Miftah, Qomarun dan Zaldira akhirnya sampai ketempat yang sejak tadi mereka bicarakan. Saat melihat apa yang sudah ada didepan matanya, Miftah pun langsung pingsan karna saking terkejutnya.
"Bayangin aja kebun terong ya." 😅
Tempat yang selalu ia jaga dan banyak digemari oleh para masyarakat, kini sudah sirna. Seperti hilang diterpa bencana alam. Air mata perih masih setia mengalir melalui pipi indahnya, walau ia masih dalam keadaan tak sadarkan diri.
Qomarun dan Zaldira sangat terkejut.
"Ya Allah kaka... Kak Qomarun sih! sudah Zaldira bilang kalau kak Miftah Miftah itu gak bisa kita bawa kesini kaka... hiks! hiks! gimana dong ini Kaka?" tanya Zaldira yang sudah berlinang air mata.
"Yasudah mari kita bawa ke rumahmu saja," respon Qomarun sambil mengambil alih tubuh Miftah yang awalnya ada dipangkuan Zaldira. Zaldira hanya mengangguk mengiyakan apa yang Qomarun ucapkan.
🍃 Rumah Zaldira 🍃
Miftah kini sudah mulai membuka matanya secara perlahan, Ia melihat dirinya sudah berbaring di atas kasur empuk yang tak diketahui siapa pemiliknya.
"Ini dimana ya?" tanyanya pada diri sendiri.
"Krek," suara gagang pintu terdengar dan tampaklah seorang gadis cantik berkulit putih susu sedang tersenyum padanya.
"Alhamdulillah kaka udah sadar," ucapnya sambil membawa nampan yang berisi bubur ayam yang masih hangat.
"Zaldira! bagaimana Kaka bisa ada disini? bukannya Kaka awalnya ada didepan kebun terong Kaka yang sudah hancur berantakan? lalu kemana perginya Qomarun?" tanyanya bertubi - tubi.
Zaldira kini sudah duduk diranjang disamping Miftah setelah meletakkan nampan diatas meja dekat kepala ranjang.
"Kaka... kaka jangan tanya ini itu dulu, Kaka sendiri kan baru sadar. Zaldira gak mau kalau sampai kaka pingsan lagi," ucap Zaldira berkaca - kaca.
Melihat wajah Zaldira yang sedih Miftah pun mau tidak mau mengurungkan rasa keingintahuannya.
"Sekarang yang penting Kaka harus makan dulu ya, kasian tuh perut kaka udah sedih keroncongan." sambung Zaldira dengan tangan yang sudah memegang mangkok.
"Apakah ini tidak merepotkan mu Zaldira? kamu selalu saja membantu Kaka, apakah kamu tidak lelah ha?" tanya Miftah tidak enak.
"Aku tidak akan pernah lelah untuk membantu guru yang telah mengajarkanku ilmu Allah kaka," jawab Zaldira yakin.
Miftah sangat terharu saat mendengarkan kata - kata Zaldira.
"Kamu memang murid yang sangat baik Zaldira," puji Miftah sambil tersenyum.
"Tidak kok kaka," elak Zaldira yang pipinya sudah memerah karena tersipu malu.
"Sini biar Kaka makan sendiri aja. Kamu udah lelah, jadi kamu tidak perlu menyuapi Kaka lagi." pinta Miftah saat Zaldira sudah mengambil mangkok yang berisi bubur ayam.
"Kaka yakin kaka udah sanggup?" tanya Zaldira dan Miftah hanya mengangguk lalu bangkit duduk bersandar dikepala ranjang setelah menaruh bantal dibelakangnya.
Dengan tangan yang bergetar Miftah mencoba untuk meraih bubur yang ada ditangan Zaldira. Belum sampai semenit mangkok ia pegang tiba - tiba tangannya sudah lemas, sampai - sampai mangkok itu hendak menumpahkan isinya diatas kasur.
Zaldira yang melihat hal tersebut dengan sigab langsung mengambil alih mangkok yang sebelumnya ada ditangan Miftah.
"Tuh kan! sudah Zaldira bilang Kalau Kaka belum kuat, tapi Kaka masih aja ngeyel," cibir Zahra cemberut.
"Ya udah deh! Kaka tau kaka salah! kamu menang, kamu boleh kok suapin kaka." ucap Miftah lemas.
Zaldira tanpa dipinta langsung mengambil sesendok bubur lalu meniupnya, setelah dirasa dingin baru ia menyuapkannya pada Miftah.
Usai makan Miftah kembali berbaring setelah duduk beberapa saat sedangkan Zaldira sudah lebih dulu pamit untuk membantu orang tuanya.
Kini Miftah sedang berada dibelakang rumahnya, aneh sekali! entah mengapa kebun terongnya masih utuh dan indah. Tiba - tiba datanglah dua pria yang sedang membawa sepasang golok ditangan mereka.
Dalam sekejap kebun terong Miftah pun tumbang berantakan karna telah dicabik - cabik oleh mereka.
"*hey! siapa kalian? kenapa kalian malah menghancurkan kebunku?" tanya Miftah yang kini sudah mulai terisak pelan*.
Pelaku seakan tak mendengarkan apa yang Miftah ucapkan, mereka terus saja menebas apa saya yang ada dikebun itu tanpa ada yang tersisa satu pun.
"*Tolong jangan... Itu harta peninggalan Kakek dan nenekku satu - satunya, aku tidak mungkin membiarkan itu hancur seketika setelah lelah ku perjuangkan sampai sesukses ini," rintih Miftah*.
Ia sangat ingin menghampiri dua pemuda itu, tapi sayangnya kakinya seperti membeku dan sangat sulit untuk digerakkan. Dengan susah payah akhirnya Miftah pun berhasil berjalan walau hanya perlahan.
Dua pria itu sangat tidak jelas, mereka malah hanya tampak seperti dua bayangan yang sedang lincah bergerak.
"*Tolong hentikan... Ini kebun nenek dan kakekku. Aku telah lelah memperjuangkannya," cegahnya sesak karna telah menahan rasa perih dihatinya sejak tadi*.
"Pergilah wahai wanita lemah," perintah salah satu dari mereka pada Miftah.
"*Aku tidak akan pernah pergi dari sini sebelum kalian berdua pergi!!!" gertak Miftah yang sudah dipenuhi oleh api kemarahan*.
"Oh! Kau menantang kami ya? baiklah! kau berarti minta dibunuh sekarang juga," ucap yang satunya lagi.
"*Lebih baik aku mati dari pada harus melihat kehancuran ini, kalian tidak tau seberapa besar perjuangan kakek dan nenek ku dulu. Dengan inilah mereka mampu membesarkan ku sampai sekarang asalkan kalian tau," geramnya*.
"Kami tidak peduli! itu bukan urusan kami! yang terpenting bagi kami adalah menjalankan suruhan bos kami. Ia bahkan mengizinkan kami untuk mencelakaimu sampai nyawamu melayang," sambung pria dua.
"Sekarang kamu rasakan tajamnya golok yang mampu mengelupaskan kulit lehermu dengan mudah," ucap pria satu. Miftah tanpa rasa takut sedikitpun bukannya malah menutup matanya tapi ia malah membukanya lebar - lebar.
"Ya Allah, hamba ikhlas jika harus mati dalam usia muda." ucapnya dalam hati dan saat pedang itu hendak mengenai kulit lehernya dibalik jilbab, ia pun tersadar dari mimpinya dengan keringat yang masih mengalir deras disekujur tubuhnya.
"Syukurlah ternyata itu cuma mimpi. Tapi kenapa terasa begitu nyata? ah! mungkin itu hanya halusinasi ku saja. Wujud mereka pun tidak terlalu jelas. Lagian, kebun nenek dan kakekku benar - benar sudah hancur." resahnya sambil berusaha mengatur detak jantungnya yang berdegup kencang.
🍃 Keesokan harinya 🍃
Miftah kini sedang berdiri didepan rumah Zaldira sambil mengucapkan terima kasih pada orang tuanya.
"Bu Zakia... Pak Zakri... Terima kasih ya sudah mengizinkan saya tinggal disini," ucapnya penuh haru.
"Oh! tidak apa - apa Miftah, kamu kan sudah mau mengajarkan anak kami sampai pandai membaca Al - Qur'an dengan cepat. Sebelumnya Zaldira itu sangat pemalas lho... Namun semenjak mengenalmu, dia jadi banyak berubah. Kami jadi merasa sangat bersyukur," respon ibu Zaldira sambil tersenyum.
"Itu benar sekali. Bahkan, sebelum tidur ia selalu sempatkan untuk mengulang apa yang sudah ia pelajari darimu," sambung ayah Zaldira.
"Ibu... Ayah... Zaldira malu tau... Kenapa ibu sama ayah bilang - bilang sih," dengus Zaldira mulai merajuk.
Miftah yang melihat pipi Zaldira yang menggembung akibat marah hanya mampu menggeleng sambil tersenyum.
"Udah... jangan ngambek lagi. Nanti keimutan Zaldira jadi ilang lho... Emang mau? kan kaka jadi sedih kalau Zaldira gak ceria lagi," ucap Miftah sambil mengelus puncak kepala Zaldira dengan penuh kasih sayang.
"Baiklah Kaka, apakah aku boleh mangantarkan kaka sampai rumah dan membantu kaka menanam kembali kebun terongnya?" tanya Zaldira.
Lagi - lagi Miftah merasa sangat terharu dengan kebaikan Zaldira.
"Zaldira sayang... Kamu sekarang kan harus bersiap - siap karna tak lama lagi kamu harus pergi mengaji dengan kak Qomarun. Apakah kamu mau ketinggalan hm? " , peringat Miftah.
"Iya deh... Zaldira gak jadi bantuin Kaka dulu. Tapi Kaka harus janji ya sama Zaldira, kalau ada apa - apa bilang aja. Siapa tau Zaldira bisa bantu Kaka," ucapnya.
"Oh iya Kaka! ini kan hari minggu! besok jadwal mengajinya" sambung Zaldira.
"Benarkah? tapi tetap aja kamu harus beristirahat agar kamu bisa lebih fokus besoknya. Karna kaka gak mau kamu sampai sakit, nanti kalau kamu gak dengar Kaka gak mu ngajar lagi lah." nasehatnya.
"Ya udah deh! Zaldira paham," responnya terpaksa.
"Oke deh! kamu memang murid Kaka yang paling the best! ya sudah Kaka pamit ya," izin Miftah yang hanya dijawab anggukan dan senyuman dari mereka setelah berkata "iya."
_________________________________________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 207 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻upikabu💅👠💄
bayangin kebun terong tapi tetep ngeliadnya pohon pepaya,kebunnya kasian porak poranda,semoga segera dapat gantinya lagi yang lebih berkah.
2023-01-13
0
ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠Hana Nurul Azizah🍩ᴬ∙ᴴ࿐
Smoga tidak kejadian ya Miftah ..Karena kebun kamu itu beharga ....Dan juga untuk biaya sehari hari kamu juga
2023-01-04
0
🍒Nungma🍃
dasar manusia tak punya hati kasihan kan itu sumber penghasilannya si miftah
sabar ya miftah
2023-01-03
0