Abang

Shezan menyendok makanan di piringnya dengan hati-hati agar getaran yang ditimbulkan tidak menghasilkan bunyi yang dapat didengar oleh Farras.

Karena tidak begitu terbiasa dengan tata krama makan, Shezan membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan makanannya.

Farras yang telah menyelesaikan makannya menatap Shezan yang masih berusaha dengan sendoknya. "Begini lebih baik," Pikir Farras puas. Karena Shezan sudah tidak berisik lagi.

"Maaf, Apa tidak sebaiknya saya makan di kamar saya saja?" Shezan buka suara, perutnya sangat lapar rasanya ingin cepat-cepat menghabiskan semua yang ada di meja.

"Mengapa?" Tanya Farras datar.

"Biar Bapak tidak terganggu dengan saya,"

"hmmm." Farras tidak memberikan jawaban, Ia menatap dingin Shezan.

Melihat wajah Shezan yang memandangnya dengan tatapan memelas, entah mengapa hantungnya kembali berkerja tidak sesuai aturan. Jika Ia bisa memecat Jantungnya dan menggantinya, mungkin Ia sudah memecat jantungnya dari kemarin.

"Saya sudah mengatakan jangan memanggil Bapak," Ujar Farras akhirnya memutuskan untuk meralat kalimat Shezan. Ia tidak pernah meralat seseorang sebelumnya, Ia lebih suka menyingkirkan sesuatu yang tidak sesuai baginya.

"Maafkan saya, Saya belum tahu harus manggil apa." tutur Shezan memberi alasan. "Saya panggil Abang?" tanya Shezan mengingat Usia Farras yang kelihatannya jauh lebih tua darinya. Ia menilai Farras jauh di atas 30 tahunan.

Kali ini Shezan yang merasa tidak nyaman dengan panggilan abang, "Atau mas? kangmas? Aa? Bli? Uda? Kaka? babang? Uti?" tanya Shezan kembali.

"Kalau panggil nama kan nggak sopan takutnya." tutur Shezan yang berusaha bersikap sopan.

"......" Farras tidak berkata apa-apa. Karena dirinya juga bingung, Jika bukan Bapak lalu apa. Terlalu banyak pilihan yang disebutkan Shezan.

Selama ini Ia selalu dipanggil Bapak oleh orang disekitarnya. Tidak ada panggilan lain.

"Terserah." Ujar Farras pada akhirnya.

"Ok bang."

"Bang?"

"Iya." Ujar Shezan yakin,

"Kamu harus menghabiskan makananmu." Tutur Farras mengingatkan Shezan.

"Ok Bang." Shezan hendak menyendok kembali makanannya. "Tunggu sebentar, berarti kita sekarang resmi berteman?" tanya Shezan memastikan sebelum mulai memasukkan makanan ke mulutnya.

"Iya, bersikap seperti seorang teman." Tutur Farras yang tidak tahu kalau sikap seorang teman itu bisa mengacaukan hidupnya yang selama ini teratur.

"Ok, Bang Farras." Ucap Shezan tersenyum penuh arti.

"Saya akan bersikap sebagai teman yang baik," Ujar Shezan memakan makanan yang ada di meja dengan caranya. Ia tidak peduli dengan tatapan Farras kepadanya.

Toh dirinya juga bakal meninggalkan rumah ini dalam waktu dekat ini.

"Bang Farras rupanya Direktur di Myrtle ya?" Tanya Shezan setelah makanan yg dimulutnya masuk ketenggorokan. Ia tidak perlu bertata krama.

"Ya." Ujar Farras mencoba menyesuaikan diri dengan Shezan. Anehnya saat ini Ia tidak memiliki masalah dengan sikap Shezan. Hal yang baru baginya seseorang berbicara dengan bahasa yang menurutnya aneh.

"Bisa dong saya kerja disitu?" tanya Shezan, "Kan kita teman," Shezan menaikan turunkan kedua alisnya.

"Tidak."

"Kalau pegawai magang?"

"Tidak menerima pegawai magang,"

" Ya. Jadi gunanya Abang ini sebagai teman apa?" Tanya Shezan yang sebenarnya tidak menunjukkan sikap seorang teman.

"Kenapa saya harus berguna untuk kamu?"

"Hm Iya juga ya." Guman Shezan sembari memikirkan cara lain.

"Mengapa kamu ingin berkerja di sana?" tanya Farras tanpa sadar Ia bersikap peduli dan mau tahu dengan orang lain.

"Ah itu karena... "

"Selesaikan dulu makanmu!." Farras memotong perkataan Shezan. Sedari tadi Ia menahan diri. Ia merasa aneh dengan makan sambil berbicara.

"Ok Bang," Ujar Shezan bersemangat.

Ia menghabiskan hidangan yang ada di meja tanpa tersisa, "Sudah bisa ngomong Bang?"

"Belum, rapikan semua ini terlebih dahulu!." Seru Farras menunjuk semua peralatan makan yang terbentang di atas meja.

Shezan pun segera membereskan meja makan dan mencuci semua peralatan makan, tak lupa menyusunnya dengan rapi pada tempatnya.

"Sudah bisa ngomong sekarang Bang?"

"Ya."

"Karena saya lulusan fashion design,"

"Lalu?" Tanya Farras yang sudah mengetahui banyak tentang Shezan kampung halamannya, Ibu tirinya, telah melamar pekerjaan di perusahaan apa saja, termasuk menyelesaikan kuliahnya dalam waktu 6 tahun.

"Lalu saya ingin menjadi designer di sana." jawab Shezan.

"Sebentar," tutur Shezan kemudian, Ia segera pergi ke kamarnya.

Kembali ke ruang makan menyerahkan karya-karya desainnya kepada Farras. "Ini Desain saya."

Farras melihat beberapa pekerjaan Shezan, Sungguh sangat merusak mata. Pikirnya.

"Hmmm."

"Kenapa? kurang bagus ya?"

"Tidak, ini sangat buruk." Ujar Farras jujur.

"Begitu ya." Ujar Shezan sedih mengambil karya-karya nya dari tangan Farras.

Farras melihat wajah Shezan yang memancarkan aura kesedihan. Lagi-lagi jantungnya menjadi tidak teratur lagi. Ada yang aneh dengan organ pemompa darah ini, Sepertinya harus bertemu dokter . Pikir Farras.

"Kamu tidak menggunakan croquis?" Tanya Farras sedikit berusaha menjadi lebih bersahabat.

(Croquis : sketsa tipis rangka tubuh manusia)

"Ya?" tanya Shezan bingung. Apa dia tahu menggambarkan desain? Tanya Shezan dalam hati.

"Tunggu sebentar." Tutur Farras. Kali ini dirinya yang pergi ke kamarnya untuk mengambil sesuatu.

Di kamarnya Farras mengambil tablet nya. Namun Ia menghentikan langkahnya saat tiba di depan pintu keluar,

"Mengapa harus merepotkan diri memberi penjelasan padanya?" Pikir Farras yang tersadar dia telah bertindak sedikit manusiawi. Ini adalah bukan dirinya.

Farras menunjukkan kepada Shezan beberapa gambar desain busana di layar tablet nya, "Kamu bisa menggambar modelnya tidak proposional untuk tujuan artistik. Tetapi kamu menggambarnya sangat tidak normal." Tutur Farras memberi komentar.

"Oh. Begitu,"

"Jika itu sulit kamu bisa menggunakan template sebagai pemula." Farras menunjukkan beberapa template di layar tabletnya.

"Oh ok"

"Dan lagi..." Farras berhenti sejenak melihat ke arah Shezan, "hmmm" Ia tidak jadi melanjutkan perkataannya. Bila lebih lama lagi berbicara dengan Shezan, Ia takut akan kehilangan jati dirinya. Dia tidak suka memberi penjelasan panjang lebar kepada orang asing.

"Ayo ikut!" Ucap Farras pada akhirnya.

Farras berjalan menuju lantai atas rumahnya, dan membuka pintu salah satu ruangan di lantai atas. Meski sudah lama tinggal di rumah Farras, Shezan tidak pernah berbuat lancang masuk ke ruangan-ruangan yang ada di rumahnya Farras. Kecuali kamarnya Farras, itu karena terdesak.

Ternyata mereka memasuki ruang kerjanya Farras. Di dalamnya terdapat penuh buku-buku yang tersusun rapi di rak-rak yang yang menempel di dinding.

Farras yang diikuti Shezan berjalan menuju ke salah satu bagian rak buku. "Kamu boleh membaca semua buku yang ada di sini."

Shezan menatap kagum koleksi buku desain Farras. "Abang kuliah fashion design juga?" tanya Shezan.

"Tidak,"

"Oh begitu, " Ujar Shezan memandang sekelilingnya, melihat buku tentang apa saja yang dikoleksi Farras. Bisnis, Ekonomi, Hukum, Arkeologi, psikologi, Teknik, IT, Kimia, Medis, Fisika..

Eh mekanika kuantum? dia membaca ini juga? Pikir Shezan tidak mengerti orang seperti apa yang dinikahinya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!