Selesai melakukan tugas dan memastikan tidak ada pasien lagi. Hira beristirahat di ruangan sebelum ada panggilan darurat. Ini saatnya mengumpulkan energi kembali dengan terlelap beberapa menit.
Kebiasaan yang selalu dilakukan Hira, kurang istirahat akan membuat emosinya tidak stabil. Itu akan memprihatinkan kalau terjadi saat ia berhadapan dengan pasien.
"Dr. Hira, maiiinn yuukk." Teriakan dari depan pintu membangunkan Hira yang baru terlelap.
"Ringgoooo, ganggu tau. Gue ngantuk."
"Makan dulu Beb, ini gue bawain ayam geprek." Ujar lelaki yang bernama Ringgo, ia seorang dokter saraf. Umurnya hanya selisih satu tahun di atas Hira.
"Bab beb, bab beb, lo nambah beban gue aja Go." Cerca Hira, tangannya dengan lihai menarik ayam geprek. Jangan pedulikan orangnya, ambillah keuntungannya. Ilmu itu selalu Hira terapkan pada lelaki yang terang-terangan menyukainya. Siapa lagi kalau bukan Ringo, Ri-ng-go. Bosen liat muke dia mulu tiap hari. Gak jelek sih, cuma gak doyan aja. Kalau tampan? Hmm, kata anak-anak koas tampan banget malahan. Tapi kalau dari kaca mata Hira, B aja tuh.
Hira mencuci tangan di wastafel lalu melahap ayam geprek dengan semangat empat lima. Seperti sedang melawan penjajah. Penjajahnya sekarang adalah gerombolan cacing di perut yang sedang demo.
"Enak?" Tanya pria itu saat melihat Hira mengunyah tanpa jeda. Tangan gadis itu mengipas-ngipas mulut karena kepedasan.
"Kalau gratis selalu enak Go, huu huu." Jawab Hira sambil mendesah, rasa pedas sudah membakar mulutnya.
"Awas mencret...!"
"Lo 'kan yang belikan, jadi lo kudu tanggung jawab kalau gue mencret."
"Ogaah, kalau nikahin lo—" Ringgo menjeda kalimatnya sambil cengengesan, "gue mau!"
"Gak ada bosan-bosannya ya lo ngajak gue nikah Go."
"Tidak akan pernah bosan sebelum lo terima."
"Pede amat kalau gue bakal nerima lo." Cibir Hira, ia sudah menyelesaikan makan. Membuang kotaknya ke tempat sampah lalu mencuci tangan. Sesekali melirik wajah Ringgo. Songong amat tuh anak, untung baik. Kalau gak udah ditendang Hira tuh bokong.
"Jodoh siapa yang tau Ra, hari ini lo nolak gue bisa aja sejam kemudian lo bakal nerima."
"Ngarep! Gue ngantuk Go, perut udah kenyang juga. Gue tinggal tidur ya."
"Raa...! Lo ini mau enaknya aja. Habis dikasih makan mau ninggalin tidur."
"Teruusss, gue harus apa?"
"Ajakin gue tidur dong."
"Dasar omes, dah ah tinggalin gue sendirian. Btw makasih pengganjal perutnya."
"Kita ngedate ya Beb ntar malam sebagai ucapan terimakasihnya."
"Ogah, gue mau tidur. Jangan belikan gue makan lagi kalau ngarepin imbalan." Sentak Hira
"Ya udah gue temenin tidur kalau gitu." Ringgo tersenyum smirk.
"Serah lo, gue ngantuk." Hira mengabaikan Ringgo, berbaring di sofa menutup wajah dengan bantal.
"Jutek amat, ntar gak ada gue kangen lo."
"I miss you Ringgo, tutup pintunya ya. Bebeb Hira ngantuk. Satu lagi, jangan bikin bebeb bete tau." Hira menyembulkan wajah masamnya dibalik bantal. Ringgo malah tertawa gelak, pria itu tak pernah menanggapi ucapan Hira dengan serius. Buktinya masih saja mengganggu walau sudah ribuan kali diusir Hira.
"I love you Bebeb." Ringgo menutup pintu lalu meninggalkan ruangan Hira. Perempuan itu tak pernah serius menanggapi ucapan Ringgo yang terang-terangan menyatakan cinta. Setahun sudah Ringgo melakukannya, tapi Hira itu belum luluh juga, huh dasar hati batu.
***
Meeting, meeting dan meeting, Erfan bersandar di kursi kebesarannya sambil memijat pelipis. Lelah, seharian meeting tanpa jeda. Terdengar sedikit lebay sih, tanpa jeda. Dua tahun bergabung di perusahaan sang papi membuat Erfan tertekan. Perlu digaris bawahi bukan bergabung, lebih tepatnya memimpin.
Sejak Elvina dibawa Ken ke Kairo, Erfan mendekam di Indonesia tidak dapat izin kembali ke London. Hm, hanya perempuan itu yang bisa membuat lelahnya hilang. Walau hanya bisa menatap senyumannya, itu sudah cukup.
Saatnya bertemu baby Key, ia sudah sangat rindu. Tapi sebelum ke sana harus mandi dulu, biar bisa dapat izin menciuminya dengan puas. Gak bisa cium emaknya, anaknya gak papa deh. Senyuman Erfan merekah, dengan semangat membara mengambil kunci mobil.
"Ressa, saya pulang ya." Ucapnya sambil senyam-senyum saat melewati meja seketarisnya. Ressa melihat bosnya keheranan, tumben senyum-senyum di kantor.
"Siap bos," Ressa mengangkat tangan hormat. Dengannya bos Erfan masih bisa bercanda tapi kalau sama yang lain jangan harap. Muka temboknya seperti triplek, rata boo.
"Assalamualaikum," sapa Erfan dari depan pintu. Ia sudah mandi berganti pakaian dan wangi. Apartemennya tidak jauh dari rumah Abi Nazar. Dua hari disibukkan dengan pekerjaan kantor, Erfan belum sempat menjenguk baby ganteng itu setelah pulang dari rumah sakit.
"Wa'alaikumsalam Fan," Erfan menyalami perempuan paruh baya yang sudah seperti ibunya sendiri. "Tumben sore ke sini, udah gak ada kerjaan lagi?" Tanya Ummi Ulfa, lalu mempersilahkan Erfan masuk.
"Bolos Mi," Erfan nyengir. "Kangen babyku Ummi, udah dua hari gak ketemu." Lanjutnya meninggalkan ummi, ia menuju kamar Ken.
"Assalamualaikum, selamat sore anak Papa Sayang." Erfan menciumi bayi mungil tanpa izin, tak menghiraukan pelototan mata Ken. Dua sejoli yang sedang asyik bercumbu di sisi ranjang. Ken memasangkan jilbab kaos terusan Elvina.
"Erfaaan, gak sopan banget masuk kamar orang tanpa izin." Bentak Ken geram, apalagi melihat pipi anaknya seperti sedang diterkam harimau.
"Gue gak liat Nana kok, kangen sama baby ganteng." Cengir Erfan, tau istri sahabatnya itu tadi belum pakai kerudung. Ia langsung nyelonong masuk aja. Dasar Erfan songong.
Erfan mengulangi kegiatannya mengecup manja kedua pipi tembem yang masih memerah.
"Erfan, sudaaah! Anakku gak suka dicium sama kamu." Elvina membawa baby Key dalam gendongan, mengusap pipi mungil bekas ciuman Erfan.
"Cium doang Na, gak kumakan juga." Erfan masih menciumi baby Key walau sudah dalam gendongan emaknya. Ken menarik Erfan sampai terjungkal.
"Erfan, lo terlalu dekat sama El."
"Kalau gitu, sini aku gendong sendiri." Pinta Erfan dengan cemberut. Kok kayak punya dua suami ya, batin Elvina. Belum lagi kalau Adnan ikut-ikutan, kepalanya jadi puyeng menghadapi tiga orang ini.
"Udah kasih aja Sayang." Ken merengkuh istrinya, membawanya dalam pelukan. Erfan kegirangan, biarlah mereka cemberut yang penting ia bahagia.
"Fan minum dulu." Ummi datang membawa teh dan kue, sambil geleng-geleng kepala. Satu orang kesenangan seperti dapat lotre, yang sepasang cemberut.
"Makasih Ummi." Erfan tersenyum smirk, "coba liat Mi, mata dan hidungnya mirip akukan?" Ummi hanya mengangguk untuk menyenangkan Erfan.
"Fan, lo gak streskan? Semenjak baby Key lahir lo jadi kayak orang aneh. Apa perlu gue antar ke psikiater." Ujar Adnan yang baru muncul, ia berdiri di depan pintu sambil menggendong Nasya.
"Gue masih sehat Nan, iyakan Mi. Erfan gak streskan?" Erfan mencari pembelaan, ummi mengusap-usap kepala Erfan dengan penuh kasih sayang.
"Kalian jangan bertengkar aja, kasian Nasya sama Key bingung." Kata ummi, kemudian berlalu meninggalkan kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments