"Maaf Mas, udah nunggu," kata Khadija saat sudah masuk ke dalam mobil Hafiz.
"Hhmmm," jawaban andalan, Hafiz hanya berdehem.
Dirasa telah siap tidak ada yang tertinggal, Pria itu kemudian menginjak pedal gas untuk menjalankan mobilnya kembali. Alunan musik Jazz di putar untuk mengusir kecanggungan yang selalu terjadi saat Hafiz dan Khadija dalam kondisi berdua.
Tidak ada suara obrolan yang terdengar. Sesekali ekor mata Hafiz melirik ke arah Perempuan yang ada disebelahnya.
Selama dalam perjalanan pulang, Khadija menyilangkan kedua tangan, mengusap-usap lenganya, kedinginan.
"Sudah tau malam, malah memakai baju seperti itu," sindir Hafiz, menyadari jika Khadija sedang kedinginan.
"Aku ndak tau Mas, tadi Mas Aslan nyuruh orang buwat gantiin baju aku." jawab Khadija. Ada rasa sedikit takut jika Pria itu akan memarahinya.
" Terus baju kamu yang tadi mana? "
" Masih ketinggalan di salonya tadi. "
Hafiz kemudian menepikan mobilnya, di lepas jas yang menempel di tubuhnya.
"Ini pakai," Tanpa menoleh Hafiz menyodorkan jasnya ke arah Khadija.
Ternyata dugaanya salah. Justru Hafiz rela melepas jas yang dipakai untuk dirinya.Tanpa banyak tanya, Khadija pun segera memakainya. Dinginya AC mobil sudah menyeruak menggerayangi kulit mulus Khadija.
Wangi banget bau parfum Mas Dokter. Batin Khadija. Aroma maskulin dari parfum Hafiz memanjakan hidung Khadija selama perjalanan.
***
Pagi Hari
Seperti hari sebelumnya, Khadija menyiapkan baju kerja dan sepatu yang selalu di lapnya terlebih dahulu untuk Hafiz, suaminya.
Jika sedang berada di rumah, Khadija tetap berlaku selayaknya seorang Istri yang selalu menyiapkan segala keperluan sang suami.
Meskipun Hafiz terkadang masih bersikap cuek terhadapnya. Namun, itu bukan masalah buat Khadija, karena Khadija ingin membalas budi atas kebaikan Hafiz untuk kedua kalinya.
"Maaf yo Mas, aku ndak bisa bantuin pasang dasinya," ucap Khadija melihat Hafiz yang sedang berdiri di depan kaca besar yang ada di lemarinya.
"Tidak apa-apa. Saya bisa sendiri."
Khadija lalu mengambil tas selempangnya, bersiap untuk berangkat bekerja.
"Dija, kamu kenapa?" tanya Hafiz melihat Khadija berjalan sambil memegang pinggangnya.
Khadija membalikan badan, sebelum membuka pintu kamar. "Ndak papa kok Mas, cuma sakit pinggang biasa," jawab Khadija memasang senyum terpaksa, menahan rasa nyeri yang melanda.
Khadija merasakan badanya sakit semua. Dari awal sejak dia menikah, Perempuan itu memilih tidur di sofa dan Hafiz tetap tidur di kasur empuknya.
Khadija dan Hafiz sepakat untuk tidur terpisah. Maka dari itu Hafiz membiarkan Khadija tidur di sofa yang ada di kamarnya.
"Kalau kamu merasa tidak enak badan, mending gak usah masuk kerja," ujar Hafiz sambil memakai sepatunya.
"Ndak bisa gitu Mas. Nanti kalau saya di pecat, bagaimana?"
"Tidak akan. Karena saya Bosnya." Hafiz menegaskan akan posisi jabatanya.
Khadija membelalakan mata mendengar pernyataan Hafiz. Khadija memang belum mengetahui perihal pemilik baru dari Rumah sakit tempatnya bekerja.
"Bu...bukan cuma karena itu Mas, aku harus mengirim uang buat ibu setiap bulanya untuk biaya sekolah Aisyah." Meski ia kini menjadi istri dari orang kaya, tidak lantas membuat Khadija menggantungkan hidupnya pada Hafiz, suaminya.
Perempuan itu cukup sadar diri akan status pernikahan yang hanya akan bertahan sementara.
Selesai memasang sepatunya, Hafiz menghampiri Khadija yang masih berdiri didepan pintu.
Hafiz mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya.
"Ini terima," Hafiz menyodorkan kartu ATM ke arah Khadija.
"Ndak usah Mas, Dija ndak mau berhutang budi lebih banyak lagi pada Mas Dokter," tolak Khadija sehalus mungkin sembari mengibaskan kedua tanganya.
"Selama kamu menjadi istri saya, itu artinya kamu tanggung jawab saya. Dan jangan khawatir gaji kamu akan tetap saya bayar setiap bulanya," Hafiz meraih tangan Khadija, dan meletakan kartu ATM itu ke telapak tangan perempuan itu. Ekspresi wajahnya masih tampak tak percaya.
Setelah selesai dengan sedikit perdebatan kecil yang baru saja terjadi, Hafiz dan Khadija turun bersama menuju ruang makan. Namun, seperti hari-hari sebelumnya Khadija langsung berlalu menuju arah belakang dapur untuk sarapan bersama para asisten Rumah tangga yang telah menunggunya.
***
Seperti biasa Khadija akan menunggu angkot di ujung jalan komplek. Dilihatnya mobil Hafiz sudah berlalu melewatinya, tanpa menawari tumpangan pada Khadija yang sedang berdiri.
Mas Dokter itu orangnya susah ditebak, kadang perhatian kadang juga cuek! gumam Khadija sambil menggelengkan kepalanya.
"Hah ... Hah ... Hah ... " Nafas Khadija terengah-engah. Sejenak Khadija membungkukan badan karena kelelahan. Khadija kembali menegakkan tubuhnya lalu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskanya perlahan hingga nafasnya kembali normal.
"Dari mana saja kamu, ini sudah jam berapa?!" Suara seseorang yang sudah berdiri di hadapan Khadija dengan kedua tangan menyilang di depan dada.
Khadija menegakan wajahnya, dengan peluh yang bercucuran, "Maaf Dija terlambat, tadi tidak ada angkot yang lewat, jadi Dija jalan," jelas Khadija sambil mengusap keringat di dahinya.
Tanpa berucap, Hafiz berlalu meninggalkan Khadija.
Dija ... Dija ... semoga dalam waktu setahun, kamu kuat menghadapi Mas Dokter yang aneh! Khadija bermonolog mendoakan dirinya sendiri.
***
"Dija, kekantin yuk?" ajak Leni sambil mengusap-usap perutnya ketika waktu jam istirahat tiba.
Saat akan keluar ruangan, suara Bu Wiwik membuat langkah Khadija terhenti.
"Dija, kamu di suruh dr. Hafiz ke ruanganya?"
"Ada apa to buk?" tanya Khadija, karena tidak seperti biasanya Hafiz memanggilnya di saat jam istirahat.
Bu Wiwik hanya mengangkat bahunya, tanda ia juga tidak mengetahuinya.
Khadija pun menyuruh Leni agar terlebih dahulu ke kantin, jika selesai dengan urusanya, Khadija akan segera menyusulnya.
Setelah mengetuk pintu, Khadija masuk ke dalam ruangan Hafiz.
"Iya, ada apa Mas?" tanya Khadija sambil berdiri.
"Duduklah. Kamu sudah makan siang?" Hafiz menjulurkan tangan menunjuk ke arah kursi yang ada di depanya.
"Belum Mas," Khadija menggeleng.
"Makanlah," Hafiz menyodorkan kotak makanan yang ada di meja.
"Ndak usah Mas, Mas Dokter saja yg makan, biar aku makan di kantin saja," tolak Khadija halus, karena ia merasa tak enak hati.
"Kita makan bersama," ajak Hafiz sembari membuka kotak makanan itu. "Ayo makan," lanjut Hafiz mengambil makanan dari kotak lalu memakanya.
Khadija sekilas melihat makanan yang begitu asing di matanya namun, begitu menggugah selera. Gadis itu kemudian ikut mengambil Satu potong makanan yang tidak ia ketahui namanya lalu digigit ujung makanan tersebut.
"Makanan opo to ini Mas?" tanya Khadija sambil melepeh makanan itu kembali ke tanganya. Ada rasa aneh yang mendarat dilidah gadis itu.
"Ini Pizza. Kenapa kamu gak suka?"
"Oalah Mas ... Saya itu lidah orang desa, ya mana bisa makan yang beginian?"
"Kamu mau makan apa? biar saya pesankan," tawar Hafiz kemudian, saat mengetahui gadis di depanya itu tidak menyukai makanan yang ia pesan.
"Eh, ndak usah Mas," Khadija mengibaskan tanganya, "Biar saya ke kantin saja, sudah di tunggu Leni di sana,"
"Ya sudah terserah kamu," ucap Hafiz kecewa.
Khadija kemudian pamit untuk pergi ke kantin menyusul Leni, sahabatnya.
Sebenarnya maksud Hafiz mengajak Khadija makan siang bersama, sebagai wujud bersalahnya, membiarkan Khadija berjalan kaki karena tidak mendapatkan angkot saat berangkat bekerja.
Meskipun Hafiz terlihat cuek pada Khadija, namun seorang Hafiz tidak akan pernah tega membiarkan seorang wanita dalam kesulitan bahkan menangis.
"Dasar orang Kampung!" gumam Hafiz setelah Khadija sudah keluar dari ruanganya.
Hafiz merasa tidak dihargai, setelah Khadija menolak niat baik darinya.
***
"Hey ... Anak Kampung!" seru seseorang yang duduk di ruang tamu dengan selambar koran menutupi wajahnya.
Khadija menghentikan langkahnya, berdiri mematung sambil menunduk saat menyadari sang Ayah mertualah yang sedang memanggilnya.
"Istri macam apa kamu, jam segini baru pulang!" sentak sang Ayah mertua mencoba mencari-cari kesalahan Khadija.
"Maaf sa~..."
"Dasar perempuan murahan!" hardik sang Mertua, sambil berlalu melewati Khadija.
Khadija hanya bisa menggigit bibir bawahnya, menahan suara tangisanya.
Kembali terulang saat pulang bekerja, Khadija tidak mendapatkan angkutan umum dan memaksanya harus berjalan kaki untuk kedua kalinya. Tidak lupa gadis itu menyempatkan diri sejenak mampir ke Masjid untuk menunaikan sholat maghrib ketika waktunya telah tiba.
Khadija masuk ke dalam kamar, diedarkan pandanganya, Khadija melihat Hafiz yang tengah sibuk dengan Laptop di pangkuanya duduk berselonjor di atas kasur.
"Dari mana?" Hafiz menoleh sekilas, lalu menatap kembali layar persegi dihadapanya.
"Maaf Mas, Dija tidak mendapat angkot lagi," jawab Khadija jujur, sambil berlalu menuju kamar mandi.
Didalam kamar mandi, Khadija menangis menahan rasa sakit hatinya, atas hinaan yang ia terima dari sang Ayah mertua.
Hampir Tiga puluh menit Khadija berada di dalam kamar mandi. Sambil terus menangis Khadija mengompres kakinya yang bengkak akibat berjalan pulang pergi dari Rumah Sakit yang berjarak Empat kilo meter.
Hafiz yang berada di kamar merasa curiga karena hampir Satu jam Khadija tidak ada tanda-tanda ke luar dari kamar mandi.
Hafiz putuskan untuk memastikan keadaan Istrinya. Pria itu mengetok pintu kamar mandi, namun tidak ada jawaban dari seseorang yang berada di dalam sana, Hafiz segera membuka pintu yang ternyata tidak di kunci oleh Khadija.
Dengan ragu Hafiz membuka pintu kamar mandi. Hafiz terkejut melihat kondisi Khadija yang berselonjor di lantai kamar mandi dengan kondisi kaki sudah bengkak.
Khadija tertidur di kamar mandi akibat kelelahan.
"Dija... Dija ... "Hafiz menepuk-nepuk pipi Khadija, namun tidak ada pergerakan dari gadis itu.
Tanpa ragu, Hafiz segera membopong tubuh kurus Khadija keluar dari kamar mandi, dan diturunkan di atas kasurnya.
Suhu tubuh Khadija memanas, segera Hafiz memeriksa kondisi tubuh Khadija. Meskipun Hafiz seorang Dokter spesialis kandungan namun, ia juga bisa memeriksa kondisi seseorang yang tengah mengalami demam.
.
.
.
.
.
.
.
*Bersambung...
Jangan lupa Like dan komenya... 🙏🙏🙏*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Yani
Nalih Hapis Dijshnya sakit 😓
2022-12-29
0
Ghaziya
😭😭😭😭😭sampe nangis aku bc nya
2020-11-10
0
Shautul Islah
yang sabar hadijah
2020-10-31
0