Hari pertama kegiatan belajar mengajar sudah kulalui. Sekarang, aku bergegas untuk pulang ke rumah. Aku merapikan kembali buku-buku di tasku. Menunggu satu per satu teman-teman sekelasku keluar dari kelas, dan aku akan beranjak meninggalkan tempat dudukku.
“Cla....” Nathan yang masih duduk di tempatnya, perlahan berdiri menghampiriku. Dan cara dia memanggil namaku itu sangat khas bukan, hanya memanggilku “Cla....”. Dan, kurasa hanya dialah yang memanggilkan demikian. Sebab biasanya orang-orang bahkan orang tuaku akan memanggil namaku 'Clarissa' atau 'Rissa', tetapi tidak dengan Nathan, dia memanggilku 'Cla'. Bukankah itu unik?
“Ya, ada apa Nathan?” Sahutku kepadanya.
“Kamu mau langsung pulang ya?” tanyanya.
“Hmm, iya. Emangnya kenapa?” tanyaku sembari melihatnya yang masih berdiri di hadapanku.
“Mau enggak temenin aku makan Selat Solo, tempatnya gak jauh dari SMA kita kok. Deket. Cuma jalan kaki paling 5 menit juga sudah sampai kok, gimana mau enggak?”
Aku cukup kaget, mengapa Nathan bisa-bisanya mengajakku makan Selat Solo, padahal kami pun belum lama saling mengenal.
“Tapi gimana ya....” Jawabku masih ragu.
“Udah, ayok. Cuma makan aja kok, lagian kita sekarang kan teman. Yukk... Masak tega biarin aku makan sendiri? Makan sendiri itu enggak enak, Cla. Jadi temenin aku yuk. Mau ya?” ucapnya sembari terus mengajakku untuk menemaninya makan Selat Solo.
Dengan sedikit ragu, aku berjalan mengikutinya keluar dari sekolahku menuju rumah makan yang menjual Selat Solo itu. Karena jaraknya memang dekat, kami berjalan kaki bersama. Langit Solo yang saat itu agak mendung menjadi hari yang memang memberi kami kesempatan untuk berjalan kaki sembari menikmati tiupan angin sepoi-sepoi. Kami berdua berjalan bersama sembari sesekali membahas mata pelajaran yang kami ikuti pada hari itu.
Sekitar 5 menit kami berjalan bersama, dan kami sudah berada di Rumah Makan yang menjual Selat Solo dengan desain Rumah Joglo (rumah tradisional khas Jawa) dan berbagai barang-barang antik seperti gerabah, teko kuno, caping (toko yang dibuat dari anyaman bambu biasanya dipakai saat ke sawah), dan lukisan raja-raja Kasunanan Surakarta yang menambah kesan vintage pada rumah makan ini. Aku melihat sejenak buku menu yang diberikan, lalu aku memilih Selat Iga Bakar yang merupakan menu best seller dari rumah makan itu, sementara Nathan memilih Selat Segar khas Solo.
Kami pun mulai mencairkan suasana dengan mengobrol beberapa hal.
“Cla, kamu suka baca buku ya?” tanyanya seolah sedang menyelidikiku.
“Iya...” kujawab sembari tersenyum.
“Suka baca buku apa?” kembali ia bertanya.
“Apa ya buku Sastra gitu sih seperti Novel, terus buku sejarah juga suka.” ku jawab sembari aku sedikit tersenyum kepadanya.
“Novel yang kayak apa yang pernah kamu baca?”
“Novel Indonesia klasik sih kayak Salah Asuh karangan Abdoel Moeis, terus Roman Layar Terkembang dari Sutan Takdir Alisjahbana. Novel lawas banget itu.. Hehehehe....” Dari selera bacaanku memang lebih kepada Sastra Indonesia lama, aku pun agak malu saat menceritakan buku-buku bacaanku kepada Nathan. Sebab pada dasarnya, buku-buku termasuk Sastra Indonesia Lama, sedangkan saat aku SMA sekarang ini buku-buku Teenlite sedang booming. Hampir kebanyakan anak SMP - SMA tahun 2000an akan membaca buku Teenlite.
“Kok bisa suka yang novel lawas kayak gitu? Mungkin judul-judul itu bacaan Mama dan Papaku dulu, Cla.” lagi-lagi dia bertanya dengan raut wajah yang nampak kebingungan. Aku menjadi sedikit ragu, mungkin aku ini adalah orang yang kuno terlihat buku-buku yang aku baca.
“Cara penulisannya beda sih, alur yang dibangun, terus pesannya juga ngena menurutku sih gitu. Kamu suka futsal berarti suka sepakbola ya?” Aku bertanya balik kepada Nathan.
“Iya dong, biasa kan cowok suka sepakbola.” tanyaku kepadanya. “Kamu suka Liga apa? Dalam negeri atau luar negeri?”
“Oh, aku suka Liga Italia.” jawabnya.
Karena aku sangat mengerti sepak bola, maka aku kembali bertanya kepada Nathan, “Kamu suka Juventus, Milan, gitu-gitu berarti ya?”
Sorot mata Nathan berbinar mendengar pertanyaanku, “Eh kok kamu tahu. Pasti dong, aku suka Juventus kan habis menang Scudetto (Klub yang berhasil memenangi Serie A Liga Italia di akhir musim kompetisi) tahun ini.”
“Hmm, iya aku tahu, karena sering nemenin Bapak di rumah nonton bola.”
Pembicaraan kami berhenti saat pelayan menyajikan menu pesanan kami. Selat Iga Bakar & Selat Segar Khas Solo dengan Teh Hangat menjadi pilihan kami siang itu. Usai semuanya tersaji, kami pun menyantap makanan kami sembari melanjutkan obrolan.
“Nathan, kamu tahu enggak kalau Selat Solo ini sebenarnya menu akulturasi loh?” Ucapku memulai pembicaraan.
“Akulturasi? Maksudnya?”
“Iya, akulturasi. Jadi dulu waktu zaman kolonial Belanda, sering ada pertemuan antara Sultan dengan Pemerintah Belanda. Tercetus membuat menu yang cocok di lidah orang Jawa dan orang Belanda. Orang kolonial ingin makan steak seperti di Belanda, negeri asalnya, tetapi karena Sultan orang Pribumi maka juru masak meracik sajian seperti steak tapi dengan cita rasa khas Pribumi, jadilah Selat Solo. Daging makanan khas orang luar berpadu dengan sayuran dan rempah-rempah khas Indonesia. Jadilah Selat Solo ini.” Jelasku panjang lebar kepada Nathan yang duduk di depanku.
“O, gitu ya... Kamu kok bisa tahu sih? Aku aja gak tahu loh, aku cuma tahu ini makanan khas Solo dan rasanya enak. Ini makanan kesukaanku loh Cla...”
“Hehehehe, tau lah. Karena aku pernah baca.”
Selat Solo menjadi hidangan membuat kami bisa membicarakan banyak hal. Siang ini, banyak hal-hal kecil yang kami bicarakan hingga akhirnya makanan kami pun sudah habis, dan kami akan berpisah. Tapi, sebelum kami berpisah, Nathan meminta satu hal kepadaku.
“Cla, kapan-kapan kalau aku pengen makan Selat Solo lagi temenin aku ya?”
“Haa, aku? Kenapa aku harus nemenin kamu?”
“Hemm, makan Selat Solo sama kamu seru Cla, makan jadi lebih berselera. Aku juga terkesan setelah kamu ceritain tentang sejarahnya Selat Solo tadi. Gimana mau enggak?”
Aku menimbang-nimbang lagi, apakah aku bisa menemaninya lain kali atau tidak. Bagaimanapun, bagiku aneh saja harus menemaninya setiap kali dia ingin makan Selat Solo.
“Gimana mau enggak?” Nathan kembali menyodorkan pertanyaan yang sama kepadaku.
“Hmm, boleh deh. Tapi, kalau aku baru senggang ya. Kalau aku baru sibuk ya sorry banget ya.”
“Yes, Asyik! Thanks Cla...” ucapnya kegirangan.
Jika sebuah makanan bisa mendekatkan seseorang, maka makanan itu adalah Selat Solo. Makanan yang kunikmati bersama Nathan. Sembari menyantap makanan yang lezat dan manis ini, kami duduk berdua sambil mengobrol bersama. Aku mulai merasa Nathan adalah teman yang baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Afternoon Honey
novel remaja rupanya ⭐
2023-11-10
0
Cacacaca
Semangat syg 🤗🥰
2021-11-22
1