Seminggu setelah acara pertunangannya, Ayah Carlotta terlihat uring-uringan. Ia mengemasi barang-barangnya dengan cepat. Seluruh aset berharga, emas, berlian, uang tunai, dibawanya. Lalu, ia memanggil ketiga putrinya ke ruang depan.
"Papa akan pergi ke Milan. Jangan hubungi Papa, karena Papa akan sibuk dengan urusan pekerjaan." Ayah Carlotta berkata.
"Kapan Papa akan pulang?" Ciara bertanya.
Ayah mereka menggeleng sedih. "Papa belum tahu, Nak. Jaga diri kalian baik-baik."
Carina memegangi lengan ayahnya. "Kenapa kami tidak ikut dengan Papa saja?"
Carlotta menenangkan adik-adiknya, "Kalian kan masih harus sekolah. Aku juga masuk kuliah. Kita tidak boleh mengganggu Papa."
Ayah Carlotta mengangguk. "Dengarkan kakak kalian. Carlotta, jaga adik-adikmu."
"Baik, Papa."
Dan ketiga gadis itu tidak tahu kalau ayah mereka berniat untuk meninggalkan mereka selamanya.
Persis setelah ayah mereka melarikan diri, orang-orang dari bank mendatangi kediaman mereka. Beberapa anggota kepolisian ikut serta. Seluruh pelayan diinstruksikan untuk berkumpul di ruang depan, bersama dengan ketiga putri Marinelli.
"Kami datang kemari dengan surat tugas penyitaan seluruh aset." Kata salah seorang dari mereka.
Carlotta berdiri paling depan. Ia dengan tegas menggeleng. "Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi, Signor?"
"Ayah kalian berhutang pada keluarga Ferrara. Hutang yang terakumulasi amat besar. Bahkan jika seluruh aset keluarga kalian telah disita, hutang itu belum dapat terlunasi."
Carlotta jatuh terduduk. Ya Tuhan, apa lagi ini? Pikirnya kalut.
"Kak! Bagaimana ini?" Ciara dan Carina semakin panik.
Carlotta menggeleng. "Kalian harus menunggu Papa pulang. Jangan melakukan apapun!"
Namun, tak ada yang menghiraukannya. Semua orang bertindak cepat melakukan penyitaan. Garis-garis polisi berwarna kuning dan hitam telah dipasang. Rumah mereka benar-benar dikosongkan. Seluruh pelayan diusir.
Ciara dan Carina menangis meraung-raung. "Tolong jangan lakukan ini! Kami punya pengacara pribadi!"
Carina mengguncang Carlotta agar gadis yang lebih dewasa itu kembali fokus. "Apa yang harus kita lakukan? Di mana kita akan tidur jika kita diusir dari rumah, Kak?"
Carlotta berdiri. Ia menatap kedua adiknya dengan pandangan nanar dan menyadari sesuatu. "Kita harus telepon Papa."
Carlotta mengeluarkan ponselnya dan berusaha menghubungi ayahnya. Panggilan teleponnya tidak tersambung. Ayah mereka telah mematikan ponsel. Atau mengganti nomor.
"Apakah Papa menjawab, Kak?" Ciara bertanya.
Carlotta menggeleng lemas.
Tak patah semangat, Carlotta segera menghubungi pengacara mereka, Mr. Hughman.
"Selamat siang, Nona Carlotta. Ada yang bisa saya bantu?" Mr. Hughman mengangkat teleponnya. Untuk sesaat, Carlotta merasakan kelegaan.
Carlotta segera menjelaskan semua yang telah terjadi.
"Bisakah kau melakukan sesuatu, Mr. Hughman?"
Jeda sesaat.
"Maafkan saya, Nona Carlotta. Namun, Signor Marinelli sudah tidak mengontrak jasa saya mulai hari ini. Saya tidak dapat melakukan apa-apa, Nona."
Carlotta terkejut. "Papa memecatmu, Mr. Hughman?"
"Benar, Nona. Saya telah kembali ke Inggris sejak semalam."
Carlotta hampir menangis sekarang.
"Ada lagi yang bisa saya bantu, Nona?"
"Tidak ada, terima kasih, Sir." Carlotta mematikan sambungan teleponnya dan mendekap ponselnya erat-erat di dada.
Hancur sudah semuanya.
***
Setahun lalu, Alessandro membangun sebuah rumah mewah bergaya Romawi kuno di sebuah pedesaan Veneto, tiga kilometer jauhnya dari pusat kota Verona. Ia sering mengunjungi kampung halamannya dan butuh mengontrol bisnis yang ia kembangkan di kota itu.
Alessandro masih sering berada di Roma, tepatnya di rumah utama keluarga Ferrara. Namun, ia butuh berada di Verona. Kota tempat ia dilahirkan, dan kota di mana Carlotta berada.
"Bagaimana perkembangannya?" Alessandro bertanya pada Lombardi.
"Penyitaan telah dilakukan, Signor. Tuan Marinelli kabur ke Milan. Dia meninggalkan ketiga putrinya sendirian."
Alessandro memukul bola golf dengan tongkat sekuat tenaga. "Dasar pria tua kurang ajar." Ia bergumam.
"Nona Carlotta menyewa sebuah apartemen kecil di kawasan pinggiran. Tempat itu tidak aman, Signor. Banyak pria hidung belang dan pemabuk tinggal di sana." Lombardi melanjutkan laporannya.
Alessandro mengernyit. "Kukira dia akan segera berlari ke rumah tunangannya."
"Tidak, Signor." Lombardi kembali melaporkan, "Nona Carlotta sudah mendaftar untuk menjadi waitress tambahan di pesta keluarga des Angelo."
"Waitress??"
"Ya, Signor."
Alessandro tertawa sambil menggelengkan kepala. "Kau memang luar biasa, Carlotta."
Lombardi diam dan menunggu. "Ada lagi yang bisa saya lakukan, Signor?"
"Siapkan mobilku. Aku akan memberi Carlotta sebuah penawaran."
"Baik, Signor."
***
Carlotta Marinelli merapikan barang-barangnya dengan tangkas. Kini, ia dan kedua adiknya tinggal di sebuah apartemen mini yang hanya berisikan 1 kamar dan 1 kamar mandi. Tak ada lagi para pelayan yang bisa melayani mereka. Tak ada lagi para penjaga dan pengawal yang siap siaga melindungi mereka.
Apartemen Carlotta berada di wilayah suburban. Jauh dari pusat kota. Tempat ini asing baginya. Apartemen itu menempati sebuah bangunan tua yang cat temboknya sudah terkikis di sana-sini. Lampu-lampunya redup, beberapa bahkan sudah mati. Hanya ini yang sanggup disewanya. Rekeningnya telah dibekukan dan ia hanya bisa menjual murah beberapa tas brandednya untuk sebuah apartemen kecil.
Apapun untuk bertahan hidup.
Tempat ini mungkin kecil dan berada di daerah terpencil, tapi Carlotta bersyukur ia dan adik-adiknya masih punya tempat berteduh. Sesuatu yang disewa atas namanya dan tidak termasuk dalam barang sitaan.
Musim dingin segera datang, dan mereka bertiga butuh makan. Juga butuh uang untuk biaya sewa bulan-bulan berikutnya.
Carlotta butuh pekerjaan. Atau pinjaman uang. Namun, tak satu pun teman-temannya mengangkat telepon darinya. Tanpa disangka, Patrizia des Angelo menghubunginya terlebih dulu.
"Carlotta Marinelli?" Patrizia menyapa di seberang sana.
Carlotta menjawab. "Ya, aku sendiri."
"Oh, Sayang, aku turut prihatin dengan keadaanmu sekarang. Kudengar keluargamu bangkrut dan rumahmu disita? Di mana kau tinggal sekarang?"
"Aku menyewa apartemen di-"
"Anyway," Patrizia memotong ucapan Carlotta. "Aku punya penawaran untukmu. Kau bisa bekerja di pestaku sebagai waitress tambahan. Bagaimana?"
"Waitress?" Carlotta hampir tersedak.
Patrizia tertawa. "Aku serius. Bayarannya lumayan. Aku bukan orang yang pelit."
Carlotta tidak tahu apakah Patrizia berniat membantu atau ada rencana lain yang disembunyikan gadis itu. Patrizia des Angelo satu geng dengan Gretta Mancini, musuh bebuyutannya.
"Baiklah. Aku terima." Carlotta tidak punya kemewahan untuk memilih pilihan lain.
Patrizia bersorak riang. "Bagus! Temui aku besok di rumahku. Kau bisa, kan? Kau harus mengambil seragam waitress-mu dan mendiskusikan upah pekerja yang akan kau terima."
Carlotta mengangguk. "Aku bisa."
"Oh, dan satu hal lagi, Carlotta. Besok Gretta Mancini dan yang lainnya juga akan datang. Kau pasti senang bisa berkumpul dengan teman-teman yang lain lagi."
Ya, tentu saja, jika aku tidak dijadikan bahan olokan, pikir Carlotta.
Dan omong-omong tentang keluarga Mancini, sepertinya Carlotta harus melakukan sesuatu tentang pertunangannya yang baru berumur seminggu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Tutik Rahayu
duh kasihan carlotta dah d tinggal ibunya sekarang d tinggal bpknya pula dendam kesumat lah ini jawabnya
2024-06-02
0
farizyara rsfy
y ampuuun bpknya klewatn bngt sih🤬🤬🤬
2024-02-16
0
Nino Ndut
mc nya kan udh jd kuat yak n punya pengaruh plus dia kenal watak cewenya..knp g cari tau alesan cewenya trus baru ambil keputusan..aneh bener dah
2024-01-08
0