Enak saja! Dia aja belum jawab pertanyaan gue.
"Jadi gimana Na?" tanya Kanda penasaran.
"Apaan?" Kana balik tanya sambil tangannya sibuk mengurus daging di piringnya.
Duh, Gusti! Apa benar ini adik gue?
"Malam pertama lo sama Adrian. Lo belum cerita!" Kanda mulai kesal melihat tingkah adiknya.
Kana memelankan kunyahannya. Terdiam sejenak dengan kening berkerut.
"Oh itu."
Kanda mengangguk antusias siap mendengarkan cerita Kana tentang malam pertama mereka.
"Rahasia!" seru Kana memeletkan lidahnya ke arah Kanda lalu melahap makanannya kembali.
"Eh, kampret! Gak berkah lho kalau lo gak ngasih tahu." Kanda memberi peringatan tapi Kana yang sudah tahu kalau itu hanya akal-akalan Kanda itu hanya tersenyum geli.
"Ya, lo nikah aja deh Bang biar tahu rasanya sendiri." Ini bukan inisiatif Kana untuk menjawab tapi hasil doktrin Adrian yang mengajarkan pada Kana untuk tidak membicarakan malam pertama mereka ke orang lain dan berhasil ternyata.
Kanda mengumpat dalam hati, Hasem emang! Pasti si Adrian nih yang ngajarin Kana . Sialan nih, udah keluar banyak duit malah zonk begini.
Fokus Kanda terpecah saat ponselnya berbunyi nyaring. "Ckkkk, ngapain pula si Ken nelpon," gerutu Kanda lalu mengangkat telponnya.
"Hah? Meeting? Sekarang? ckkkk! Iya gue ke sana sekarang. Bye." Kanda menutup pembicaraan dengan orang yang menelponnya lalu menatap Kana.
"Na, gue ada meeting nih di kantor, dadakan. Lo naik taxi bisa gak? Gue buru-buru banget soalnya," pinta Kanda pada Kana.
"Oke, tapi bayarin ini dulu," sahut Kana menunjuk makanannya.
"Beres!"
"Ini buat gue ya?"Kana mengambil piring Kanda yang masih terdapat steak di atasnya.
"Ambil!" Kanda sebenarnya sayang karena steak punya dia belum habis tapi pekerjaan dia lebih penting untuk sekarang ini.
"Gue cabut, kalau sampai rumah hubungi gue." Kanda beranjak dari duduknya lalu bergegas pergi meninggalkan Kana yang masih asik menikmati steaknya sambil matanya menatap ke sekeliling cafe yang mulai ramai karena jam istirahat makan siang.
"Kana?"
Kana menoleh ke sumber suara yang memanggil namanya. Seorang pria sudah berdiri dan tersenyum manis memperlihatkan lesung di kedua pipinya.
"Amar?" Kana tak kalah terkejut melihat mantan pacar SMA-nya tiba-tiba muncul di depannya.
"Kamu sendirian?" Tanpa diminta Amar duduk di kursi kosong yang tadi diduduki Kanda.
"Engga tadi sama Kakak aku, tapi sekarang udah balik ke kantor. Kamu mau makan?" Kana balik tanya.
"Aku udah makan. Tadi duduk di pojok sana, ngeliat kamu terus aku ke sini aja." Amar menatap Kana yang masih asik dengan steaknya.
"Apa kabar Na?" Amar berbasa-basi.
"Baik. Abby gimana? Udah seminggu kan ya dia balik ke Kalimantan?" Kana menyuapkan steak terakhirnya.
Amar mengangguk malas. "Dia baik. Hampir satu jam sekali kirim pesan."
Mata Kana membulat. Benarkan dugaan Kana, pasti Abby yang lebih agresif dan bukan Amar. "So sweet banget!"
Amar tersenyum kecut, tapi lebih sweet kalau sama kamu. "Kamu masih kuliah ya Na?"
"Iya aku udah semester akhir."
"Kok bisa kenal Adrian?"
Kana tersenyum, Amar ini terlalu kepo untuk ukuran pria yang sudah jadi mantan.
"Kak Adrian teman baik Bang Kanda sering main ke rumah, jadinya aku cinlok gitu deh!" Kana terkikik geli teringat saat-saat pendekatan dengan Adrian. Awalnya Kana tidak begitu memperhatikan Adrian tapi entah kenapa lama kelamaan ada rasa sayang yang tumbuh di hatinya.
"Kamu gak berubah ya Na?"Amar mengembalikan ingatan ke dunia nyata.
"Berubah jadi apa?"
"Maksudnya, kamu tetap saja lucu." Amar terkekeh geli.
"Aku bukan badut ya." Kana cemberut tak terima dan ekspresi Kana yang menggemaskan itu membuat Amar terpaku.
Kana dan kepolosannya selalu membuat pria manapun mudah jatuh hati. Termasuk dirinya. Tapi itu dulu, karena sekarang sudah tidak mungkin, Kana sudah menjadi milik orang lain dan dirinya pun sudah akan menjadi seorang ayah. Tapi boleh gak sih kalau Amar sekedar kagum pada wanita masa lalunya ini?
"Rencananya kalian mau nikah di mana Mar?" tanya Kana.
Amar mengalihkan perhatiannya ke arah Kana. " Kalimantan Na. Yah, kamu tahu sendirilah karena keadaan kami terpaksa menumpang menikah di luar Jawa."
Kana manggut-manggut. "Tapi maaf sebelumnya ya Mar. Kok bisa kejadian kayak gitu sih?"
Amar tersenyum dia tahu maksud dari pertanyaan Kana mengarah ke mana.
" Terlalu klasik kalau aku bilang kilaf Na. Waktu itu aku sedang ada masalah dengan pekerjaan dan keluarga, Abby datang di saat yang tepat. Dia bisa menghiburku dan membuat segalanya seperti 'baik-baik saja'. Walaupun dia ceplas-ceplos tapi sebenarnya dia gadis yang baik. Bahkan 'itu' yang pertama buat dia. Meskipun aku tahu itu dosa besar tapi aku tidak menyesalinya." Amar menjelaskan dengan mata yang menerawang mungkin sedang memikirkan Abby yang jauh di sana.
"Kelihatannya kamu sayang banget sama dia?"tanya Kana .
Amar mengangguk. " Iya, sampai kapanpun aku tetap sayang."
"Oh, Jadi ini yang namanya belanja bulanan di supermarket?" Itu bukan Amar yang bicara tapi...
Mata Kana membulat saat melihat pria yang berdiri di depannya menatap tajam ke arahnya. Wajahnya diliputi mendung yang gelap sepertinya pria itu sedang menahan amarah.
"Kak, kok bisa di sini?" Kana berdiri mendekati suaminya.
"Jadi supermarketnya udah pindah sini?" Adrian menatap marah pada Kana dia merasa dibohongi, karena di telpon tadi Kana bilang dan meminta izin untuk belanja bulanan dengan Kanda. Tapi kenapa sekarang mereka malah bertemu di cafe ini?
"Dan aku baru tahu Kanda berkumis dan berkacamata!" imbuh Adrian menatap Amar yang refleks menengang kumis tipisnya itu.
"Kak, kamu salah paham aku sam-"
"Sorry udah ganggu!" Adrian menyela kata-kata Kana lalu pergi begitu saja.
"Kak!"
**********
Terimakasih karena sudah baca story ini..! Jangan lupa ya sempat kan komentar ,like dan boleh banget divote 😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Meisri Sudarmini
mulai banyak jalan ga rata... biasalah kehidupan RT..💙💜
2022-01-31
0
Siti Suprihatin
duh....andrian salah paham
2021-05-26
0
Andre Fida
duuh...kana...kana...
2020-05-26
2