Carlotta merasa seolah otaknya berhenti berfungsi. Dia mematung di tempatnya berdiri, membiarkan seluruh panca inderanya mengambil alih. Angin berhembus pelan lewat balkon, membawa aroma awal musim semi. Malam terasa sejuk, namun sekujur tubuhnya merasakan intensitas panas tatapan Alessandro.
"Kau bukan Nyonya Sevillo." Carlotta berkata.
Alessandro nyengir. "Kurasa memang bukan."
Carlotta menjadi amat gugup. Ia tahu Alessandro sanggup melakukan apapun. Dan saat ini ia tidak aman. "B-bagaimana kau bisa ada di sini?"
"Manajermu memberikan aksesnya padaku." Kata Alessandro perlahan. Ada kilatan kelicikan di matanya. Sesuatu yang asing, tidak pernah ditemui Carlotta saat mengenal pria itu sepuluh tahun lalu.
Namun, Alessandro yang ini jelas-jelas sanggup menggulingkan kekayaan ayahnya. Bukan tidak mungkin pria itu melakukan sesuatu yang melanggar privasi juga.
Tapi dia tidak mungkin memanipulasi Marco Bruni. Itu jelas sesuatu yang mustahil, kan?
Carlotta mempercayakan seluruh karirnya kepada Marco. Seluruh hidupnya selama dua tahun belakangan dihabiskan hampir setiap hari dengan sahabat masa kecilnya itu. Tidak mungkin Marco menipunya, kan?
Jika ada tukang tipu di sini, Carlotta yakin Alessandro-lah orangnya.
"Kau berbohong." Carlotta menatap Alessandro tajam.
Alessandro masih berdiri bersandar ke sisi tembok dengan santai. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam celana jeans-nya. "Kalau tidak percaya, kenapa tidak kau telepon saja manajermu itu?"
Carlotta mengeluarkan ponsel dari tas tangannya. Sejenak ia merasakan keraguan. Bagaimana jika Alessandro benar? Alessandro tidak akan menyarankannya untuk menelepon Marco dan melakukan konfirmasi jika pria itu berbohong, kan?
Selama beberapa detik, Carlotta memandang ponsel di tangannya dan Alessandro di hadapannya bergantian. Kebimbangan melandanya.
Ia memilih untuk menghubungi Marco. Deringan pertama berlanjut ke deringan kedua. Deringan kedua berlanjut ke deringan ketiga. Carlotta mulai panik. Biasanya Marco mengangkat panggilannya dalam dua deringan. Pria itu terikat erat dengan ponselnya. Bahkan, ke kamar mandi pun ponsel tak pernah lepas dari genggamannya.
Dan panggilan Carlotta jelas-jelas tersambung. Tidak mungkin ponsel Marco sedang mati.
Ketika sampai deringan ke sepuluh dan belum juga diangkat, Carlotta mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mencoba lagi.
Alessandro sabar menunggu hingga Carlotta melakukan percobaan telepon hingga tiga kali.
"Aku tidak membayarnya untuk mengabaikan telepon dariku." Carlotta mulai kesal.
Alessandro tersenyum. "Aku membayarnya untuk melakukan itu."
Carlotta menyipitkan mata. "Jangan bercanda. Itu tidak mungkin."
"Tidak ada yang tidak mungkin bagiku, Sayang." Alessandro mulai berjalan mendekat. Pria itu kini berdiri tepat di depan hidung Carlotta.
***
Marco Bruni berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya. Ponselnya ia letakkan di atas meja kaca. Meskipun telah berdering berulang kali, Marco sengaja tidak melakukan usaha apapun untuk mengangkatnya.
Pria itu menggigiti bibirnya sendiri dengan cemas. Dalam hati, ia sungguh-sungguh berdoa semoga semuanya baik-baik saja.
Lagipula, ia sudah menghubungi teman-teman lamanya di Verona untuk mengetahui track record percintaan Carlotta yang tidak pernah terendus media. Marco ingin tahu dengan siapa saja gadis itu pernah menjalin hubungan. Paling tidak, Carlotta sudah tidak perawan, kan? Usianya sudah menginjak dua puluh enam. Meskipun Marco belum menemukan titik terang nama pria-pria yang pernah berpacaran dengan Carlotta, Marco yakin malam ini bukan pertama kali Carlotta melakukan hal itu.
Marco hanya ingin memastikan.
Beberapa orang memberitahunya bahwa Carlotta sempat bertunangan dengan Roberto Mancini. Marco sampai merinding membayangkan Carlotta sempat akan menjadi kakak ipar Gretta Mancini. Gretta benar-benar ular berbisa. Selain itu, Gretta sudah memutuskan untuk membenci Carlotta karena permusuhan kedua keluarga mereka sejak berabad silam. Permusuhan yang bahkan tidak diketahui disebabkan oleh hal apa.
Marco langsung menghubungi Gretta Mancini begitu mendapatkan informasi ini.
"Siapa ini?" Terdengar suara Gretta menyapa. Tidak terlalu ramah.
"Ciao, Gretta! Ini Marco Bruni, teman sekelasmu sewaktu di sekolah dasar. Ingat, kan?"
"Oh, rupanya kau. Ada apa, Marco?"
Marco berusaha berbicara dengan riang. "Kalau boleh, bisakah aku bertanya tentang hubungan Carlotta Marinelli dengan kakakmu saat mereka bertunangan dulu?"
Gretta tertawa. "Hubungan? Hubungan apa? Kakakku tidak pernah punya hubungan dengan dia."
"Bukankah mereka sempat bertunangan?" Marco tidak menyerah.
"Ya, memang, sebelum Carlotta tahu kalau mantan pacarnya yang merupakan tukang kebun ternyata pewaris Ferrara Group." Ada kepahitan dalam cara Gretta berbicara. Kebenciannya terhadap Carlotta sepertinya bukannya meredup, justru semakin menjadi-jadi.
"Tunggu sebentar, pewaris Ferrara? Maksudmu Alessandro Ferrara?" Marco cukup shock dengan informasi terbaru ini.
"Siapa lagi?"
"Alessandro Ferrara dulunya tukang kebun? Bagaimana bisa? Dan kau bilang dia dulu berpacaran dengan Carlotta??"
Gretta terdengar tak sabar. "Dengar, Marco. Kenapa tidak kau tanyakan sendiri saja dengan Carlotta? Bukankah kalian bersahabat?"
Lalu, sambungan telepon dimatikan.
Dasar wanita sombong, Marco tak habis pikir. Namun, ia senang karena mendapatkan informasi bahwa Carlotta dulu sempat berhubungan dengan Alessandro. Jadi, status mereka adalah mantan pacar? Marco merasa lebih tenang. Kasus ini sudah berbeda sekarang.
Ini bukan kasus jual beli wanita. Marco hanya membero kesempatan sepasang mantan kekasih untuk mengulang kembali kemesraan mereka dulu. Bukan sebuah kejahatan besar.
***
Carlotta sudah berdiri tegak setinggi 170 senti dengan bantuan heels, tetapi pria itu masih lebih tinggi 20 senti daripada dirinya. Dengan otot yang lebih besar dibandingkan dulu, Alessandro benar-benar sanggup membuatnya merasa terintimidasi.
Pria itu mengangkat dagu Carlotta dengan sebelah tangan. "Kau semakin cantik." Ujarnya. Membuat rona merah menjalari pipi Carlotta.
Tak lama, gadis itu menyadari bahwa mereka bersentuhan. Ia langsung melompat mundur bagai menghindari bara api.
Alessandro maju selangkah. "Dan aku sangat beruntung manajermu menjualmu padaku untuk malam ini."
Mata Carlotta terbelalak. "Apa maksudmu? Jangan sembarangan! Aku bukan perempuan seperti itu!"
Alessandro tertawa parau. "Siapa yang sedang kau bohongi sekarang? Aku atau dirimu sendiri?"
Carlotta menahan diri agar tidak menampar Alessandro, tapi pria itu benar-benar sudah keterlaluan. "Aku tidak sedang berbohong." Bantah gadis itu.
"Kalau begitu, bagaimana jika sekarang kita buktikan?" Alessandro memandang Carlotta dengan pandangan mengejek. Dan Carlotta tidak menyukai itu.
Pada akhirnya, Carlotta menampar pipi Alessandro. Namun pria itu tak bergeming.
"Sudah aku bilang, jangan keterlaluan!" Carlotta memasukkan ponselnya ke dalam tas dan bersiap-siap pergi.
Alessandro mencekal lengan Carlotta, kemudian membuang tas tangan gadis itu jauh ke salah satu sudut ruangan. "Jangan berlagak seolah kau tidak pernah melakukan ini, Carlotta. Aku adalah pacar pertamamu. Bukankah seharusnya aku diberi kesempatan untuk mencicipimu juga?"
Carlotta merasa emosinya semakin membara. "Aku bukan makanan, Alessandro. Tidak ada yang bisa mencicipiku!"
Alessandro tertawa mengejek. Tangannya masih mencekal lengan Carlotta, mencegah gadis itu kabur. "Memangnya kau pikir aku percaya kau bisa mencapai puncak karirmu saat ini hanya dengan kemampuanmu? Kau adalah gadis kaya yang tidak tahu apa-apa."
Perkataan Alessandro menyakiti Carlotta. Meskipun begitu, Carlotta berusaha menyembuhkan sakit hatinya. Demi apapun, dia tidak akan membiarkan Alessandro menang dengan mengira bahwa pria itu sanggup menyakitinya.
"Kalau kau tidak percaya dengan kemampuanku, itu artinya kau sama sekali belum pernah menonton filmku." Carlotta berkata dengan tenang, meskipun hatinya bergemuruh.
Alessandro tak mengindahkan lengan Carlotta yang berusaha membebaskan diri. Pria itu kembali menuduh, "Lalu mengapa manajermu memasang hargamu sebesar tiga puluh juta euro untuk semalam?"
"Lepaskan!" Carlotta melepaskan paksa cengkeraman Alessandro dengan marah. "Apa maksudmu tiga puluh juta? Marco tidak pernah melakukan itu!"
Alessandro mengeluarkan ponsel dan menyodorkan sebuah bukti transaksi antara dirinya dengan Marco Bruni. "Jangan khawatir, Sayang. Aku menghargaimu sepuluh kali lipat."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Bee RasyieQah
Marco... mau marah tp makasih mereka jdi ketemu
2023-08-03
0
Ayank Dyandi
bagus ceritanya🥰🥰
2022-09-23
0
Zazila Rokhim
aiish,,alesandro terlalu gegabah 😤
2022-05-13
0