Taman-taman dihias cantik. Kandelir mewah digantung tinggi, gemerlapan dengan lampu kristal. Makanan disajikan tanpa henti. Karpet merah dibentangkan dari pintu masuk hingga ke ballroom. Seluruh karya seni antik dipamerkan. Banyak orang penting yang akan datang.
Di pesta-pesta seperti ini, biasanya Carlotta menjadi tamu kehormatan. Atau bahkan, menjadi penyelenggaranya. Ini adalah pertama kalinya gadis itu bekerja di balik layar. Tidak ada lagi gaun pesta mewah, gaya rambut paling terkini, makeup-makeup mahal, dan sepatu yang harganya bisa memberi makan orang sekampung.
Kini, Carlotta bersiap dengan seragam pelayannya yang berwarna hitam putih. Sebuah kemeja putih polos berlengan panjang, sebuah rok hitam pendek, hosiery berwarna hitam pekat, dan sepatu pantofel hitam yang membosankan. Rambut keemasannya yang indah diikat dengan gelungan sederhana di puncak kepala. Hairnet dipasang untuk menutupi keindahannya. Wajah gadis itu polos tanpa riasan.
Carlotta sengaja tidak berlama-lama memandangi cermin. Ia harus menguatkan hatinya. Dan bayangan di cermin besar itu terlalu menyakitkan.
"Sudah siap, Carlotta?" Salah satu teman barunya sesama pelayan, Jeanne, mendekatinya.
Carlotta tersenyum. "Sudah. Mohon bantuannya, Jeanne. Ini pekerjaan pertamaku."
Jeanne menggenggam tangan Carlotta. "Apa kau gugup? Jangan takut. Aku akan mengawasimu dengan ketat. Kau ingat peraturan tak tertulisnya, kan?"
Carlotta mengangguk. "Pertama, jangan menatap para tamu terlalu lama. Kedua, segera menyingkir ketika ada pria bangkotan yang berniat menggodamu."
"Ketiga, perhatikan langkahmu. Jangan sampai tersandung dan menumpahkan sampanye." Jeanne meneruskan.
"Oh, tidak." Carlotta memelas. "Aku tidak bisa membawa baki sampanye. Aku ceroboh dan sudah pasti akan menumpahkannya!"
Jeanne tertawa. "Kau akan baik-baik saja, Carlotta."
"Tidak, Jeanne. Kau tidak mengerti. Aku belum pernah membawa baki yang-"
Jeanne menggeleng. "Wajar untuk merasa gugup saat pertama kali bekerja, Carlotta. Namun, kau harus yakin pada dirimu sendiri."
"T-tapi ..."
"Sudahlah, ayo kita keluar sekarang." Jeanne menggandeng Carlotta yang tampak amat enggan.
"Tidak!" Carlotta berhenti di depan pintu menuju ballroom, selangkah di dalam bayang-bayang. "Aku tidak bisa melakukan ini, Jeanne. Tolong katakan pada Nona Patrizia, aku mengganti job-ku dengan pekerjaan di dapur. Aku bisa jadi asisten koki atau semacamnya!"
Jeanne merasa amat geli. "Bukankah kau sudah menandatangi kontrak sebagai waitress?"
Carlotta mendesah. "Tolong aku, Dio Mio." Lalu, ia melangkah ke dalam ruang pesta. Rasanya sungguh seperti digiring ke rumah penjagalan.
***
Alessandro Ferrara memutar-mutar undangan berwarna royal blue dari keluarga des Angelo. Dia pikir akan membutuhkan usaha tambahan untuk mendapatkan undangan ke party of the year, salah satu pesta paling besar di Verona. Ternyata, semuanya serba mudah untuk orang dari keluarga seterpandang keluarganya.
Pria itu telah menghadiri banyak pesta selama lima tahun terakhir. Namun, semuanya berada di Roma. Ini adalah pertama kalinya ia menghadiri pesta di kota Verona. Sebentar lagi, ia akan merasakan suasana yang dulunya selalu dinikmati Carlotta dan keluarga gadis itu.
Ia masih tidak menyangka bahwa kali ini, ia akan hadir di pesta yang sama dengan Carlotta. Hanya saja, gadis itu menjadi pelayannya, bukan sesama tamu.
Bukankah pembalasan dendam terasa amat manis?
Alessandro menyesap wine-nya sedikit. Jika saja Carlotta tidak bertunangan dengan Roberto Mancini, mungkin malam ini mereka bisa bertemu dengan derajat yang sama.
Bukankah gadis itu menyukai kesetaraan derajat?
Tanpa perlu diperintah, Lombardi merapikan bagian belakang tuxedo tuannya yang tampak sedikit kusut setelah dipakai duduk di dalam limo. Khusus untuk hari ini, Lombardi menugaskan seorang stylist dari New York demi penampilan paripurna tuannya.
Dan hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Semua mata tertuju pada Alessandro Ferrara sejak pria itu turun dari limo-nya. Entah mereka semua memandang Alessandro karena dia merupakan pewaris tunggal Ferrara Group, atau hanya karena Alessandro memang pria yang menawan.
Ketika Alessandro memasuki ballroom, beberapa orang memandanginya tanpa berkedip. Gadis-gadis mulai berbisik-bisik heboh tanpa malu-malu.
"Selamat datang di rumah kecil kami, Signor Ferrara!" Patrizia de Angelo segera menghampiri pria itu.
Alessandro mengangguk dan mengeluarkan senyum manis. "Terima kasih sudah mengundangku, Nona de Angelo."
Di belakang Patrizia, Gretta berbisik pelan. "Ini dia mantan tukang kebun Carlotta."
"Boleh juga seleranya Carlotta."
"Sekarang dia tunangan kakakku!"
"Ah. Maafkan aku." Patrizia menggunakan kipas untuk menutupi mulutnya, tetapi suaranya tetap terdengar oleh Alessandro. "Apakah sebaiknya kita mengundang Carlotta sekarang?"
Gretta mengangguk antusias. "Kita mulai sekarang."
Patrizia berpaling pada Alessandro lagi. "Apakah kau mau segelas sampanye, Signor?"
Alessandro tersenyum lagi. "Tentu saja."
Patrizia segera memanggil pelayan, tidak secara umum. Dia sengaja meminta Carlotta yang mendekat.
Carlotta mendekat dengan cepat. Tanpa mengangkat pandangan, ia menawarkan sampanye di nampannya pada Alessandro.
Alessandro mengumpat dalam hati. Sudah dipakaikan pakaian pelayan seperti ini saja kecantikan Carlotta masih bersinar terang. Bahkan, di mata Alessandro, wajah wanita lainnya malam ini terlihat seperti boneka dengan polesan berlebihan. Hanya Carlotta yang cantik. Hanya Carlotta yang paling cantik.
"Silakan, Signor." Carlotta menawarkan, masih menolak untuk mengangkat pandangan.
Alessandro pura-pura terkejut. "Wah, wah. Carlotta? Bukankah ini kau?"
Mendengar namanya disebut, Carlotta secara refleks memelototi Alessandro.
Dan Ya Tuhan, Carlotta tahu Alessandro tampan. Namun tidak setampan ini. Ketampanannya terasa seperti sebuah dosa. Terlarang.
"Apa kau sudah lupa padaku? Berapa tahun kita tidak bertemu? Dua? Tiga?" Alessandro memancing Carlotta lagi.
Carlotta menjawab cepat. "Lima."
Alessandro, sekali lagi, pura-pura terkejut. "Ternyata kau menghitung!"
Carlotta menahan desakan untuk melemparkan seluruh sampanye yang dibawanya ke muka Alessandro.
Pria itu kembali memusatkan perhatian pada Patrizia dan Gretta. "Nona-nona, bolehkah aku meminjam Carlotta sebentar? Sudah lama aku tidak menemui kawan lamaku."
Carlotta berjengit sedikit mendengar ia disebut sebagai kawan lama Alessandro. Tidakkah hubungan mereka di masa lalu berarti apapun bagi pria itu?
Patrizia segera mengangguk. "Tentu saja. Silakan!"
Alessandro mengangguk sembari mengucapkan terima kasih pelan. Dengan cekatan, ia memindahkan baki sampanye yang dibawa Carlotta dan menyerahkannya pada Patrizia. "Bisakah kau memeganginya sebentar?"
Patrizia terkesiap. "T-tapi aku ..."
Karena baki itu disodorkan padanya, mau tidak mau Patrizia menerimanya.
Alessandro memeriksa situasi sekeliling ballroom dan matanya menemukan sebuah balkon yang agak tertutup. "Kita bicara di sana, Carlotta."
Carlotta masih bergeming di tempatnya berdiri.
"Kau bisa berjalan sendiri atau ... ?" Alessandro memberikan tatapan mengancam pada Carlotta.
Alessandro benar-benar berubah, pikir Carlotta ngeri. Pria ini bukan Alessandro yang dulu menjadi tukang kebunnya. Pria ini bukan lagi pria tempat ia mencurahkan seluruh isi hati dan rasa kesepiannya.
Alessandro menggandeng lengan Carlotta karena tidak sabar. Carlotta yang masih setengah melamun, akhirnya terpaksa mengikuti kemauan pria itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
farizyara rsfy
mau ksh penawaran apa tuch🤔🤔🤔
2024-02-16
0
Sulis Tiyono
di bantu jgndi buly kasihansekarang miskin bersipatlah JD orang baik lupa kan masa lalu demi ke manusiaan klu jodoh gak kemana ia lakukan terpaksa Krn orang tua
2023-02-14
0
Zazila Rokhim
pelan pelan bacanya krna waktunya emak2 sangat padat 😂😂
2022-05-13
0