Dengan terpaksa Amar menuju ke apartemen milik atasannya demi sebuah perintah mutlak, mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi karena takut terlambat. Jika dia terlambat, maka Kenzi akan memecatnya dari pekerjaan yang di incar banyak orang. Dia menatap jam yang melingkar di tangannya, "Masih ada 10 menit lagi," gumamnya yang menambah kecepatan laju kendaraan nya.
Amar memarkirkan mobilnya, berjalan dengan terburu-buru menuju apartemen milik atasannya yang sangat disiplin waktu. Baru saja dia membuka pintu apartemen, sebuah bantal melayang mengenai wajahnya yang tampan. Kurang persiapan membuat Amar terjatuh, bukan hanya sampai di situ. Dia di kagetkan anak panah mainan yang menempel di dahinya, "siapa yang melakukan ini kepadaku?" monolog Amar yang berdiri dan merapikan jasnya yang berantakan.
"Akhirnya kamu datang juga," ucap seseorang yang membuatnya menoleh.
"Atas perintah mu Tuan," jawab Amar yang menundukkan kepalanya.
"Paman tau kalian bersembunyi di sana, keluarlah! ada yang ingin paman sampaikan," ucap Kenzi dengan lantang membuat kelima anak itu keluar dari persembunyian mereka seraya menahan tawa akan kesialan dari Amar.
"Sialan, ternyata anak-anak itu penyebab dari kesialanku," batin Amar yang menatap triple A dan twins N.
"Kenapa Paman menatap kami begitu?" ucap Alex yang menyipitkan kedua matanya. Amar yang ingin menginterogasi mereka terhenti karena tatapan dari Kenzi yang sangat tajam kepadanya, Amar menelan saliva dengan susah payah di sertai keringat di dahinya.
"Apa ini mainan kalian?" ucap Amar yang menyerahkan anak panah mainan ke arah Alex dengan tersenyum kaku.
"Benar, apa ada masalah?" sela Niko.
"Tidak, ternyata bidikan kalian sangat tepat sasaran ya," puji Amar yang berusaha menyesuaikan keadaan.
"Ck, tidak perlu berbasa basi. Aku memintamu kesini untuk menjaga kelima keponakan ku itu, karena ada urusan yang harus aku selesaikan. Dan satu lagi, selama aku pergi jangan sampai mereka lecet ataupun tergores saja jika masih sayang kepada nyawamu," tekan Kenzi membuat Amar seakan kaku dengan ancaman atasannya yang tidak pernah main-main.
"Paman Kenzi mau kemana?" seloroh Lexi.
"Apa kami boleh ikut?" sambung Lexa.
"Kami tidak ingin bersama dengan Paman payah itu," imbuh Niko yang menunjuk Amar.
"Kalian tetap di sini bersama dengan asisten ku, namanya Amar. Jika kalian butuh apa-apa, maka katakan saja kepadanya," jawab Kenzi.
"Berapa lama Paman pergi?" tanya Niki yang mengadahkan kepalanya menatap sang paman.
"Besok pagi, jangan pernah keluar dari apartemen ini tanpa pengawasan orang dewasa."
"Paman boleh pergi, asalkan membawa lima cake berbagai rasa," tutur Niki yang memperlihatkan kelima jarinya di hadapan Kenzi.
"Apa itu cukup untuk kita semua?" ucap Niko yang mengerutkan keningnya.
"Tentu saja cukup untukku sendiri," ujar Niki yang tersenyum mengembang.
"Apa maksudmu dengan itu? kami juga menginginkannya," cetus Alex yang menolak pinggang seraya menatap Niki dengan kesal.
"Dasar serakah," tambah Niko.
"Diamlah, aku akan memborong semuanya untuk kalian, " tukas Kenzi menengahi perdebatan kecil itu.
"Hah, itu baru benar!" seloroh Niko yang mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Berapa lama Tuan pergi?" tutur Amar.
"Apa maksudmu mengatakan itu?" ujar Kenzi yang menggertakkan giginya.
"Jangan salah paham denganku Tuan, karena banyak pekerjaan di kantor yang harus aku urus," tukas Amar.
"Tidak lama, hanya sehari saja. Aku pergi dulu, jaga mereka dengan baik," ucap Kenzi yang melangkah keluar dari apartemen, semua orang menatap kepergian Kenzi yang menghilang dari balik pintu.
Amar menatap kelima anak kecil itu yang juga menatapnya dengan raut wajah yang tersenyum memperlihatkan gigi yang rapi dan juga putih, "kenapa kalian menatapku begitu?"
"Tidak ada, sudah berapa lama Paman mengenal Paman Kenzi?" ucap Lexi.
"Baru tiga tahun, kenapa kalian menanyakan itu?" jawab Amar yang mengerutkan kedua alisnya.
"Tidak, hanya saja kami sangat penasaran dengan kehidupan Paman di Paris," celetuk Lexa.
"Apa Paman Kenzi mempunyai seorang wanita? seperti Ayah yang mempunyai Ibu," tanya Lexi yang kembali dalam mode cerewet nya.
"Tidak."
"Apa Paman mempunyai seorang wanita?" tanya Lexa yang menatap Amar dengan serius.
"Tidak." Amar sedikit jengkel dengan pertanyaan yang menurutnya sangat unfaedah.
"Ck, apa maksudnya dengan menanyakan itu? dia seperti menyindirku, dasar cerewet!" batin Amar.
"Bolehkah aku meminjam ponselmu Paman?" ucap Alex. Amar yang kesal itu pun menyerahkan ponsel mahalnya sembari mendengus kesal, "ini ponsel terbaru dan juga mahal, jangan sampai rusak ataupun tergores atau terkena baret," tekan Amar.
"Yaya....aku akan berhati-hati," ucap Alex dengan jengah.
Alex, Niko, dan Niki berlari menuju sofa membuat Amar sedikit khawatir, "jangan berlari, itu ponsel mahal dengan tiga kali cicilan lagi," teriak Amar yang menatap ponselnya dengan nanar.
Ketiga anak laki-laki itu tidak menghiraukan ucapan dari Amar, mereka sibuk mengutak-atik ponsel untuk menyelesaikan peretasan data perusahaan yang melakukan kecurangan. Tapi ada sedikit kejanggalan yang mereka temukan, "kenapa sistem kita seakan terblokir?" ucap Alex yang menatap Niko dan Niki dengan bingung.
"Coba sekali lagi, siapa tau terjadi masalah dengan sistemnya," ungkap Niki.
"Baiklah, aku akan mencoba sekali lagi," ucap Alex yang kembali meretas data, tapi usahanya gagal membuat Alex mendengus kesal.
"Dasar payah, aku akan mencobanya. Kemarikan ponsel itu," ucap Niko dengan kesal.
"Jangan menyalahkan aku, cobalah sebisa dan semampumu," cetus Alex, sementara Amar hanya duduk di sofa sembari menatap ketiga anak laki-laki yang sedang memainkan ponselnya, dia berpikir jika anak-anak itu hanya memainkan game online.
Lexa dan Lexi tidak tertarik dengan itu, mereka hanya menikmati cemilan yang ada di kulkas, "apa Paman ingin minuman dingin?" pekik Lexa.
"Boleh," balas Amar.
"Tunggu sebentar," pekik Lexa yang tengah menahan tawanya.
"Tetap tidak bisa, apa Daddy dan paman Al mengetahui hal ini?" ucap Niko.
"Kurasa begitu," sahut Niki.
"Bahkan kalian saja tidak bisa meretasnya," cibir Alex.
"Aku membutuhkan ponsel itu, kemarikan!" pinta Amar yang mengadahkan tangannya.
"Baiklah," ucap Niki yang menyerahkan ponsel itu, dia berjalan dengan tergesa-gesa tanpa melihat jalan hingga kakinya tersandung, ponsel yang di pegang oleh Niki tak sengaja terlepas dari genggaman tangannya yang kecil. Ponsel itu retak di bagian layar membuat Niki terkejut dan membekap mulutnya menggunakan tangan, "ups....maaf, tanganku terasa sangat licin dan tidak sengaja menjatuhkannya."
"Ponsel mahal ku yang tersisa tiga cicilan lagi, " lirih Amar dengan pelan seraya menatap nanar ponselnya yang rusak akibat Niki.
"Maaf, minta saja ponsel baru kepada Paman Kenzi ya," ucap Niki dengan enteng membuat Amar meringis.
"Lebih baik Paman minum ini berfungsi untuk menyegarkan otak," ucap Lexa yang menyodorkan segelas minuman dingin yang telah di campur dengan bubuk cabe. Amar yang kesal itu meminum minuman dingin yang di berikan Lexa hingga tandas, seketika matanya terbelalak dan menyemburkan minuman itu.
"Air....air, dimana air?" ucapnya yang kepedasan.
"Disana," jawab Alex.
Amar segera menggeguk beberapa air yang membuat perutnya seakan berat, sedangkan kelima anak itu hanya tertawa terbahak-bahak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
A.0122
apes dah nasibmu amar bersama 5 kecebong keluarga wijaya
2022-04-17
0
Oi Min
Hadeh...... Sabar Amar......
2022-01-18
0
Ijah Sopiah
Ya Allah 5 kecebong jahil nya minta ampun... Apes bngt si amar
2021-12-05
1