Begitulah penyiksaan mereka sebelum waktu kepalaku berpisah dengan tubuhku.
"Bunuh dia!"
"Jangan biarkan dia hidup!"
"Bunuh pemberontak!"
"Selamatkan Kekaisaran Theoden dari para pemberontak!"
Begitulah teriakan mereka ketika melihatku datang ke lapangan.
Tidak hanya meneriaki ku mereka juga melempari ku menggunakan batu-batu besar, tidak sedikit luka yang aku dapatkan karena lemparan batu besar itu.
Perlakuan seperti itu terus berlanjut walaupun kepalaku sudah berada di tiang pemancungan.
Beberapa saat setelah leherku berada di tiang pemancungan yang mulia putra mahkota Artemis Ivander The Theoden dan yang Charlotte Lavandula datang dengan senyuman yang selalu mekar di wajah wanita itu.
"Seperti yang saya katakan kemarin, hari ini, siang ini. Kita semua akan menyaksikan hukuman bagi pemberontak yang berani melawan Kekaisaran Theoden. Seperti yang kita tau, hukumannya adalah hukuman Mati,"
Ujar putra mahkota yang berpidato terlebih dahulu kepada rakyatnya.
"Inilah akhirnya, akhir yang sangat mengenaskan yang tidak pernah terpikirkan olehku sedikit pun. Ayah, Ibu, Kakak-kakak, aku minta maaf kepada kalian jika aku banyak salah. Sekarang mungkin waktunya aku menebus semua kesalahan itu, namun jika ada kesempatan sekali lagi aku harap kita bisa bahagia." batinku.
Tanpa sadar lagi-lagi air asin berwarna bening mengalir di pipiku.
"Sebelum itu," Artemis menggantung kata-katanya sebelum kapak besar itu melewati leherku.
Semua mata mengarah kepadanya termasukku tapi tidak dengan Charlotte.
"Aku akan memberitahukan kepada kalian semua, hukuman tegas yang akan didapatkan oleh keluarga penghianat," lanjut Artemis sembari menatap ke arahku.
"Tunggu! Dia bilang keluarga penghianat tadi? Bukankah mereka sudah setuju jika aku yang menggantikan hukuman ayah dan ibu? Apa mungkin mereka melakukan sesuatu kepada mereka? Tidak itu bukan hal yang mungkin tapi itu adalah hal yang bisa mereka lakukan seenaknya." batinku.
"Sekarang!" perintah Artemis kepada seseorang disampingnya.
Orang itu segera pergi melaksanakan perintah mutlak dari atasannya, kami semua dibuat penasaran dengan apa yang akan terjadi.
Beberapa saat kemudian orang itu datang dengan beberapa orang sambil membawa sesuatu yang tidak bisa aku lihat. Karena memang posisi ku kini mengarah ke barat.
Orang-orang bersorak-sorai melihat kedatangan utusan Artemis itu.
"Lemparkan!" titah tegas Artemis.
Bruk....
Dari kejauhan terlihat sesuatu yang berbentuk seperti kepala terpisah dari tubuh dengan rambut blonde hair dan rambut lurus berwarna biru dongker.
Aku berharap ini mimpi, namun ternyata benar saja itu adalah kepala yang terpisah dari tubuh.
"Tidak, tidak mungkin,"
"Yang mulia! Kenapa ini? Anda pasti berbohong kan? Ini bukan. Aku yakin pasti bukan," sekuat tenaga aku berteriak agar terdengar oleh Artemis dan untuk membuktikan bahwa perkirakan ku salah.
Seorang pengawal datang dan mengambil kepala itu dan menghadapkan nya kepadaku.
"Tidak! Ini tidak mungkin! Ayah! Ibu! Artemis breng**k kau! Raja tidak tahu malu! Mati saja kau! Berani sekali kau mengingkari janjimu, kau membunuh orang tuaku setelah sepakat dengan perjanjian. Breng**k kau! Bed***h!" air mata serta emosi tak lagi dapat aku bendung melihat kepala yang ada di depan ku ternyata adalah kepala ayah dan ibu yang sudah berpisah dengan anggota tubuhnya.
"Laksanakan sekarang!" perintah dari Artemis kepada algojo.
"Jika memang ada kehidupan setelah ini, aku Lareinya Fransisco bersumpah jika aku bersalah maka di kehidupan manapun tidak akan pernah bahagia dan berakhir tragis. Namun, jika alu tidak bersalah dan hidup kembali maka kalian semua yang telah menyakitiku akan ku hancurkan. Hahaha!" ucapku dengan sekuat tenaga.
"Terutama kalian, kalian yang akan mendapatkan lebih parah lagi! Artemis b*****t dan Charlotte j****g. Mati kalian semua! Hahaha!"
Jleb...
Inilah akhir dari semuanya, aku tidak bisa menyelamatkan ayah dan ibu dan kakak-kakak. Bahkan mereka tidak menepati janji. Maafkan aku ayah ibu.
...•...
"Hosh, hosh, hosh..." nafasku terengah-engah.
"Apa ini? Kenapa tempat ini begitu tidak asing?" ujarku melihat keseluruhan penjuru ruangan.
"Bukankah ini kamarku? Tapi, seharusnya aku sudah mati? Leherku juga masih utuh. Bahkan seluruh tubuhku masih ada, Jangan-jangan." aku bergegas turun dari tempat tidur dan menuju cermin terdekat.
Benar saja, tubuhku berubah menjadi mungil dan rambut ku yang bergaya blonde hair berwarna pirang keemasan masih sangat panjang.
"Jangan-jangan aku kembali ke masa lalu," aku bergegas berlari keluar kamar dan menabrak seseorang yang ada diluar pintu.
"Ma, maafkan aku. Permisi aku masih ada urusan." ujarku sambil berusaha berdiri dan berlari kembali.
"Nona, tunggu!"
Aku melihat kebelakang sesaat dan ternyata orang itu mengejarku tapi aku memilih untuk tidak menghiraukannya. Aku ingin memastikan keadaan keluarga ku dulu.
"Aku yakin mereka sekarang pasti ada di sana. Aku harus ke sana." sekuat tenaga aku mencoba berlari melewati lorong yang sangat panjang dan besar ini, membutuhkan waktu lama untuk sampai ke tujuan karena memang tubuhku sangat mungil yang membuat langkah kakiku semakin pendek.
Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Sebuah pepatah yang pernah aku dengan dan awalnya aku tidak percaya ternyata benar adanya.
Akhirnya aku sampai di ruangan itu.
Brak...
"Hosh... hosh... hosh... " nafas memburu dan lelah menghampiri, namun aku mencegah semuanya agar aku tidak pingsan saat ini juga.
Aku menatap penghuni ruangan ini yang berjumlah 4 orang yang terdiri dari 1 wanita paruh baya dengan rambut blonde hair dengan mata berwarna hijau, seorang pria paruh baya dengan rambut biru laut dan mata biru langit dan seorang pemuda dengan warna mata dan rambut yang mirip dengan pria paruh baya itu, tidak lupa seorang remaja laki-laki dengan rambut dan warna mata yang sama persis dengan sang wanita paruh baya.
"Ayah! Ibu! Kakak-kakak!" aku berlari berhamburan ke arah mereka.
Mereka semua berlutut menyamakan tinggi denganku dan membuka tangannya lebar-lebar.
Bruk... Grep...
Aku memeluk mereka dengan sangat erat berharap tidak akan pernah lepas.
Sebutir air mata lolos dari mata berwarna biru laut ku dan tidak berselang lama air asin itu jatuh dengan deras membasahi pipiku. Bukan karena sedih, tapi karena aku sangat bahagia bisa bertemu dengan orang-orang yang aku sayangi lagi. Entah mimpi atau bukan tapi yang pasti aku ingin menikmati saat-saat seperti ini lagi.
•••
Setelah cukup melepas rindu kini saatnya aku mulai diinterogasi.
Kami semua berada di ruangan tadi namun dengan posisi duduk.
Aku tidak berani menatap ke arah mereka berempat karena sudah pasti aku akan di sidang.
"Reinya!" panggil seseorang dari mereka.
"Tamat sudah, jika kak Chantelle sudah angkat suara sudah tidak ada lagi harapan untukku." batinku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Saeful Anwar
rambut blonde hair hahaha kenapa yang 1 nya lagi g di tulis rambut biru laut hair sekalian
2023-01-29
0
r.E 0412
ups kok q bacana chanle y🤭🤭
2022-02-24
1
SoVay
waaahh..apa tadi itu gambaran masa depan, atau.malah kembali ke masa lalu yaa
2021-12-22
5