"Eeuung... " erang Hafiz merasakan kepalanya yang masih terasa pusing.
Khadija yang selesai menunaikan sholat subuh segera merapikan mukena dan sejadahnya lalu menghampiri Hafiz yang sudah duduk bersandar diatas tempat tidur sambil memegang kepalanya.
"Kamu ndak papa Mas?" tanya Khadija, duduk di tepi ranjang.
"Kepalaku sakit Ja," keluh Hafiz.
"Mau di pijit?" tawar Khadija. Hafiz menggeleng, menolaknya. "Ya sudah, Mas Dokter istirahat dulu yo? Dija mau ambilkan obat sama sarapan buat Mas Dokter,"
"Dija," panggil Hafiz saat khadija akan berdiri dari duduknya.
"Ada apa Mas?"
"Kamu sudah gak marah lagi?"
"Sudahlah Mas, ndak usah di bahas lagi. Dija tau niat Mas Dokter baik, tapi ndak gitu caranya?" Jelas Khadija lalu beranjak berdiri melanjutkan tujuanya.
Khadija bukan type orang yang suka memendam amarah. Namun, Khadija sangat mudah tersulut emosi, dan cepat pula meredamnya.
Tak lama Khadija kembali membawa sarapan untuk Hafiz. di lihatnya pria itu sudah berpindah duduk di sofa.
"Ini Mas Sarapan dulu, lalu minum obatnya." Khadija meletakan nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih di hadapan Hafiz, suaminya.
"Oh ya Mas, aku mau izin mau main ke kosan Leni, boleh?" tanya Khadija kemudian.
"Boleh, Mau aku antar?" tawar Hafiz melihat sekilas ke arah Khadija
"Ndak usah Mas, aku naik ojol saja," tolak Khadija halus, dan Hafiz hanya mengangguk pasrah.
***
"Tante Cantik ..." Langkah Khadija terhenti saat akan memasuki gang arah kosan Leni. Khadija sangat mengenal lengkingan suara itu.
Khadija membalikan badan, dilihatnya seorang anak kecil yang tengah melambaiksn tangan ke arahnya lewat kaca jendela mobil yang terbuka. Lalu Mobil itu menepi mendekat ke arahnya.
"Tante, Nio kangen sama tante cantik," ucap Nio saat sudah berdiri dihadapan Khadija, yang diikuti Dio dan Clara.
Setelah pertemuanya dengan Nio untuk yang pertama dan terakhir di acara reuni pada waktu itu, Nio tidak pernah bertemu lagi dengan Khadija.
"Iya, tante juga kengen sama Nio?" Khadija berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Nio.
"Tante bohong! Kalau tante kangen sama Nio, kenapa tente tidak cali Nio?" cicit Nio sambil mengerucutkan bibirnya. Khadija tersenyum menanggapi celotehan bocah laki-laki itu.
"Tante kerja sayang?" kilah Khadija memberikan alasan palsu.
"Udah yuk, tantenya pasti sibuk. Kapan-kapan lagi aja mainya sama tante Dija," Ujar Clara pada Nio.
"Nio selalu nanyain kamu, tapi kamunya susah di cari," timpal Dio.
Khadija memang tidak menjelaskan alasanya berhenti bekerja. Karena Hafiz memutuskanya secara mendadak pada waktu itu. Dengan Leni pun Khadija berpamitan hanya lewat sambungan telepon. Namun, Khadija dan Leni masih tetap berkomunikasi sampai saat ini, tentunya Khadija masih tetap merahasiakan status pernikahanya.
"Nio mau main sama tante cantik Mi, Pi?" rengek Nio yang sudah berada di gendongan Dio.
"Sayang, Tante can~.."
" ... Gak papa Mbak, Mas kalau Nio-nya mau main sama saya?" ucap Khadija memotong ucapan Clara. Khadija tidak tega melihat Nio yang hampir menangis.
"Kalau gitu, kamu ikut kita jalan-jalan aja?" tawar Dio. Khadija mengangguk pasrah demi Nio dan Clara pun ikut tersenyum senang.
"Yeay ... Nio main sama tante cantik." sorak Nio riang.
Akhirnya khadija mengurungkan niatnya untuk berkunjung ke kosan Leni dan berpindah haluan ikut bersama keluarga Dio ke sebuah taman bermain.
Sesampainya di tempat yang dituju, Nio begitu senang berlarian ke sana kemari menggandeng tangan Khadija.
Dio dan Clara hanya mengawasi dari kejauhan sambil tersenyum melihat keseruan Nio dan Khadija.
"Ooom Alaaaannn?" teriak Nio ketika mendapati Aslan yang datang menghampirinya.
Khadija membalikan badan, terkejut mendengar seruan nama yang disebutkan oleh bocah laki-laki tersebut.
"Mas Alpukat kok bisa ada di sini?" tanya Khadija menautkan kedua alisnya.
"Ya bisa dong? Dimana ada Dija di situ ada Aslan," jawab Aslan sambil menggendong Nio.
"Hah~..." Khadija bingung dengan ucapan Aslan.
Kok bisa tau sih Mas Aslan aku ada disini?
Apa jangan-jangan Mas Dokter yang bilang? Tapi ndak mungkin, Mas Dokter kan juga ndak tau kalau aku di sini?
Apa Mas Dio yang sudah memberitahu?
"Udah yuk kita kesana?" ajak Aslan menarik tangan Khadija.
Aslan dan Khadija kini duduk dibangku tepi area permainan sambil menunggu Nio yang tengah asik bermain mandi bola. Dan entah kemana Dio dan Clara.
"Dija itu bingung, perasaan Mas Alpukat kok ada dimana-mana yo?" Khadija membuka suara penasaran.
"Gak usah bingung, mungkin kita ditakdirkan berjodoh," jawab Aslan santai sembari tersenyum memiringkan wajahnya menatap gadis yang ada disebelahnya.
"Ngaco' aja deh Mas Alpukat," Khadija pun di buat salah tingkah.
"Kok ngaco'sih? Kan wajar dong, kamu lajang dan aku masih bujang, klop banget kan Ja?" Aslan masih terus berusaha menyakinkan Khadija. Gadis itu terhenyak mendengar penuturan pria yang duduk di sebelahnya.
Andai aku belum menikah Mas, pasti aku akan milih kamu dari pada Mas Dokter yang sikapnya kaya Bunglon. Kadang baik, kadang, cuek, kadang juga menyebalkan! Beda sama kamu yang selalu bersikap manis padaku. Tapi apa mungkin jika nanti pernikahanku berakhir, Mas Aslan mua menerimaku?
Khadija menggelengkan kepalanya cepat, mengusir pikiran pengadaianya yang tiba-tiba saja muncul di otaknya.
"Mikir apa toh aku ini?" Gumam Khadija lirih.
"Ngomong apa kamu Ja?"
"Ndak ... Ndak ngomong apa-apa kok Mas,"
***
Ditempat Lain, karena memang sedang akhir pekan, selain kepalanya yang masih terasa berat akibat mabuk semalam, Hafiz menghabiskan waktunya hanya di dalam kamar.
Hafiz selalu mengalihkan amarahnya pada alkohol, karena marasa kesal dengan Khadija yang tiba-tiba marah kepadanya.
Tok... Tok... Tok...
"Den, ada non Alina dibawah," seru Sari dari balik pintu.
"Oke, suruh tunggu sebentar," sahut Hafiz dari dalam kamar.
Hafiz akan selalu bersemangat jika Alina datang. Tidak butuh waktu lama kemudian Hafiz turun menemui Alina dengan baju santainya.
"Hay ... Lin?" sapa Hafiz, berjalan mendekat ke arah Alina yang sedang duduk menunggunya di ruang tengah. Seperti biasa mereka bercipika-cipiki sebagai ritual pembuka apa bila bertemu.
"Jalan yuk Rel, bosen aku dirumah terus?" tangan Alina bergelayut di leher sahabatnya itu.
Mungkin kebanyakan orang akan menganggap Hafiz dan Alina adalah sepasang kekasih, melihat kemesraan yang selalu mereka tunjukan.
"Boleh, kamu mau kemana?" jari telunjuk Hafiz menoel ujung hidung Alina.
"Kemana saja, asal sama kamu," ucap Alina manja.
Tiba-tiba notif pesan masuk dari ponsel Hafiz berbunyi, dirogohnya ponsel dari saku celana kemudian Hafiz melihatnya. Hafiz pun tersenyum melihat pesan yang ia terima.
"Siapa Rel?" tanya Alina penasaran melihat Hafiz tersenyum pada layar ponselnya.
Hafiz menoleh pada Alina lalu memasukan kembali ponsel ke dalam sakunya, "Bukan siapa-siapa kok hanya teman. Ya sudah, yuk kita jalan,"
Kembali Hafiz dan Alina menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Semenjak kembalinya Alina ke Tanah air separuh jiwa Hafiz yang hilang kini telah kembali. Meski hubungan mereka hanya sebatas sahabat.
Hafiz yang semula cuek dan pendiam perlahan kembali menjadi Hafiz yang ceria seperti dulu. Dan perubahan sikapnya berimbas juga pada perlakuanya terhadap Khadija.
.
.
.
.
.
.
*Bersambung...
Jangan lupa Like dan Komenya ya... 🙏🙏🙏*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Yani
Kalau Hafis menggap sahat kalau Alina pasti cinta sama Hafis
2022-12-29
0
Abizar
Lanjut terus Thor. ☺️ Jangan lupa mampir di novel aku ya.
2020-04-10
0