Sore hari
Khadija sekarang sedang berada di dapur, membantu Bik Onah memasak untuk menyiapkan hidangan makan malam. Karena Tuan dan Nyonya Besar rumah ini akan tiba sebentar lagi.
Sudah menjadi kebiasaan rutin bagi Khadija jika sedang tidak ada kegiatan. Perempuan itu akan mencari kesibukan seperti, membantu para Asisten rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan yang ia bisa.
Membantu Bik Onah memasak, membantu Pak Somat menyiram tanaman milik ibu mertuanya, bahkan menggantikan Sari berbelanja ke pasar apabila Sari tengah sibuk membersihkan rumah.
Hanya tugas mang Didin, Khadija tidak bisa membantunya. Kerena Khadija tidak bisa menyupir. Kalaupun bisa, sudah bisa di pastikan Ayah mertuanya pasti akan menolaknya mentah-mentah.
Bagi Khadija membantu pekerjaan para Asisten rumah tangga itu lebih menyenangkan dari pada ia harus berdiam diri dikamar.
"Mbak Dija, Bik Onah, ayo cepat kedepan, Tuan sama Nyonya sudah datang," Seruan Sari yang datang dari arah depan, datang memberi tahu.
Khadija, Sari dan Bik Onah lalu berhambur keluar untuk menyambut kedatangan sang Empunya rumah.
Mereka bertiga berjajar di depan pintu utama, tampak Hafiz yang berjalan terlebih dahulu melewati Khadija sambil tersenyum dan dibalas Khadija dengan anggukan kepala plus senyuman termanis Khadija.
Lalu di ikuti Orang tua Hafiz di belakangnya. Saat akan menyalami sang Ayah mertua, uluran tangan Khadija dihempaskan dengan kasar olehnya, menatap Khadija dengan tatapan angkuh sambil berlalu melewati Khadija yang menundukan wajahnya.
Lain hal dengan Ibu mertua, yang menerima uluran tangan Khadija seraya memberikan senyuman hangat pada menantunya tersebut.
"Kamu yang sabar ya nak?" ucap ibu mertua, memegang pudak Khadija.
"Iya Bu, Dija ndak papa kok?" jawab Khadija Legawa, sambil terus tersenyum.
Acara penyambutan pun selesai, segera Bik Onah dan Sari kembali ke dapur melanjutkan kegiatanya. Sedangkan Khadija pergi ke Kamar menemui Hafiz dengan membawakan secangkir kopi panas.
Ternyata Hafiz sedang berada di balkon kamarnya, menikmati udara sore hari sambil membaca majalah otomotif kegemaranya.
"Ini Mas, kopinya," Khadija meletakan secangkir kopi di atas meja.
"Ah iya, makasih Ja," ucap Hafiz lalu menutup kembali majalahnya.
"Mau kemana kamu Ja?" tanya Hafiz saat Khadija akan berlalu dari hadapanya.
"Dija mau balik ke dapur, bantuin Bik Onah Mas." jawab Khadija dengan menenteng nampan di tanganya.
"Udah sini aja, temenin aku ngobrol. Lagian sudah tugasnya Bik Onah untuk masak bukan tugas kamu," cegah Hafiz, mengangkat cangkir kopi lalu berdiri bersandar pada pagar tralis balkon menghadap Khadija.
"Ya ndak papa juga to bantuin Bik Onah sekalian belajar masak." jawab Khadija sambil meletakan nampan di bawah meja, lalu mengambil posisi duduk, di tempat Hafiz sebelumnya.
"Aku mau nanya sesuatu boleh Ja?" tanya Hafiz menatap lekat ke arah Khadija.
"Tanya saja Mas?" Khadija beranjak dari duduknya, berjalan mendekat dan berdiri tepat di samping Hafiz dengan tatapan menerawang jauh ke depan.
Hafiz pun memutar posisinya sama dengan Khadija. "Apa rencana kamu, setelah nanti kita bercerai?"
"Aku ndak tau Mas, jika aku pulang ke kampung, pasti Bapak masih kekeh ngejodohin aku. Mungkin untuk sementara aku bertahan di kota ini, untuk kembali bekerja."
"Kenapa kamu gak nikah aja sama Aslan?"
"Hahahaha ... Ngawur kamu Mas. Lagian siapa juga yang mau nikahin orang kampung kaya aku ini, Kamu nikahin aku aja karena terpaksa, ya toh?" Khadija menengok ke arah pria disebelahnya.
Meskipun Khadija memiliki paras cantik, tetapi gadi itu cukup sadar diri dengan segala kekurangan yang di milikinya terlebih akan status sosialnya.
Alih-alih menanggapi pertanyaan Khadija, Hafiz mengalihkan topik obrolanya. "Ya, semoga setelah ini kamu mendapatkan yang terbaik Ja."
"Amiin, makasih Mas." ucap Khadija sambil tersenyum.
***
Malam hari
"Mau kemana Mas? Cie ... Ciee ... Mau ketemu Mbak Alina ya?" goda khadija melihat Hafiz yang sudah rapih dengan pakaian casualnya.
"Kamu mau ikut gak? Aku mau ketemu Aslan sama Dio. "balas Hafiz menggoda Khadija.
"Emang boleh?"
"Gak boleh!"
"Huuu ... gitu tadi sok-sok'an nawarin, di iya'in malah ditolak?"
"Mau, rahasia kita terbongkar? Nitip sesuatu gak?"
"Ndak usah Mas. Ya sudah kamu hati-hati," Seperti biasa Khadija selalu mencium tangan Hafiz saat pulang ataupun hendak pergi. Dan itu akan selalu Khadija lakukan selama statusnya masih menjadi seorang Istri.
"Dija, gak usah nungguin aku pulang. Kalau kamu ngantuk, tidur saja duluan," ujar Hafiz kembali dengan melongokan kepalanya di balik pintu setelah ia keluar beberapa saat yg lalu. Khadija tersenyum mengangkat satu jempolnya.
Di kafe...
Disebuah Kafe duduk Dua orang Pria tengah menunggu kehadiran seseorang. Siapa lagi kalau bukan Aslan dan Dio yang menunggu Hafiz, sahabatnya datang.
"Sorry gw telat!" ucap Hafiz tiba-tiba muncul dari arah belakang Aslan. Lalu duduk berhadapan dengan kedua sahabatnya karena memang bentuk meja yang melingkar.
"Bisa gak sih lo, gak ngaret sekali aja!" omel Aslan kesal karena telah menunggu cukup lama. Sudah menjadi kebiasaan buruk Hafiz sering terlambat jika ada janji.
"Biasalah Ibukota, macet Bro?" sahut Hafiz memberi alasan.
"Klise banget alasan lo. Udah tau macet napa lo gak berangkat dari kemarin?" timpal Aslan.
"Tau ini si Carel, kasian tu Aslan nunggu sampe karatan!" sela Dio meledek Aslan
"Hahahahaha ... Aslan mah udah dari dulu karatan." imbuh Hafiz ikut meledek sahabatnya itu.
Aslan mencebik, "Ngatain gw karatan, kaya lo gak aja," balas Aslan pada Hafiz, sahabatnya.
"Udah gak dong sekarang? Jelasin Yo sama Aslan?" ujar Hafiz dengan senyum penuh arti.
Mata Aslan berpindah menatap Dio meminta penjelasan.
"Sebenernya sih gw juga penasaran sama cewek yang lo gandeng tadi pagi?" cetus Dio dengan sedikit mencondongkan badanya, melipat kedua tangan diatas meja.
"Siapa sih maksudnya?" Aslan mengerutkan keningnya.
"Alina~..." Hafiz menjeda kalimatnya, "Gw udah jadian sama dia," Sambung Hafiz mengungkap statusnya.
Braakkk...
"What?!!" Aslan terkejut.
Aslan berdiri sambil menggebrak meja yang ada didepanya. Sontak membuat mata semua pengunjung kafe tertuju padanya.
"Biasa aja kali Lan," Dio menarik tangan Aslan agar duduk kembali di kursinya.
"Alina, sahabat kecil lo?" tanya Aslan masih dengan ekspresi tidak percaya. Bukan tidak percaya jika Hafiz memiliki cewek cantik, tapi Aslan tidak percaya jika sahabatnya itu sudah bisa membuka hatinya.
"Hhmmm..." Hafiz berdehem, Mengangguk mantap.
"Akhirnya gak sia-sia gw doain lo tiap hari," kata Aslan menggeleng-gelengkan kepala dengan wajah shocknya.
"Sok iya lo Lan?" timpal Dio melempar tusuk gigi ke arah Aslan.
"Dari pada lo doain gw? Mending lo doain diri lo sendiri aja. Lo sendiri apa kabar?" sahut Hafiz diakhiri sindiran pada Aslan.
"Masih mending gw lah, biar jomblo gini udah pernah malang melintang di dunia percintaan Man?" papar Aslan jumawa dengan pengalamanya.
"Terus gimana hubungan lo sama Khadija?" tanya Dio mengalihkan topik pembicaraan.
"Masih jalan di tempat," jawab Aslan tak bersemangat.
"Sabar Lan, tunggu beberapa bulan lagi," ucap Hafiz yang tidak di mengerti maksudnya.
"Maksud lo?" Aslan balik bertanya pada Hafiz.
"Eh~... Maksud gw tunggu undangan dari gw, ii..iya undangan pernikahan," elak Hafiz yang hampir saja keceplosan.
Setelah berbincang cukup lama, yang dilanjutkan makan malam ketiga sahabat itu, kemudian Dio terlebih dahulu pamit, karena Clara istri Dio menelepon memberi tahu jika Nio rewel mencari Papinya.
"Lan, menurut lo keputusan yang gw ambil ini apa sudah tepat?" tanya Hafiz ke Aslan ketika mereka berada di area parkir.
Tidak lama Dio berpamitan, Hafiz dan Aslan pun memutuskan untuk pulang.
Aslan menghentikan langkahnya lalu bersandar di mobil, entah mobil siapa? dengan melipat kedua tanganya di depan dada.
"Lo turuti saja kata hati lo, Rel? Ya semoga ini keputusan terbaik dalam hidup lo, gw seneng ternyata lo sudah bisa Move on dari masa lalu Lo," tutur Aslan sambil menepuk bahu Hafiz yg berdiri dihadapanya.
"Lo juga, jangan lama-lama. Pepet terus Khadija." saran Hafiz pada Aslan.
"Gw maunya sih gitu? Tapi Dija kayanya selalu ngehindar dari gw," Aslan menunduk lesu, mengingat usahanyan mendekati sang pujaan hati yang tak kunjung berhasil, "Ya udah gw mau pulang," pungkas Aslan menyudahi obrolanya. Aslan melambaikan tangan pada sahabatnya sambil berlalu menuju mobil yang terparkir di ujung sana.
"Gw akan bantu lo Lan!" gumam Hafiz, sembari masuk ke dalam mobil.
.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Jangan lupa Like dan Komenya...🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Yani
Enak banget si Fahri mempermainkan pernikahan semoga aja si Alina cewek ga bener
2022-12-29
0
Shautul Islah
pergi aja yg jauh dijah, dari pada hidup kamu di permainkan sama cowok.
2020-10-31
0
Ibrahim Sagara Yuan Putra
lanjuuuut thor
2020-04-12
2