BAB 5

Menit demi menit pun berlalu.

"Si Radit lama bener di kamar mandi?" Ucap Rendi cemas.

"Mungkin lagi senam lima jari, Ren!" Ujar David

"Firasat gue gak enak, Vid!"

Rendi langsung bergegas pergi untuk melihatnya, sesampainya di dalam kamar mandi, Rendi sangat terkejut, karena dia melihat Radit sudah pingsan tak sadarkan diri dengan hidung yang masih berlumuran darah.

“Loe kenapa, Dit?” tanya Rendi resah, karena panik Rendi langsung memanggil rekan-rekannya.

Sesampainya Bella, Silvi dan David di dalam kamar mandi, merekapun ikut terkejut saat melihat kondisi Radit sudah sangat mengkhawatirkan.

“Si Radit kenapa, Ren?” tanya Bella resah.

“Gue gak tahu, Bell. Pas gue ke kamar mandi si Radit udah kayak gini” ujar Rendi cemas. Mereka langsung membawanya menuju kamar.

“Jangan-jangan ini ada sangkut pautnya sama ritual itu, Ren?” bisik Silvi khawatir.

“Sudahlah, ini gak ada hubungannya”

“Tapi, Ren?”

“Loe kenapa, Sil. Kayaknya cemas banget?” tanya Bella resah.

“Gak kenapa-napa kok, Bell. Gue khawatir aja sama keadaan si Radit”

***

Tiga hari telah berlalu dan keesokan harinya waktunya mereka pulang.

“Makasih ya Pak Darso udah ngijinin David nginap di villa ini"

“Ga apa-apa, kok. Den. Kalau Aden ingin nginap lagi, pintu villa ini selalu terbuka lebar untuk Aden”

Mereka berlima akhirnya memutuskan untuk pulang. Namun, mereka tidak tahu kalau kepulangannya itu akan membawa sebuah mala petaka.

***

Malam itu Pak Darso sedang mengontrol kamar terlarang yang telah di amanat kan untuknya. Tugas sebenarnya Pak Darso hanya menjaga agar cermin tua yang berada di dalam kamar terlarang itu tidak hilang. Karena, di dalam cermin tua itu telah tersegel sesosok kuntilanak yang haus akan darah.

Sambil membawa sesajen kemenyan dan beberapa bunga 7 warna. Pak Darso mulai menghampiri kamar terlarang itu.

Sesampainya di depan pintu kamar terlarang itu, Pak Darso merasa heran, karena pintu kamar terlarang itu sudah terbuka lebar sedangkan kuncinya masih dia genggam.

Dengan hati yang penuh tanda tanya Pak Darso mulai masuk kedalam kamar terlarang itu untuk memastikan, apakah cermin tua tersebut masih ada atau tidak.

Ssesampainya Pak Darso di dalam kamar terlarang itu. Tiba-tiba, pintu kamar terlarang itu langsung tertutup dengan sendirinya. Pak Darso semakin panik di saat dia melihat cermin tua yang di amanat kan nya itu sudah pecah dan tak berbentuk.

Pak Darso benar-benar merasa cemas,

"Kenapa cermin tua ini bisa pecah?"

Seketika Pak Darso melihat sesosok bayangan hitam yang sedang merambat didinding kamar dengan begitu cepat.

Sekilas bayangan itu berambut putih, kedua kuku tangannya di penuhi cakar yang begitu tajam dan sosok itu memiliki taring yang begitu panjang hingga sampai ke dagu.

Malam itu Pak Darso mulai sadar kalau kuntilanak yang sudah puluhan tahun tersegel telah terbebas dari dalam cermin tua itu.

Di saat Pak Darso menoleh kearah belakang, matanya pun langsun kog melotot ketakutan. Tubuh nya seketika menjadi kaku. Kuntilanak itu sudah berada tepat di hadapannya. Bau busuk dari aroma kuntilanak itu sangat menyengat.

“Kenapa kamu bisa bebas??” tanya Pak Darso gugup. Pak Darso menjadi benar-benar panik.

Kuntilanak itu menghempaskan tangan kananya dan seketika itu juga Pak Darso langsung terhempas kedinding kamar dengan kerasnya.

Malam itu begitu mencekam dan waktu serasa terhenti. Sambil menahan rasa sakit Pak Darso mencoba untuk bangkit. Namun, tiba-tiba, tubuhnya langsung melayang dengan sendirinya.

Dengan tatapan tajam, sosok kuntilanak yang baru saja terbebas itu mulai mendekati Pak Darso. Mendekat dan terus mendekat. Pak Darso hanya bisa merintih kesakitan.

"Tolong saya, tolong!"

Seketika sosok kuntilanak itu langsung menjulurkan tangan kanannya yang begitu mengerikan kearah tubuh Pak Darso dan mencabik-cabik seisi perutnya. Pak Darso pun menjadi santapan pertama kuntilanak yang haus darah itu.

Menit demi menit pun berlalu.

Malam itu Mbok Imah sedang kebingungan mencari keberadaan Pak Darso.

“Abah, Abah dimana..?” teriak Mbok Imah cemas. Sesampainya di depan pintu kamar terlarang itu, Mbok Imah mulai merasakan hal yang aneh.

“Abah, Abah dimana..?” tanya Mbok Imah heran,

“Tolong saya, tolong!" Rintih seseorang, setelah Mbok Imah mendengarnya dengan teliti, ternyata suara minta tolong itu berasal dari rintihan Pak Darso.

Tanpa pikir panjang, Mbok Imah langsung masuk ke dalam kamar terlarang itu dan seketika pintu kamar terlarang itu langsung tertutup dengan sendirinya.

Mbok Imah pun menjadi santapan kedua dari keganasan kuntilanak yang haus darah itu.

***

Dua minggu pun telah berlalu semenjak mereka pulang dari acara menginap di villa milik keluarganya David.

Malam itu Rendi sedang menginap di kediamannya Radit. Mereka berdua sedang memainkan sebuah konsol game di ruang tamu. Sudah hampir lima jam mereka bermain dan Rendi pun mulai merasa jenuh. Tiba-tiba Rendi mendengar suara dari arah luar, seperti orang yang sedang menyapu halaman.

"Itu suara apa, Dit?"

"Suara?"

"Iya, suara orang lagi nyapu halaman pakai sapu lidi" Setelah Radit mendengarkannya dengan seksama. Ternyata suara itu semakin kencang terdengar.

"Yaudah biarin aja" ujar Radit.

"Mungkin tetangga loe lagi bersih-bersih"

"Sekarang jam dua malam, Ren"

"Lah, iya juga ya!" Radit pun membesarkan volume televisinya. Dan melanjutkan bermain konsol game. Tiba-tiba terdengar suara alunan nyanyian Lingsir wangi.

"Dit, loe denger gak?"

"Apaan?"

"Ada nyanyian lagu lingsir wangi!"

"Lah, emang kenapa?"

"Itu lagu mistis, Dit. Siapa yang nyanyiin tuh lagu. Jangan-jangan " ujar Rendi cemas.

"Gak usah panik gitu. Itu nada dering alarm handphone gue" Rendi pun mengambil handphone miliknya yang tidak jauh dari mereka berdua.

"****** loe. Bikin gue senam jantung aja!" Ujar Rendi. Saat itu juga terdengar suara ketukan mangkuk.

"Ting, Ting, Ting, Ting, Ting!"

"Kayaknya tukang nasi goreng, Ren!"

"Iya, Dit. Coba loe beli, gue lapar Dit!" Radit pun pergi keluar menghampiri tukang nasi goreng itu.

"Bang, nasi gorengnya dong. Satu di piring, satu di bungkus ya" ucap Radit. Tukang Nasih goreng itu hanya diam dan tidak menjawab perkataan Radit. Saat itu Radit tidak merasa curiga.

Menit demi menit pun berlalu. Pesanan sudah selesai.

"Terimakasih Bang. Ngomong-ngomong Abang baru ya jualan nasi goreng disini. Soalnya saya baru lihat?" Tanya Radit. Tukang nasi goreng itu hanya mengangguk dan berdiam diri di depan wajan penggorengan tanpa menjawab sepatah kata pun.

Radit memakan nasi goreng pesanannya itu hingga habis.

"Jadi berapa Bang?" Tanya Radit. Tukang nasi goreng itu hanya diam. Karena merasa ada yang aneh. Radit menaruh uang nya di mangkuk dan langsung bergegas pergi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!