Sepertinya akan ada perang dunia nih!
“Dan loe juga! Ngapain nyamperin cewe gue disini? Loe nggak inget kalau loe udah punya Priska?” tanya Yossy padaku dengan nada kesal.
“Gue kesini untuk minta tolong sama pacar loe buat nasehatin loe.” jawabku.
“Alah, loe pasti nggak suka kan gue pacaran sama Brigitta?” tanyanya.
“Ngomong apa sih loe! Gue nggak ada maksud lain selain yang gue omongin tadi.” kataku.
Lama kita bertengkar, akhirnya aku mengalah. Lebih baik aku minta maaf karena telah lancang menemui Brigitta untuk menasehati Yossy. Aku tidak bermaksud untuk apa-apa. Dan kuharap, ucapan Brigitta mengenai hubungannya dengan temanku itu hanyalah guyonan.
Aku lantas pulang!
Di tengah perjalanan aku melihat sosok wanita yang mirip sekali dengan Priska. Ngapain malam-malam gini dia keluyuran? Aku mengikuti mobil berwarna putih itu sampai akhirnya aku dikejutkan oleh apa yang kulihat.
Dan benar, perempuan itu adalah Priska. Dia sedang berpelukan dengan seseorang yang ada di dalam mobil tersebut. Aku segera menggedor pintu mobilnya.
“Woiiii! Buka pintunya!” teriakku.
Emosiku memuncak saat melihat pacarku bersama laki-laki brengsek itu.
“Apa-apaan ini?” Tanyaku pada keduanya setelah pintu mobil terbuka.
Plak!!!
Aku menampar laki-laki dan menarik tangan Priska dari mobil tersebut.
“Apa maksud dari semua ini?” ucapku pada Priska yang tengah tertunduk.
“Ini semua gara-gara kamu. Kamu nggak pernah bersikap mesra denganku. Nggak pernah meluk aku.” katanya.
“Apa? Emang pacaran harus kayak gitu? Sorry, aku nggak bakal ngelakuin itu ke siapa pun kecuali kita udah nikah. Aku nggak bisa seperti itu.” ucapku terus terang.
“Loe jadi cowok blagu banget sih. Jaman sekarang mana ada pacaran tanpa pegang-pegang? Munafik banget loe!” Laki-laki itu mulai angkat bicara.
Plak!!!
Kutampar sekali lagi mulutnya.
“Jaga ya omongan loe!” ucapku pada laki-laki brengsek itu.
“Mulai detik ini, kita putus. Jangan cari aku dan jangan ganggu kehidupanku lagi.” kataku pada Priska.
Cewek itu terlihat sangat murahan. Untung aku menerima cintanya bukan karena benar-benar cinta. Andaikan iya, mungkin aku sudah jantungan.
Kulanjutkan perjalananku sebelum larut malam. Aku takut papa dan mama menunggu lama. Mereka sangat kepo kemana aku pergi dan ngapain aja. Tak berapa lama, sampailah aku di depan rumah. Dan benar, mereka menungguku di depan pintu.
“Kok lama?” tanya Papa.
“Ada sedikit urusan, Pa. Tadi ban motornya kempes.” jawabku beralasan.
“Andra, kamu jangan sering keluyuran malam. Kamu harus fokus kuliah dan latihan diving. Yaaa, kalau bisa sih jangan pacaran dulu.” kata Mama.
Aku tahu mereka kurang suka kalau aku dekat dengan Priska.
“Andra udah nggak pacaran kok Ma.” jawabku.
“Maksud kamu? Kamu udah putus sama Priska?” tanya mereka bersamaan.
“Udah.” Jawabku dan langsung pergi ke kamar.
Aku tak perlu tahu raut wajah mereka seperti apa mengetahui kabar keputusanku dengan cewek itu. Yang jelas mereka pasti senang. Aku juga senang. Beruntung hari ini Tuhan memperlihatkan sisi buruk Priska. Dengan begitu, akan sangat mudah buatku untuk memutuskan hubungan ini.
Untuk membuang sial, aku mandi dan kramas serta mencukur rambut. Aku ingin berpenampilan baru. Dan besok, aku akan menjadi Andra yang lebih tampan dan lebih keren. Menyandang predikat jomblo bukan masalah besar. Toh masih banyak cewek yang lebih dari Priska di luar sana sedang ramai mengantri.
Semakin singkat hubunganku dengannya semakin mudah untuk melupakannya.
Oke, aku sudah segar kembali. Kubaringkan tubuh kekarku di atas kasur yang empuk. Kutarik slimut lembutku dan perlahan kupejamkan kedua mataku.
Selamat tinggal mantan!
***
Kukuruyukkk!!!
Suara ayam telah berkokok menandakan pagi telah tiba. Semburat mentari menerobos ventilasi. Aku bergegas bangun, mandi dan berangkat ke kampus.
Jadwalku hari ini cukup padat. Ada beberapa tugas yang harus kuselesaikan di perpustakaan. Bersama secangkir kopi dan beberapa helai roti, kuisi perutku hingga kenyang. Lantas aku berangkat dengan menyalakan musik di dalam mobil. Hari ini dunia ikut bahagia. Langit menampakkan wajahnya yang biru dan berbagai bentuk awan. Burung-burung berterbangan sambil bernyanyi riang.
Sampai kampus, Yossy menghadangku.
“Ada apa?” tanyaku santai.
“Loe putus sama Priska?” tanya Yossy.
“Tahu darimana loe?” tanyaku balik.
“Banyak kok yang udah tahu.” jawabnya.
“Bagus donk. Trus masalahnya sama loe apa?” tanyaku.
“Dia hampir mati karena mencoba bunuh diri. Sekarang ada di rumah sakit.” jawab Yossy memberi tahu.
“Apa?” sahutku.
“Ini semua gara-gara loe!” ucap Yossy.
“Eh, loe hati-hati ya kalau ngomong. Kita udah putus dan dia sendiri yang memilih buat selingkuh dengan laki-laki brengsek itu. Dia nyaman sama selingkuhannya. Jadi jangan bilang kalau ini semua gara-gara gue. Paham loe!” jawabku.
Yossy terdiam. Aku nggak peduli dengan keadaan Priska. Lagi pula kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Dia mencoba bunuh diri karena keinginannya. Bukan karena aku. Beruntung juga sih dia, Tuhan belum jadi mengambil nyawanya.
“Loe sendiri jadi putus sama Brigitta?” tanyaku pada Yossy.
“Ya enggak lah. Emang semudah itu kita putus!” jawabnya.
“Syukur deh.” ucapku.
“Awas ya kalau sampai loe nikung dari belakang.” katanya lagi.
“Takut banget sih loe. Cinta itu nggak akan kemana. Kalau emang cintanya sama loe, manamungkin larinya ke gue.” jawabku.
“Ah, brisik loe!” pungkasnya dan pergi.
Terserah dia mau ngomong apa. Yang jelas mulai hari ini aku adalah jomblo paling bahagia. Aku yakin dengan kejombloanku ini, bisa membawaku jauh lebih baik. Dan aku janji akan mengalahkan kepandaian Yossy. Lihat saja nanti. Ia pikir cuma dia aja yang punya otak cerdas? Sebenarnya aku juga punya, hanya malas saja berpikir lebih keras.
“Huhuhu, tararam...tararam.” ucapku sambil bersiul.
Aku terus berjalan melewati lorong panjang. Menghirup udara pagi dengan suasana asri. Di kampusku banyak pepohonan menjulang tinggi. Biasanya terdapat pasangan muda-mudi bersenda gurau di bawah pohon tersebut.
Tapi mana? Tumben hari ini sepi.
Hmmm, sepertinya aku berjalan terlalu jauh. Tanpa sadar aku telah sampai di sumur belakang kampus.
“Berhenti!” teriak seseorang.
Aku langsung mencari dimana sumber suara itu.
“Pak Karto?” Ucapku pada tukang kebun yang sudah lama bekerja di kampus ini.
“Sebaiknya kamu kembali belajar dan jangan kesini lagi.” perintahnya.
“Memangnya kenapa, Pak?” tanyaku penasaran.
“Disini bahaya. Sudah, pergi sana.” Pak Karto mengusirku dan aku pun mengikuti perintahnya.
Sepertinya Pak Karto tahu banyak tentang kejadian apa saja yang terjadi di kampus ini. Jujur, aku jadi penasaran tentang kematian perempuan yang bunuh diri hingga kepalanya pecah itu. Biasanya orang yang mati bunuh diri di kampus gara-gara jadi korban bullying. Apa ia juga seperti itu? Entahlah.
“Woi!” teriak Yossy di telingaku.
“Kampret! Apaan sih loe.” jawabku kaget.
“Nglamun aja loe.” sahutnya.
“Ngapain loe ngagetin gue?” tanyaku.
“Loe darimana aja sampai nggak masuk mata kuliahan?” tanya Yossy.
“Kata siapa? Orang gue baru mau masuk." jawabku.
“Heh dodol, ini udah jam berapa?” tanyanya menyadarkanku.
Aku langsung melihat jam yang terikat pada pergelanganku.
Sial! Aku telat. Kenapa bisa gini?
“Kok loe nggak ngasih tau gue sih?” ucapku pada Yossy.
“Gue kira tadi loe langsung ke kelas. Makanya gue sekarang nyari loe. Eh taunya, nyasar disini. Untung dosennya baik hati. Coba kalau nggak? Bisa mati loe!” terang Yossy.
“Gue sendiri juga bingung kenapa gue tiba-tiba sampai sini. Tadi gue ketemu Pak Karto di sumur belakang.
“Pak Karto?” tanya Yossy.
“Iya, tukang kebun kampus ini.” jawabku.
“Loe lupa kalau Pak Karto udah meninggal?” jelas Yossy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments