Ketika dua adiknya menyantap pizza dan pasta keesokan harinya, Carlotta sudah diharuskan untuk kembali pada pola dietnya. Semua makanan yang dinikmatinya harus bebas gula, bebas tepung, serta bebas penyedap. Juga tidak boleh ada alkohol kecuali pada perayaan-perayaan tertentu. Marco Bruni mengatur seluruh pola diet untuk Carlotta sesuai anjuran ahli gizi profesional yang dipekerjakannya.
Carlotta agak terkejut ketika pada suatu pagi, Marco datang dengan sebotol brandy di tangannya, dan menyodorkannya pada gadis itu.
"Ada apa, Marco?" Carlotta sungguh khawatir melihat penampakan sahabatnya pagi ini.
Rambut pria itu kusut. Bola matanya merah dan kantung matanya besar, seperti orang yang tidak tidur berhari-hari. Dan tidak biasanya Marco membiarkan beberapa helai cambang tumbuh.
Marco menggeleng dan berkata tidak ada apa-apa. Namun, Carlotta terlalu mengenal pria itu untuk mempercayainya. "Kau bisa cerita padaku, Marco. Kau tahu itu, kan?"
Sekali lagi, Marco menggeleng. "Aku hanya sedikit lelah setelah mengurus beberapa persiapanmu bermain film terbaru ini. Malam nanti aku masih harus bertemu dengan Nyonya Claudia Sevillo untuk membahas script-mu."
"Oh, Marco. Kau benar-benar bekerja keras." Carlotta menepuk-nepuk bahu pria itu pelan. "Untuk malam nanti, biar aku yang menemui Nyonya Claudia Sevillo. Di mana tempatnya?"
Marco terdengar tidak yakin. "Aku sudah mereservasi kamar suite yang beberapa hari lalu kita gunakan untuk merayakan pencapaianmu. Kau serius mau datang?"
Carlotta tertawa pelan. "Kenapa tidak? Lagipula nanti malam aku tidak punya acara khusus."
"Apakah itu mengganggu acara tidak khususmu? Kau membayarku mahal untuk mengurusmu. Aku tidak boleh mengganggu acara pribadimu, Carlotta."
Carlotta mencubit pipi Marco karena gemas. "Kau tidak menggangguku, Marco. Ini, kan, tentang pekerjaanku juga. Aku bisa mengurus yang satu ini."
Marco mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi. "Aku hanya bisa berdoa semoga semua baik-baik saja."
Carlotta tidak menaruh rasa curiga sama sekali. "Kudengar Nyonya Sevillo tidak semenakutkan itu. Apa yang kau khawatirkan?"
Marco tersenyum lemah dan menggeleng. "Ini adalah sebuah proyek besar. Aku hanya berdoa semoga kau diberi kekuatan dalam menjalaninya."
Carlotta justru tertawa terbahak-bahak. Mengeluarkan kalimat yang berlebihan memang sudah menjadi ciri khas Marco. "Kau ini kenapa, sih? Kata-katamu seolah menyiratkan kalau malam nanti aku akan digiring ke tiang gantungan."
Marco menatap Carlotta ngeri. "Jangan sampai itu terjadi, Tuhan. Jangan sampai!"
Carlotta tertawa lagi. "Biasanya kau bukan orang yang relijius?"
"Aku akan menjadi orang relijius untuk hari ini dan berdoa untukmu, Carlotta."
Carlotta segera memeluk Marco kilat. "Oh, betapa manisnya dirimu. Terima kasih banyak!"
***
Alessandro tampil luar biasa rapi saat makan malam ini. Bukan tampilan formal dengan tux, memang. Namun, entah mengapa Nyonya Ferrara merasa penampilan Alessandro eksepsional. Apakah itu karena sweater putih polos turtleneck-nya? Orang bilang anak laki-laki tampil semakin menarik dengan warna putih, sementara perempuan lebih menarik dengan warna hitam.
Atau karena Nyonya Ferrara mengamati Alessandro yang tanpa sadar bersenandung kecil selama makan malam?
Kakek Alessandro justru yang berkomentar duluan. "Apakah kau akan pergi menemui perempuan setelah ini?"
Alessandro meletakkan garpu dan sendoknya, kemudian tertawa kecil. "Kenapa Kakek menebak seperti itu?"
Kakek Alessandro mengangkat bahu. "Malam ini kau mengingatkan aku akan diriku sendiri, berpuluh-puluh tahun lalu, saat aku pertama kali mengajak kencan nenekmu."
Sang nenek tersipu malu. "Benarkah?"
Kakek Alessandro mengangguk penuh keyakinan. "Aku tidak bisa berhenti gugup. Gugup tapi senang. Sehingga tanpa sadar aku makan dengan cepat dan ingin cepat-cepat pergi menemuimu."
Kakek Alessandro mengulurkan tangan untuk menggenggam sang nenek. Mereka tersenyum satu sama lain.
Ah, baru kali ini Alessandro iri kepada mereka berdua. Saling mencintai hingga usia senja.
"Kau akan kencan dengan seorang perempuan malam ini, Sayang?" Nyonya Ferrara membuyarkan lamunan Alessandro.
Alessandro mengangkat pandangannya dan memandang neneknya sedih. "Bukan, Nek. Ini urusan bisnis. Urusan lama yang belum terselesaikan."
Signor Ferrara, yang lebih senior, mendesah kecewa. "Kau sudah amat berhasil dengan pekerjaanmu, Nak. Kami hanya menginginkan cucu sekarang. Berikan kami pewaris."
Alessandro tertawa. "Nenek tidak memberitahu Kakek kalau aku tidak ingin menikah, ya?"
Kakeknya mendengus. "Aku sudah tahu, dan aku tidak setuju. Kami telah berubah, Alessandro. Wanita mana pun boleh kau nikahi. Kami sudah menurunkan kriteria serendah ini, dan kau masih tidak mau menikah?"
Alessandro tertawa. "Tidak."
Nyonya Ferrara mengangkat tangan untuk menengahi. "Aku punya firasat bahwa Alessandro akan menikah tahun ini. Lihat saja nanti."
***
Carlotta menata rambutnya dengan cepat. Ia pernah mendengar, Nyonya Sevillo tidak menyukai seseorang yang terlalu 'palsu'. Jadi, Carlotta tidak memakai terlalu banyak riasan. Gaun yang dipakainya pun sopan dengan potongan sederhana. Ia memilih sebuah merek terkenal, dengan harapan memenuhi standar kelas Nyonya Sevillo.
Baik sekali Marco memesankan sebuah suite di hotel favoritnya, Fendi Private Suites. Hotel yang terletak di via della Fontanella itu sangat mudah diakses. Beberapa petugasnya sudah hafal bahwa Carlotta salah satu pelanggan khusus di sana. Mereka bahkan punya sebuah garasi dengan ukiran nama Carlotta. Ketika sampai, seorang petugas valet langsung menghampiri mobil Alfa Romeo milik Carlotta dan mengambil alih.
"Selamat datang kembali, Nona Carlotta. Signor Bruni memesan kamar atas nama Anda. Tamu Anda telah menunggu."
Carlotta agak terkejut. Nyonya Sevillo tiba lebih dulu dibandingkan dirinya? Carlotta tidak menyangka bahwa sang penulis naskah ternyata orang yang sangat berdedikasi.
"Grazie." Carlotta menyerahkan kunci mobilnya, lalu memasuki lobi dengan agak terburu-buru. Ia tidak ingin tamunya terlalu lama menunggu.
Ketika sampai di suite-nya, Carlotta membuka pintu dan lebih terkejut lagi karena lampunya belum dinyalakan. Ketika Carlotta menyalakan lampu, tidak tampak seseorang di mana pun. Sejauh mata memandang, hanya terlihat sebuah kamar suite bernuansa krem dan gold. Kombinasi yang menenangkan sekaligus amat elegan, menurut Carlotta. Sofa-sofanya belum tampak diduduki oleh seseorang. Tidak ada tas tangan wanita di atas meja, atau di atas nakas.
Namun, pintu balkon terbuka.
"Nyonya Sevillo?" Carlotta berjalan perlahan menuju balkon. "Maafkan saya karena datang terlambat. Saya harap Anda tidak menunggu terlalu lama."
Alangkah terkejutnya gadis itu ketika seseorang yang dihadapinya di balkon bukanlah Nyonya Sevillo.
Melainkan Alessandro Ferrara.
Lima tahun berlalu sejak pertemuan mereka di pesta des Angelo. Sepuluh tahun sejak ia mengusir pria itu dari rumahnya di Verona. Dan kini, Alessandro berdiri tegap di hadapannya.
Jantung Carlotta seolah melompat dari tempatnya berada ketika Alessandro berjalan mendekat. "Aku memang sudah menunggu lama, Carlotta. Sangat lama." Ujar pria itu. Suaranya tidak terdengar ramah, tetapi persis seperti malam itu di pesta des Angelo.
Mengancam.
Carlotta tanpa sadar mundur selangkah. Otaknya menyuruhnya untuk melarikan diri sejauh mungkin dari sini, sementara hati kecilnya ingin tinggal.
"Kau tidak akan pergi ke mana-mana malam ini, Carlotta." Alessandro Ferrara berkata dengan nada final.
Dan seharusnya Carlotta mendengarkan tanda bahaya dalam pikirannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Sulis Tiyono
makin sombong klu masih gak usah gengsi buang jauh2 dr PD nyesel
2023-02-14
0
Nina Puspitawati
author mmg lah ter d bes....aq suka semua karya mu....bahasanya bagus dan kisah nya indah
2023-01-14
1
Baby_Miracles
ting tong, apa yang terjadi. oh, tidakkkkk
2022-03-10
0