"Alhamdulillah ..." ucap syukur keluar dari bibir Khadija ketika adzan Magrib berkumandang.
Hafiz yang sedari siang hanya rebahan di tempat tidur, terkulai lemas tak berdaya untuk sekedar menegakan tubuhnya. Mengharuskan Khadija membawakan hidangan berbuka untuk suaminya itu masuk ke dalam kamar.
"Mas waktunya berbuka. Ayo bangun, ini minum dulu?" Khadija menepuk-nepuk punggung suaminya. Berusaha membangunkan pria yang sedang tidur dengan posisi tengkurap.
Perlahan Hafiz membalikan tubuhnya, ketika mendengar seruan berbuka puasa telah tiba. Kemudian pria itu bangkit dengan posisi duduk, tanganya meraih teh hangat yang di berikan Khadija.
Setelah menenggak minuman pembuka hingga tersisa setengah gelas, Hafiz pun kembali menyerahkannya pada Khadija.
"Ya udah yuk, makan dulu. Itu udah aku bawain makanan," ajak Khadija, yang di angguki oleh Hafiz.
Setelah mendaratkan tubuhnya di sofa, dengan mata berbinar Hafiz melihat makanan yang tersaji di atas meja.
Tanpa berbasa-basi Hafiz segera meraih sendok dan garpu yang terletak di tepi kanan dan kiri piringnya.
"Eits ..." Khadija mencegah pergerakan tangan Hafiz ketika siap menyendok makananya.
"Kenapa lagi?" kata Hafiz menoleh ke arah Khadija dengan menautkan kedua alisnya.
"Berdoa dulu toh Mas?" ujar Khadija mengingatkan. Hafiz pun mendengus sebal, karena ia sudah tidak tahan lagi menahan rasa laparnya.
Dengan hati terpaksa, Hafiz mengikuti arahan Khadija dengan wajah memberengut.
"Sekarang silahkan di makan." ucap Khadija mempersilahkan Hafiz melanjutkan kegiatan yang baru saja tertunda setelah membaca doa.
"Kamu mau ke mana?" tanya Hafiz dengan sendok yang tertahan di depan wajahnya, mendongak ke arah Khadija yang sudah berdiri membelakanginya.
Khadija menoleh, "Ya mau buka puasa juga lah Mas? Masa aku suruh lihatin kamu makan?"
"Sini makan bareng aja sama aku?" tawar Hafiz sambil menyuapkan kembali makanan ke dalam mulutnya.
"Sepiring berdua?" tanya Khadija heran.
"Hhmmm ..." gumam Hafiz mengangguk sambil mengunyah makananya.
"Duuuhhh Manise?" ucap Khadija sambil nyengir dengan ekspresi yang dibuat-buat, "Tapi Dija gak kenyang makan segitu," tukasnya sambil berlalu. Tanpa memperdulikan lagi Hafiz yang tengah asyik dengan makananya, Khadija segera pergi keluar dari kamar karena cacing-cacing di perutnya sudah meronta ingin segera dimanja.
Setelah selesai dengan acara berbuka puasa dengan para Asisten rumah tangga, kemudian yang di lanjutkan sholat magrib berjamaah dengan sang suami di kamar, sejenak Khadija duduk bersantai di balkon sembari menunggu waktu isya' datang.
"Dija, kamu kenapa?" tanya Hafiz mendapati Khadija yang sedang duduk melamun di hiasi kristal bening yang siap meluncur dari sudut mata. Hafiz pun mengambil posisi duduk di samping Khadija.
Khadija tersadar dari lamunanya, "Ndak papa kok Mas, cuma kangen Ibu sama adek di kampung?" Khadija menengadahkan wajahnya, menahan air mata agar tidak lolos jatuh kebawah.
"Apa kamu mau, saya antar pulang?" tawar Hafiz tidak tega melihat perempuan di sebelahnya itu bersedih.
"Ndak usah Mas, Dija belum siap ngadepin Bapak. Mungkin lebaran kali ini Dija gak akan pulang," ujar Khadija, menggeleng pelan.
Khadija masih belum siap bertemu sang Ayah yang terus memaksanya untuk menerima perjodohan yang telah direncanakan.
Meskipun hutang-hutangnya sudah di bayarkan oleh Hafiz atas kesepakatan pernikahan yang di lakukan Khadija, tidak lantas membuat sang Ayah membatalkan rencana perjodohanya tersebut.
Perbincangan mereka pun terhenti ketika suara Adzan Isya' berkumandang.
"Ya sudah Mas, Dija mau siap-siap dulu mau ke masjid." Khadija bangkit dari tempat duduknya hendak kembali masuk ke kamar.
"Tumben gak ngajak-ngajak," sindir Hafiz mendongakkan wajahnya.
"Capek ngajak terus. Udah tua gitu masa harus di komando terus?" ledek Khadija, menoleh lagi kebelakang, sedikit menundukkan wajah, sebelum kembali melanjutkan langkah.
Skip
Selesai menjalankan ibadah Sholat isya', di lanjutkan dengan Sholat Tarawih berjamaah, Khadija, Hafiz dan para ART pun kembali pulang.
"Kamu kenapa Mas? Jalanya mringis-mringis gitu?" tanya Khadija berjalan beriringan dengan Hafiz disebelahnya.
"Sumpah ya Ja, ini pinggangku kayaknya keseleo deh?" keluh Hafiz memegang pinggang dengan satu tangan.
"Lho kenapa?" tanya Khadija dengan dahi berkerut .
"Ya, secara Raka'at Sholatnya banyak banget," jawab Hafiz. Khadija dan yang lainya menyambut dengan gelak tawa. Meski begitu, mereka semua menyadari karena ini adalah pengalaman Hafiz untuk pertama kali.
***
Hari kedua berpuasa, masih sama dengan hari pertama berpuasa, hanya saja pagi ini ada yang berbeda dengan Hafiz.
"Huuueeeekkkk ..." Dengan cepat Hafiz berlari ke kamar mandi, merasakan sesuatu yang ada di dalam perut hendak keluar dari mulut.
Khadija yang tengah menyiapkan keperluan suaminya itu, seketika ikut berlari mengikuti pria tersebut.
Khadija panik saat menunggu Hafiz keluar dari kamar mandi.
Ceklek,
"Kamu ndak papa Mas?" tanya Khadija gusar saat Hafiz baru keluar dari kamar mandi.
"Gak papa Ja?" jawab Hafiz sambil memegang perutnya.
"Tapi muka kamu pucet gitu, mending ndak usah berangkat kerja dulu," Khadija menggiring Hafiz duduk di sofa.
"Aku pagi ini ada jadwal operasi Ja, jadi aku harus ke rumah sakit,"
"Ya sudah terserah kamu saja, tapi nanti kalau masih sakit, batalin saja puasanya, ndak papa," ujar Khadija sambil memasangkan sepatu suaminya bak anak TK yang di pasangkan sepatu oleh Ibunya.
Hafiz mengangguk pelan menanggapi. Segera pria itu beranjak pergi,
jadwal oprasi tengah menunggu kehadiranya saat ini.
***
"KHADIJA ... KHADIJA!!" teriak seseorang dari arah pintu utama, berjalan cepat mencari keberadaan Khadija.
Dengan langkah cepat Khadija menghampiri seseorang yang memanggilnya.
"PLAAKK ..." belum sempat Khadija menjawab penggilan dari seseorang yang tengah memanggilnya, sebuah tamparan keras melayang terlebih dahulu di pipi mulus sebelah kanan perempuan itu. Hingga wajah gadis itu terlempar ke samping kiri.
Lalu siapakah pelakunya?
"Jangan pernah mempengaruhi Carel dengan hal-hal tidak berguna!" seru orang itu dengan wajah bengis, tatapanya penuh amarah.
Khadija menunduk takut, menahan rasa panas yang menjalar di area pipinya. Khadija menggigit bibir bawahnya sangat dalam agar suara isak tangisnya tidak lolos keluar dari bibir tipis itu, "Maafkan Dija Pak?" ucap Khadija lirih.
"Cih! Apa dengan maaf kamu akan membuat anak saya baik-baik saja. Huh!" bentak Ayah Hafiz tepat di depan wajah Khadija.
Apa yang terjadi dengan Mas Dokter? batin Khadija.
"Kamu tau perempuan kampung, gara-gara pengaruh buruk kamu, anak saya sekarang hampir sekarat!" Amarah Ayah Hafiz semakin berapi-api. Di balik sikap kasarnya, pria paru baya itu sangatlah sayang terhadap putra semata wayangnya.
Dia tidak akan membiarkan satu orang pun ada yang menyakitinya. Walau tanpa sadar Sang Ayah lah yang sering menyakiti hati Hafiz dengan perlakuan kasar sang Ayah terhadap ibunya.
Khadija terkesiap mendengar ucapan sang Ayah mertua.
"Saya harap jangan pernah dekati anak saya lagi! Camkan itu!" lanjut Ayah Hafiz dengan jari telunjuk menunjuk lurus di depan mata Khadija.
Setelah sang Ayah mertua pergi, segera Sari dan Bik Onah menghampiri Khadija yang masih diam tercekat di tempatnya.
Air matanya sudah jatuh menggenangi pipi mulusnya.
"Sabar ya, Mbak Dija?" Sari memeluk Khadija, berusaha menenangkan.
"Mas Dokter kenapa toh, Sar?" tanya Khadija di sela isak tangisnya.
"Tuan muda itu punya riwayat sakit Maag Mbak Dija. Saya tadi sempat mendengar Nyoya di telepon pihak rumah sakit kalau Tuan Muda kondisinya drop," Jelas Bik Onah.
Khadija melepaskan pelukanya Sari, "Aku harus ketemu sama Mas Dokter, Dija harus minta Maaf, Bik, Sar?" Khadija menatap Bik Onah dan Sari bergantian. Terlihat jelas kekhawatiran dari wajah ayu Khadija.
"Eh ... Eh ... Jangan Mbak," Bik Onah mencekal lengan Khadija, "Mbak Dija lupa? kalau Tuan besar melarang Mbak Dija Ketumu Tuan Muda? Bisa bahaya Mbak kalau Mbak Dija sampai ketahuan!" sambung Bik Onah mencegah Khadija. Sang ART senior tersebut khawatir hal buruk menimpa istri sang Tuan muda. Ia hafal dengan watak sang Tuan Besar di rumah itu tidak pernah main-main dengan ucapanya.
"Tenang Bik, Dija punya cara. Tolong doain Dija," Tanpa menunggu jawaban dari Sari dan Bik Onah, Khadija segera berlari menuju kamarnya, entah apa yang akan Khadija lakukan.
***
Diruang Kamar yang khusus untuk sang Direktur sekaligus Pemilik Rumah Sakit, disini lah Hafiz di rawat, kamar yang di penuhi fasilitas bak Hotel Bintang Lima.
"Siapa kamu?!" Hafiz terkejut dengan kedatangan seseorang, yang memakai topi dan masker secara misterius.
"Dija?" Hafiz pun merasa lega ketika orang misterius itu adalah Khadija, "Kok, kamu berpenampilan seperti itu?"
"Iya, takut ketahuan Mas,"
"Kok kamu tahu ruangan aku?"
"Iya tadi aku tanya sama Leni."
" Ja, itu pipi kamu biru kenapa?" Khadija terkejut dan reflek memegang pipi kananya. Hafiz ternyata menyadari ada keanehan pada wajah Khadija.
"Ndak papa kok Mas?" Khadija menggelengkan pipinya kuat. " Mas, maafin Dija yo? Gara-gara Dija, Mas Dokter jadi kaya gini."
Ceklek...
Belum sempat Hafiz menjawab ternyata ada seseorang yang datang membuka pintu.
Mendadak wajah Khadija dan Hafiz menjadi panik, "Gimana ini Mas?" Tanya Khadija sambil bingung mencari tempat persembunyian, sebelum seseorang yang memutar handle pintu itu masuk.
"Hay, sayang gimana keadaan kamu?" tanya Alina, tidak lupa dengan kebiasaan pembuka ketika sepasang kekasih tersebut bertemu. Apalagi Hafiz yang sudah membatalkan puasa karena sakit Maag yang dideritanya kambuh.
Lalu dimana Khadija bersembunyi? Dikamar mandi atau di balik Hordeng?
"Udah agak mendingan kok yank?" Hafiz bahagia melihat kekasihnya datang.
"Kamu sih sok-sok'an puasa segala. Kalo gini aku juga yang sedih kan?" omel Alina.
"Iya aku minta maaf Sayang, udah bikin kamu sedih?" ucap Hafiz manja dengan posisi setengah duduk bersandar sambil mengelus-elus pipi sang kekasih yang duduk di sebelah kiri brankar.
Alina tiba-tiba mendekatkan wajahnya pada Hafiz. Tanpa aba-aba lagi perempuan itu mendaratkan ciumanya di bibir tipis sang kekasih yang masih tampak pucat.
Hafiz tak bisa menolak, ia pun menikmati serangan dari kekasihnya itu. Terdengar cecapan dari kedua insan yang tengah bertukar saliva di bulan Puasa.
Khadija yang mendengar kemesraan antara Hafiz dan Alina pun memasang tampang ingin muntah.
Mbok ya di tahan dulu Pak De, Mbok De! Bulan puasa, woy ...! Khadija mendumal dalam hati sambil menahan nafas.
Aktifitas Hafiz dan Alina terhenti ketika mendengar suara seseorang mengetuk pintu.
"Weits ... Yang lagi berbuka dengan yang manis-manis?" Suara Aslan ketika sudah masuk ke dalam ruang perawatan Khusus untuk Hafiz.
Aslan juga mengetahui jika Hafiz mulai berpuasa sehingga menyebabkan Maag sahabatnya itu kambuh.
"Kayanya kita ngeganggu ni Lan?" sindir Dio, berjalan mendekat ke arah Hafiz dan Alina.
Ya Alloh, tolong Dija ... Dija udah engap ini Ya Alloh! Hati Khadija meracau di dalam persembunyianya.
"Apa'an sih kalian. Orang kita juga gak lagi ngapa-ngapain kok!" elak Hafiz, Alina hanya tersenyum menanggapi.
Bohong! Teriak Khadija tanpa suara.
"Kok kayanya lo duduk gak nyaman gitu? kaya ada yang ngeganjel, gw perhatiin?" Aslan menautkan kedua alisnya memperhatikan posisi duduk Hafiz yang tampak tidak nyaman.
"Ya iyalah ada yang ngeganjel? Orang ada Alina di samping Hafiz, iya gak Lin?" timpal Dio, memanuver pertanyaan pada Alina.
"Ada-ada aja deh Mas Dio?" Alina tersipu malu.
Seiring berjalanya waktu Alina pun mulai akrab dengan kedua sahabat kekasihnya tersebut.
"Ya udah yuk Lan, mending kita keluar dulu. Ntar kalo Alina udah pulang, kita ke sini lagi," ajak Dio merangkul pundak Aslan. Kemudian berlalu keluar.
Dasar konco sableng, bukanya mengingatkan eh malah ngasih kesempatan! Khadija menggelengkan kepalanya pelan.
Setelah Dio dan Aslan pergi, hanya tinggal Hafiz dan Alina, tapi jangan lupakan ada Khadija yang masih betah di dalam persembunyianya.
Alina adalah type cewek yang Agresif, jadi bukan hal yang sulit buat Alina memancing gairah Hafiz yang masih tergolong polos. Karena Hafiz memanglah tidak pernah merasakan yang namanya pacaran sebelumnya.
Entah sudah berapa kali Hafiz dan Alina berciuman, dan itu sekaligus menjadi candu baru bagi Hafiz. Ternyata Hafiz sudah lupa dengan pesan dari Khadija.
Mungkin menurut Hafiz, dia akan jaga jarak dengan Alina sewaktu menjalankan ibadah puasa saja. Dan kebetulan hari ini Hafiz telah batal berpuasa, jadi Hafiz menyingkirkan sejenak batas jarak diantara dia dan Alina.
Ya Gusti...Dija bisa batal puasa, kalau seperti ini caranya?! Khadija mengerjapkan matanya melihat sesuatu yang ada di depan matanya.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung...
*Lalu di manakah Khadija?"
Jangan lupa Like dan Komenya ya...🙏🙏🙏*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Yani
Ko jadi aku yang keselnya sama kelakuan tu dua manusia
2022-12-29
0
Uswatun Khasanah
Konco. gila bin sabaleng GA ingetiin deket2 nyosor terus cwek y jijik ak. Lihat y. sabar bgt km dija
2020-08-25
1
bungalyly
konco sableng 😂
2020-06-28
2