Semenjak kepergian sang Mertua beberapa hari yang lalu dan masih ada waktu untuk seminggu ke depan, Khadija merasa sedikit lega. Karena untuk sementara waktu gadis itu terbebas dari tatapan sinis sang Ayah mertua. Pria paruh baya itu ada perjalanan bisnis di Luar Negeri bersama Istrinya.
"Bik Onah, ada yang bisa Dija bantu?" Setiap pagi setelah menyiapkan segala keperluan Hafiz, Khadija pergi ke dapur membantu Bik Onah sang Asisten rumah tangga untuk menyiapkan sarapan.
"Eh, Mbak Dija?" Bik Onah menoleh sembari tersenyum. "Tolong bawakan makanan2 ini ke meja makan saja Mbak," pinta Bik Onah menunjuk makanan yang sudah matang.
"Siiippp," Khadija mengacungkan jempolnya. Lalu satu persatu Khadija membawa piring dan mangkok yang sudah berisikan beberapa macam masakan ke ruang makan.
Setelah selesai menata semua makanan di atas meja makan, Khadija segera beranjak dari dapur hendak memanggil Hafiz yang belum turun dari kamar.
Langkahnya terhenti ketika melihat Hafiz sudah menuruni anak tangga.
"Mau pakai lauk apa Mas?" tanya Khadija saat akan mengambilkan lauk untuk Hafiz.
"Apa saja terserah," jawab Hafiz datar. Tatapan matanya fokus pada layar ponsel yang ada ditanganya.
"Mas, cepet di makan sarapanya, jangan di senyumin aja. Nanti ke Ge-Eran itu ayam goreng," sindir Khadija melihat Hafiz tengah senyum-senyum sendiri gak jelas.
"Eh, Maaf," ucap Hafiz, kemudian meletakan Handphonenya di atas meja lalu bersiap menyantap sarapan yang sempat ia telantarkan.
"Mau kemana kamu Ja?" tanya Hafiz pada Khadija saat akan berlalu.
"Ya mau kemana lagi, kalau ndak ke belakang," jawab Khadija menunjuk ke arah dapur.
"Udah, sarapan sini aja lagian gak ada Papa, sekalian temenin aku makan," pinta Hafiz sambil menyuapkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya.
Kriet ...
Khadija menarik satu kursi bersebrangan dengan Hafiz. Namun, gadis itu tidak ikut sarapan. Ia hanya duduk diam melihat Hafiz makan di hadapanya.
"Kok diam? Kamu gak sarapan?" tanya Hafiz melihat Khadija tengah melamun.
"Ndak Mas, aku belum lapar," Khadija menggelengkan kepala dengan kedua lengan ia lipat diatas meja.
"Oh ya, gimana hubungan kamu dengan Aslan?" Hafiz mencoba membuka topik obrolan.
"Ndak gimana-gimana," Khadija mengendikan bahunya acuh.
"Kamu kenapa? Kok ketus gitu jawabnya?"
Khadija menghembuskan nafas kasar. Menatap Hafiz tajam, tidak seperti Khadija yang biasanya tampak kalem.
"Aku itu kadang merasa heran sama kamu Mas! Kenapa sih kamu itu pengen banget ngejodohin aku sama Mas Aslan?!"
"Ya, aku itu ingin kamu membuka hati untuk orang lain."
"Kalau kamu ingin aku membuka hati untuk orang lain, kenapa kamu mengikat aku dengan pernikahan ini," Khadija meluapkan emosi yang sempat ia pendam.
Bukan karena Khadija sudah mencintai Hafiz, melainkan Khadija hanya ingin menghormati ikatan suci pernikahanya dengan sang Dokter.
"Hey ... Apa kamu lupa, kalau pernikahan ini hanya sementara?" Hafiz mengingtkan.
Mendadak suasana mencekam, untuk pertama kalinya terjadi ketegangan antara Khadija dan Hafiz.
"Aku ndak lupa!" seru Khadija.
"Tapi kenapa kamu jadi marah-marah begini sih?!"
Khadija tidak menjawab, segera Khadija beranjak pergi menuju kamarnya, dengan sedikit berlari menaiki anak tangga. Khadija tidak ingin amarahnya semakin meluap.
***
Dua hari yang lalu Hafiz mengajak Khadija ke sebuah pusat perbelanjaan dengan alasan ingin belanja bulanan menggantikan sang Ibu yang tengah ada di Luar Negeri.
"Ja kamu tunggu sebentar di sini, aku mau ke toilet," pamit Hafiz meninggalkan Khadija sendiri di Cafe yang terletak di lantai atas sebuah pusat perbelanjaan.
"Dija? Kamu sama siapa di sini?" tanya seseorang yang baru datang.
"Eh, Mas Aslan?" gumam Khadija terkejut, "Eum ... Sendiri Mas?" jawab Khadija bingung. Tidak mungkin ia bilang jika datang bersama Hafiz.
"Boleh aku temenin gak?" tanya Aslan.
"Bo ... boleh Mas. Silahkan duduk," jawab Khadija gugup dengan cengiran yang di paksakan. Terpaksa ia mengiyakan tawaran Aslan.
Dalam hati Khadija berdoa agar Hafiz tidak segera kembali dari toilet. Perempuan itu takut kalau rahasianya akan terbongkar jika Aslan tahu ia datang bersama Hafiz, suaminya.
"Hey, Lan udah lama?" Aslan menoleh ketika seseorang menepuk bahunya.
"Kira-kira Lima belas menit yang lalu. Untung gw ketemu Dija di sini, jadi gak mati bosen gw nungguin lo," sahut Aslan.
Khadija terhenyak mendengar ucapan Aslan.
Hah, nungguin? Wah, ada yang ndak beres ini! gerutu Khadija dalam hati.
"Dija, kamu disini juga?" tanya Hafiz memulai sandiwaranya.
kayanya ini orang perlu di tendang kepalanya biar Amnesia sekalian!
"Iya," jawab Khadija singkat dan datar.
Ternyata Hafiz sudah merencanakan pertemuanya dengan Aslan. Dan mengatur Scenario seolah-olah Aslan bertemu secara tidak sengaja dengan Khadija.
"Tumben lo bawa gandengan," sindir Aslan melihat gadis yang ada disebelah sahabatnya tersebut, "Siapa itu Rel?" lanjut Aslan bertanya sambil menaik turunkan alisnya.
"Oh, ini Alina temen masa kecil gw, yang pernah gw ceritain itu?" jawab Hafiz tersenyum menatap gadis yang ada di sampingnya. "Lin kenalin ini Aslan dan Khadija," sambung Hafiz memperkenalkan Dua orang yang diduduk di hadapanya.
Kemudian Alina menjabat tangan Aslan dan Khadija memperkenalkan diri bergantian. Aslan dan Khadija pun menyambut ramah uluran tangan Alina.
Lalu Hafiz dan Alina mengambil posisi duduk bersebrangan dengan Khadija dan Aslan. Tidak lama seorang pelayan menghampiri mereka membawakan pesanan yang sudah di pesan terlebih dahulu oleh Hafiz sebelum menghampiri Khadija dan Aslan.
Seperti biasa, selalu ada topik bahasan ketika kedua sahabat itu bertemu. Selama perbincangan Khadija hanya diam menyimak obrolan Hafiz dan Aslan. Khadija merasa bingung ketika menangkap percakapan kedua pria tersebut. Kenapa seolah-olah pertemuan ini terjadi karena kebetulan?
Bukanya tadi dia pamit ke toilet? Kenapa sekarang malah membawa Mbak Alina? batin Khadija.
Tidak ada percakapan antara Khadija dan Alina, mereka berdua memilih diam dan hanya mendengar perbincangan Hafiz dan Aslan sambil menikmati pesanan yang sudah dihidangkan.
"Rel ayo aaaa ... " Alina menyuapi ice cream ke mulut Hafiz di sela obrolanya dengan Aslan.
Hafiz pun menyambut suapan dari alina. Khadija masih diam memperhatikan.
"Ja, kok melamun sih?" Aslan sedikit memiringkan wajahnya ke arah Khadija dengan melambaikan tangan di depan wajah perempuan itu.
"Eh, ndak kok Mas?"
"Minta di suapi juga paling Dija, Lan?" celetuk Hafiz menggoda Khadija.
"Ndak usah, saya masih punya tangan Mas buat makan," balas Khadija pada Hafiz yang sedari tadi terus di suapi oleh Alina.
Bukan karena Khadija cemburu. Namun Khadija jengkel dengan cara Hafiz yang terus berusaha mendekatkanya pada Aslan.
***
"Aaaaaaarrrgghhh ... Dasar cewek kampung, pagi-pagi sudah bikin mood gw rusak," gerutu Hafiz didalam ruanganya sambil mengacak rambutnya.
Tidak ada maksud Hafiz, untuk membuat marah Khadija, tetapi Hafiz hanya ingin lebih mendekatkan Khadija dengan Aslan.
Jika suatu saat nanti, Hafiz dan Khadija berpisah, Hafiz ingin Khadija jatuh pada orang yang tepat dan mencintainya.
Hafiz tau jika Aslan begitu mencintai Khadija, dan Hafiz pun senang akan hal itu.
***
Malam ini kembali Khadija di buat cemas. Sudah larut malam namun Hafiz juga belum kembali ke rumah. Khadija mondar_mandir sambil menggigit kuku ibu jarinya, menunggu Hafiz di ruang tamu.
Braakkk...
Suara pintu terbuka di lihatnya Hafiz yang baru datang, berjalan sempoyongan.
"Ya Alloh Gusti ..." ucap Khadija melihat Hafiz berjalan sempoyongan dan beberapa kali hampir ambruk, "Kamu ini kenapa toh Mas?" Tanya Khadija sambil berusaha memapah tubuh besar Hafiz berjalan menaiki anak tangga.
"Heh, cewek kampung, lo itu jadi orang gak tau berterima kasih," racau Hafiz dengan suara teler, jari telunjuknua menusuk-nusuk pipi Khadija.
Khadija tak menghiraukan racauan Hafiz, karena Khadija masih berusaha membawa Hafiz menuju kamarnya.
"Ini orang makanya apa toh, kok berat banget ya?" gerutu Khadija memapah tubuh besar suaminya.
Brukg...
Khadija menjatuhkan tubuh Hafiz diatas sofa kamar. Lalu ia pun ikut jatuh terduduk di sebelah Hafiz.
Saat Khadija akan berdiri tiba-tiba~
"Huuuwwwweeeekkk..."
Hafiz memuntahkan isi perutnya di baju Khadija.
"Hadoooohhh ... Kenapa pake muntah segala toh? Merepotkan saja!" dengus Khadija kesal. Ia pun segera berlari ke kamar mandi untuk berganti pakaian karena merasa jijik ada bekas muntahan Hafiz yang tertempel di bajunya.
Tubuh Hafiz terkulai lemas duduk diatas sofa.
Setelah selesai mengganti baju, Khadija kembali membawa baskom berisi air, di copotnya sepatu Hafiz, lalu Khadija menyeka wajah pria itu.
Kemudian dengan susah payah Khadija kembali memindahkan tubuh besar Hafiz ke kasur king sizenya.
.
.
.
.
.
.
.
*Bersambung...
Jangan lupa Like dan Komenya ya... 🙏*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Yani
Si Hafis nyebelin
2022-12-29
0
Nunung Nurjanah
kok ada doktee teler kacau
2021-02-21
0
Ida Ismail
sedih aku, istri yang tak dihargai
2020-10-10
0