Setelah menghabiskan akhir pekan bersama Aslan dan keluarga dr. Dio, Khadija pulang saat sore hari menjelang Maghrib dengan di antar Aslan. Dan tentunya turun di tempat biasa, di ujung jalan.
Khadija menoleh kebelakang saat ia mendengar deru mobil yang memasuki area pekarangan.
Khadija membalikan badan, berniat menunggu seseorang yang ada di dalam mobil itu. Di lihatnya Hafiz turun dari mobil sport hitam kesayanganya.
"Dari mana Mas?" tanya Khadija sambil mencium punggung tangan suaminya tersebut.
"Dari jalan-jalan dengan Alina." Jawab Hafiz sambil berjalan beriringan dengan Khadija.
"Owh," Khadija mengangguk dan ber Oh ria.
"Gimana tadi seru gak jalan-jalanya?" tanya Hafiz tiba-tiba sambil merangkul pundak Khadija.
"Maksudnya?" Khadija mengeryitkan keningnya sambil terus berjalan menaiki anak tangga.
Tanpa menjawab, Hafiz mengutak-atik ponselnya lalu menyodorkanya pada Khadija. Meskipun sedikit bingung dengan maksud suaminya tersebut, Khadija tetap menerima ponsel yang di ulurkan kearahnya.
"Hah~..." Khadija melebarkan matanya melihat foto dirinya bersama Nio di gendongan Aslan dengan senyum ceria, bak foto keluarga kecil yang bahagia.
"Hahahaha ... udah biasa aja, gak usah malu-malu gitu?" Hafiz tertawa melihat wajah Khadija terpelongo dengan semburat merah di pipi, menahan malu.
"Mas Dokter dapat foto ini dari mana?" Khadija mengembalikan lagi ponsel itu ke pemiliknya.
"Kamu lupa Dio itu siapa?"
Ternyata Mas Dio dalangnya! Berarti yang menyuruh Mas Aslan datang pasti ulah Mas Dio juga!
Khadija lalu menjelaskan pertemuanya dengan keluarga dr. Dio, dan membatalkan niat awal ingin bertemu sahabatnya, Leni. Sampai akhirnya bertemu dengan Aslan entah itu karena disengaja atau bukan, Khadija juga tidak mengetahuinya.
Sesampainya di kamar Khadija segera pergi ke kamar mandi berniat untuk mengambil air wudhu karena waktu Maghrib sudah tiba.
Sesudahnya dari kamar mandi, Khadija bersiap dengan mukenahnya, dan Hafiz masih duduk di sofa dengan kaki diletakan di atas meja kembali sibuk dengan ponselnya.
"Mas, kita sholat yuk?" ajak Khadija. Meskipun sering mendapat penolakan dari Hafiz, tetapi Khadija tidak pernah bosan mengingatkan bahkan mengajak pria itu untuk Sholat.
Hafiz melihat ke arah Khadija, lalu bangkit dan berjalan menghampiri perempuan itu.
"Maaf Ja, selama ini bukanya aku gak mau Sholat, tetapi aku gak tau caranya sholat,"
Selama ini orang tua Hafiz memang tidak pernah mengenalkan ilmu agama terhadap anaknya. Yang Hafiz tau ia beragama islam itu saja, tanpa mengenal kewajiban-kewajiban yang harus di lakukan sebagai seorang muslim. Hanya bekal duniawi yang selalu di berikan, tetapi bekal akhiratnya di lupakan.
"Jika Mas tidak bisa, apa Mas tidak ingin belajar?" tanya Khadija lembut dengan tatapan meneduhkan setiap orang yang memandang.
Entah mengapa hati Hafiz tiba-tiba tersentuh.
"Iya, aku ingin belajar," Hafiz mengangguk mantap, "Apa kamu mau mengajariku?" tampak keseriusan dari wajah pria itu.
"Tentu Mas," Khadija mengangguk dengan senyum yang mengembang. Khadija senang melihat perubahan sikap suaminya.
Kenapa ndak dari kemarin-kemarin sih, sikapnya manis kaya gini?
***
Meskipun tidak ada rasa cinta yang tumbuh di antara Hafiz dan Khadija, namun semakin hari hubungan mereka semakin dekat.
Tidak pernah bosan Khadija mengenalkan ajaran ilmu agama kepada Hafiz sebatas yang ia tahu. Hafiz pun antusias dengan apa yang di ajarkan istrinya tersebut dan dengan senang hati mengerjakan semua arahan dari Khadija.
Mengenai hubungan Hafiz dan Alina, Khadija tidak pernah mempermasalahkan, kenyataanya dengan kehadiran Alina kembali di hidup Hafiz telah membawa dampak yang baik.
Pagi hari,
Tok ... Tok ... Tok ...
"Rel ... Carel ...?" suara Alina dari balik pintu kamar Hafiz.
"Ja ... Dija ... Cepet sembunyi?" Instruksi Hafiz sedikit berbisik agar tidak terdengar oleh Alina. karena panik Khadija pun masuk dan bersembunyi di balik pintu lemari pakaian.
"Ya sebentar," sahut Hafiz dari dalam. Setelah kondisi di rasa sudah aman dan Khadija berada di persembunyian, Hafiz kemudian membuka pintu kamar.
"Lama banget sih, kamu buka pintunya?" omel Alina.
"Ya kan aku masih ganti baju," Hafiz mencubit kecil hidung mancung Alina.
"Sini aku pakein dasinya?" Alina segera menuju lemari pakaian. Namun, saat akan membuka pintu lemari, dengan sigap Hafiz mencegahnya.
"Tunggu Lin ... Pakai dasi ini aja," cegah Hafiz, kemudian menyambar dasi yang tergantung di pintu lemari.
"Fyuuhhh ... Selamat," lirih Khadija dari dalam lemari.
Kemudian dengan cekatan Alina memasangkan dasi untuk Hafiz. Tampak senyum bahagia dari bibir pria itu.
Khadija yang mengintip dari celah pintu lemari pun ikut tersenyum menyaksikan adegan romantis bak sepasang suami istri, meskipun itu hanya sebatas memakaikan dasi.
"Sudah siap," Alina berkacak pinggang memandang Hafiz yang semakin hari semakin menawan di matanya.
"Udah yuk, kita turun. Aku temenin kamu sarapan," ajak Alina.
"Kamu turun duluan, aku masih mau nyiapin berkas-berkas yang harus aku bawa," Hafiz mencoba beralasan. Ia ingin memastikan kondisi Khadija yang masih berada di dalam lemari.
"Oke, aku tunggu di bawah. Ingat jangan lama-lama," Alina mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah sahabatnya itu.
Hafiz pun mengangkat jempolnya sebelum Alina berlalu dan menghilang dari balik pintu.
"Dija ... Alina sudah pergi, ayo keluar!" panggil Hafiz memberitahu. Khadija pun keluar dari dalam lemari dengan keringat bercucuran.
"Panase Ya Alloh," keluh Khadija yang langsung luruh ke lantai mengibas-ngibaskan tangan ke tubuhnya.
"Sorry ya Ja?" Hafiz berjongkok, mengimbangi Khadija yang duduk di lantai bersandar di lemari.
"Ndak papa Mas. Sudah sana cepetan turun, kasian Mbak Alina sudah nungguin," suruh Khadija pada Hafiz sembari meraih tangan pria itu lalu menciumnya seperti biasa.
"Ya sudah, aku berangkat," Hafiz mengacak puncak kepala Khadija.
Pernikahan rahasia Hafiz dan Khadija masih tertutup rapat, hingga semua asisten rumah tangga pun di suruh ikut merahasiakanya.
Setelah Hafiz dan Alina pergi, Khadija langsung turun ke bawah menuju dapur karena rasa hausnya sudah tidak bisa di tahan lagi akibat kepanasan di dalam lemari.
"Tadi gak ketahuan sama non Alina kan, Mbak Dija?" tanya Sari saat Khadija mengambil air minum di dalam kulkas.
"Alhamdulillah," ucapnya merasa lega rasa dahaganya terobati, "Endak tadi aku ngumpet dalam lemari," jawab Khadija setelah menenggak minumanya.
"Ya ampun Mbak, sekali lagi Sari minta maaf. Tadi itu mbak Alina gak bisa di cegah, dia ngotot mau ke kamar Den Carel," cetus Sari menyesal.
"Iya, sudah ndak papa," Khadija mengusap lengan Sari yang merasa bersalah seraya tersenyum.
"Mbak Dija memang gak cemburu ya lihat Tuan Muda mesra sama Non Alina?" celetuk Bik Onah tiba-tiba muncul dari pintu belakang dapur.
"Enggak tuh Bik, Dija biasa aja," Khadija menggeleng, "Dari awal kita sudah sepakat jangan sampai salah satu diantara kita tumbuh rasa cinta," lanjut Khadija menjelaskan kesepakatan yang pernah ia buat bersama Hafiz.
"Memang cinta bisa di skenario gitu ya mbak?" tanya Sari.
"Ya, kita berusaha saja," Khadija mengangkat bahunya.
"Secara Den Carel itu kan ganteng ya Mbak? Masa sih, Mbak Dija gak ada deg-deg ser gitu pas lagi deket Den Carel?" tanya Sari penuh selidik, Bik Onah yang sedari tadi ikut nimbrung menyimak pun mengangguk menyetujui pertanyaan Sari.
Khadija tertawa kecil sebelum menjawab pertanyaan Sari, "Kalau deg-degan sih iya, tapi ndak ada ser_nya tuh?" canda Khadija menanggapi rasa penasaran gadis itu.
Sebenarnya terkadang Khadija sendiri tidak tahu pasti dengan perasaanya terhadap Hafiz.
Akhir-akhir ini Khadija memang merasa nyaman dan bahagia berada di dekat Hafiz. Apalagi dengan perubahan sikap Hafiz yang semakin manis tidak lagi pendiam dan cuek.
Namun, Khadija juga senang melihat Hafiz terlihat bahagia dengan Alina.
"iiihhh ... Mbak Dija ditanya serius malah bercanda," Sari mengerucutkan bibirnya, karena ke kepoanya tidak terjawab.
"Tapi, saya itu setujunya malah sama Mbak Dija dari pada Non Alina," timpal Bik Onah mengutarakan pendapatnya.
"Kalau Dija sih, mengikuti saja apa yang sudah di gariskan sama yang Maha Kuasa," Kalimat bijak dari mulut Khadija. lalu menatap Sari dan Bik Onah bergantian dengan ukiran senyum yang tidak pernah lepas dari bibir gadis cantik itu.
.
.
.
.
.
*Bersambung...
Jangan lupa Like dan Komenya...🙏🙏🙏*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Yani
Ga sabar pernikahan Dijah segera berakhir dan Dijah pergi dari rumah Hafis baru deh kerasa ke hilangan
2022-12-29
0
Ida Ismail
mempermainkan pernikahan, kena batu baru tau rasa
2020-10-10
0
Sarmah
Greget aku sama hafidz
2020-10-10
0