Sungguh benar adanya waktu itu sangat cepat sekali berlalu bagi orang-orang yang lalai. Shezan menghela nafas berat. Baru kemarin rasanya Ia berbicara tentang ikatan pernikahan. Hari ini, sabtu pagi, Ia akan benar-benar menikah.
Di sebuah mesjid, tujuh umat manusia tengah duduk dengan khidmat. Shezan yang berbalut baju kurung juga hadir di dalamnya.
"Sah!" terdengar suara serentak orang-orang yang hadir.
Kini Shezan telah resmi menyandang status istri. Ia bingung mengapa dirinya mau saja menikah dengan orang tidak dikenal. Namun karena Ia terlalu malas untuk berpikir, Ia menerima saja dinikahi.
Toh Ia hidup sendiri, kalau mati atau hilang tidak ada yang mencarinya.
Farras dengan tenang melihat layar tablet nya. Ia membaca laporan yang dikirimkan oleh sekertaris perusahaannya. Sesekali Ia memandang ke arah Shezan yang masih berbalut baju kurung duduk di sampingnya. Shezan tengah sibuk memandangi cincin yang terpasang di jarinya. Sebuah mobil yang dikendarai oleh Jagdish membawa mereka pulang ke rumah Farras.
Di benak Farras masih penuh dengan tanda tanya mengenai Shezan. Tidak seperti wanita yang lain, Shezan berbeda. Meski sudah 20 tahun berlalu, Ia masih bisa mengingat bagaimana wajah seorang wanita normal. Di penglihatannya sekarang, Shezan berwajah wanita normal.
Ia yakin Shezan adalah gadis kecil yang dulu pernah bertemu dengannya. Sejak pertemuan itulah Ia mengalami keanehan pada penglihatannya.
Ia yang tidak mengerti apa itu pernikahan, membiarkan Jagdish mengurus semuanya.
Baginya pernikahan bukanlah sesuatu hal yang penting. Hal penting baginya ialah Ia mengakhiri masalahnya. Dan Ia harus mencari tahu tentang Shezan. Apakah Shezan orang yang selama ini Ia cari atau bukan.
***
Sesampainya mereka dikediaman Farras..
Jangan bayangkan pernikahan mereka seperti pernikahan normal pada umumnya. Tidak ada bulan madu.
Tanpa memperdulikan Shezan dan Jagdish, Farras langsung menuju kamarnya di lantai atas. Sementara Shezan masih tetap memandang cincin berlian yang tampak lebih berkilau di jarinya.
"Ini tidak mungkin asli." Guman Shezan.
"Saya harus pulang, Jika ada hal yang ingin mbak tanyakan. Bisa langsung tanyakan kepada Saya." Ujar Jagdish tersenyum ramah kepada Shezan.
"Oh iya, ini". Jagdish menyerahkan sebuah paper bag kepada Shezan.
" Terimakasih."
"Kamarnya di sana." ujar Jagdish sekali lagi menunjukkan kamar yang sama kepada Shezan.
Selepas kepergian Jagdish, Shezan memasuki kamar kos miliknya. Terlihat kopernya sudah bertengger di sana.
Apa masakannya seenak itu?. Pikir Shezan. Mengingat Farras sebegitu niatnya ingin memperkerjakan dirinya dirumahnya.
Tunggu sebentar, sepertinya Ia tadi melakukan pernikahan sah secara negara, bukan nikah sirih. Pikir Shezan mencoba mengingat sesuatu.
Shezan meraih Paper bag yang diberikan Jagdish. Ada dua buku nikah dan sebuah kotak perhiasan di dalamnya. Farras memang tidak begitu peduli dengan pernikahan. Ia bahkan tidak peduli dengan buku nikah miliknya.
Shezan membuka kotak perhiasannya. Matanya membulat besar saat mengetahui cincin yang terpasang di jarinya adalah berlian asli 0,8 karat.
"120 juta?!" ujar Shezan sedikit berteriak.
Dengan gemetar tangannya menghubungi Jagdish.
"Ini cincinnya pinjaman atau gimana? dikembalikan kepada bapak atau Pamannya bapak?!" Tanya kepada Jagdish begitu panggilannya terhubung.
"Oh itu cincin nikah buat mbak, mau disimpan mau dijual terserah."
"Hah?! ini nanti gaji saya dipotong atau gimana?!"
"Tidak, mbak tenang saja.... Oh iya, Karena mbak tidak memiliki kedua orang tua lagi, Jadi uang pinangannya saya transfer ke rekening mbak saja ya."
"hah?!"
Jagdish memutuskan sambungan teleponnya. Ia tersenyum yakin, kali ini Ia telah melakukan tugasnya dengan baik seperti biasanya. Ia sangat mengenal Boss-nya dengan baik. Farras tidak suka main-main dalam setiap urusan.
***
Di kamarnya, Farras terus memandang nomor Shezan di layar ponsel nya. Ada banyak hal yang ingin dibicarakannya dengan Shezan. Mereka hanya terpisah satu lantai.
Drrtt.. Drrtt..
Ponsel Farras berbunyi, Shezan menghubunginya.
Sementara Farras masih berpikir, Shezan lebih dahulu memanggilnya. Farras mengangkat panggilan Shezan.
"Ya."
"hmm begini Pak, Kapan saya mulai bekerja?"
Terdengar suara Shezan yang bersemangat di seberang sana. Farras melirik jam tangannya. Sudah pukul setengah dua siang.
"Sekarang." jawabannya datar.
Farras langsung menutup panggilan tanpa menunggu jawaban Shezan. Apa dia akan memasak? tanya Farras di dalam hati.
Sebenarnya Farras tidak bermaksud untuk mempekerjakan Shezan di rumahnya. Kemarin hanya terlintas begitu saja, Ia hanya ingin Shezan mau tinggal di rumahnya. Ia sudah memperkerjakan beberapa orang profesional di rumahnya.
***
Sementara itu, di dapurnya Farras.
"Abang ini siapa?" tanya Shezan begitu sampai di dapur Ia melihat seseorang pemuda sudah berada di dapur rumah Farras.
Yang ditanya menoleh ke arah penanya. Diamatinya Shezan, dari atas ke bawah, "Pembantu baru ya?" Ia balik bertanya.
"Iya bisa dibilang begitulah," Ujar Shezan tidak enak hati. Di dalam hati Ia meratapi nasibnya, lulusan sarjana berakhir jadi Asisten Rumah Tangga. Begini amat susahnya mencari kerja.
"Oh.. tolong cuci sayur yang di sana!" Perintah pemuda tersebut kepada Shezan.
Dengan kebingungan Shezan melakukan apa yang diperintahkan pemuda tersebut. Selama setengah jam Ia menjadi asisten pemuda tersebut.
Shezan melihat takjub pemuda tersebut menata masakannya di atas piring seperti hidangan restoran bintang 5.
"Abang ini chef?"
"Iya bisa dibilang begitulah," jawab pemuda itu mengulang perkataan Shezan. Ia melirik jam tangannya, "Pas tepat waktu," ujarnya kemudian.
Bersamaan dengan itu terdengar suara pintu di tutup dari lantai atas. Dalam hati, Shezan sangat penasaran sebesar apakah pintunya sampai suaranya bisa kuat begitu, sampai terdengar ke lantai bawah.
"Terima kasih atas bantuannya, sampai jumpa lagi." Ujar pemuda tersebut, dan bergegas pergi meninggalkan rumah Farras.
***
Farras berjalan tenang menuruni tangga, dilihatnya Shezan sudah berdiri di depan meja makan seakan menghadangnya untuk duduk di kursi meja makan itu. Shezan menatap ke arahnya dengan tatapan meminta penjelasan.
Farras sudah memperkerjakan seorang chef yang akan menyediakan makanan sesuai jadwalnya makan di rumah. Dirinya tidak mungkin memecat seseorang hanya karena alasan pribadi, meskipun Ia suka sembarangan memecat pegawainya dengan alasan sepele. Baginya masalah pribadi dan masalah sepele adalah dua hal yang jauh berbeda.
Ia melewati shezan begitu saja dan duduk di kursinya. Ia tidak suka memberi penjelasan.
"Makanlah." titahnya kepada Shezan kemudian.
Shezan mematuhi perintah Farras, Ia tidak ingin berbuat kesalahan di hari pertamanya bekerja.
Mereka berdua makan dengan tenang tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Anda pernah tinggal di Desa Sigara?" Tanya Farras setelah Ia menyelesaikan makannya.
Pertanyaan yang ingin ditanyakannya sejak pertama kali melihat Shezan, akhirnya Ia tanyakan sekarang. Ingin rasanya Ia menundanya lebih lama lagi. Ia takut Shezan bukan gadis yang Ia cari.
"Tidak Pak, Saya berasal dari panti asuhan suka ketenangan." Jawab Shezan.
Deg..
Ada sesuatu yang tiba-tiba mencengkram jantung Farras dengan kuat setelah mendengar jawaban Shezan.
"hmm," Farras tidak punya kata kata lagi untuk dikeluarkan dari mulutnya. Ia memutuskan untuk pergi meninggalkan Shezan. Dan pergi ke kamarnya.
Farras berjalan tenang menuju kamarnya, dan tatapan Shezan mengikuti kepergian Farras.
Kini giliran Shezan yang di kepalanya penuh sesak pertanyaan.
Tunggu sebentar.. mengapa dia bertanya tentang Desa Sigara? Tidak ada yang tahu darimana Ia berasal. Bahkan panti asuhan juga tidak tahu. Shezan masih berpikir.
"Lalu kenapa orang itu bertanya Desa Sigara?" Guman Shezan pelan.
Shezan memikirkan segala kemungkinan sembari mencuci piring, dan membersihkan meja makan.
Semua gerak gerik Shezan di dapur dilihat oleh Farras dari layar tabletnya. Di rumahnya, Farras memasang CCTV di setiap ruangan dan di setiap pojok. Kecuali Kamar tamu. Kamar yang sekarang ditempati oleh Shezan. Farras menghormati tamunya.
***
Malam pertama Shezan tidur di kamar yang konon katanya berhantu, tidak ada yang berani tidur dikamar itu. Tadinya Ia berpikir lebih baik tidur dikamar berhantu daripada harus mengeluarkan uang 500rb/bulan.
Malam ini Ia tidak tahu apakah harus menyesali keputusannya atau tidak.
"Tenang Shezan, ambil sisi positifnya, cincin 120juta. Harus bisa melewati malam ini." Ia menenangkan dirinya yang berada di balik selimut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Mak Aul
Seandainya chef itu tau yang jadi asistennya adalah ibu negara😆😆
2022-08-26
0
Hazhilka279
hahaha jumpa lagi ya??????. udah beres belum???
2022-03-15
1
Hazhilka279
120 juta. vs 120 perak dr NT😂
2022-03-15
0