"Len, kamu pulang sendiri, ndak papa to?" ucap Khadija setelah kembali ke ruang loker.
"Emangnya kamu mau ke mana Dija?" tanya Leni.
"Itu, anu ... Aku mau ketemu Mas Dokter dulu," jawab Khadija jujur, meski merasa ragu.
"Ya sudah, gak papa," Leni tersenyum, "Tapi nanti kamu pulang sendiri, berani kan?" sambung Leni memastikan.
"Iya, aku berani kok!" Khadija mengangguk mantap.
Leni pun berpamitan pada Khadija melambaikan tangan ketika sudah di ambang pintu.
Khadija segera mengambil tasnya dari dalam loker, lalu bergegas menemui Hafiz di ruanganya.
Tok... Tok... Tok...
Seperti biasa meskipun tidak mendapat jawaban setelah mengetuk pintu, Khadija langsung masuk ke ruangan Hafiz setelah ketukan ketiga.
"Jadi?" sambut Hafiz tanpa mengalihkan perhatianya, fokus pada berkas yang dipegangnya.
"Setuju!" Khadija mengulurkan tangan. Barulah Hafiz mengalihkan pandanganya lalu menyambut uluran tangan Khadija.
"Deal!" ucap Hafiz, menghentakan jabat tangan yang masih saling bertautan. "Setelah ini saya akan mengajak kamu bertemu orang tua saya."
"Hah~..." Khadija terkejut.
Secepat ini? batin Khadija.
"Jangan membuang-buang waktu," ujar Hafiz melihat keterkejutan Khadija.
Hafiz sengaja ingin cepat mempertemukan Khadija dengan orang tuanya, agar rencana perjodohan itu segera di batalkan.
Dan Hafiz ingin membantu menyelesaikan masalah Khadija, karena Hafiz tidak tega jika suatu masalah menyangkut seorang Ibu.
Khadija di buat terheran-heran ketika baru turun dari mobil Hafiz, di pandangnya rumah besar nan mewah. Takjub, satu kata yang menggambarkan ekspresi gadis itu.
"Ayo masuk!" Hafiz menarik tangan Khadija yang masih tercengang berdiri ditempatnya.
Di gandeng tangan Khadija menuju Ruang kerja sang Ayah, setelah sebelumnya Hafiz sudah mengabarkan kepada sang Ayah akan membawa calon istrinya.
Setelah mengetuk pintu, Hafiz yang menggandeng Khadija lalu masuk. Di lihatnya Sang Ayah dan Ibu sudah duduk bersisihan di sofa ruang kerja sang Ayah.
"Kenalkan Pa, ini calon istri Carel," kalimat pertama yang di ucapkan Hafiz. Sang Ayah memandang gadis yang berada di samping Putranya dari atas sampai bawah dengan tatapan sinis.
Khadija hanya tertunduk malu dengan penampilanya yang masih acak-acakan. Gadis itu tidak sempat mempersiapkan diri.
"Yakin, kamu memilih wanita ini sebagai calon istri kamu?" tanya sang memastikan, "Papa tidak menyangka seorang pewaris tunggal keluarga Edsel memiliki selera yang rendah!" Ayah Hafiz berjalan memutari Khadija dengan senyum meremehkan.
Ada rasa nyeri di hati Khadija mendengar seseorang meremehkanya. Namun, Khadija menepis rasa sakit hati itu demi Ibu dan adiknya.
"Tolong hargai keputusan Carel Pa!" ucap Hafiz tegas, tanganya menggenggam tangan Khadija.
"Oke, Papa harap kamu tidak menyesal dengan pilahan kamu yang kampungan ini!" hardik Ayah Hafiz, kemudian pergi keluar ruangan. Membanting pintu dengan kasar.
Sang Ibu turut berdiri menghampiri Khadija, mengusap lengan gadis yang tampak ketakutan, "Maaf, Mama tidak bisa berbuat apa-apa." ucap sang ibu kemudian ikut berlalu keluar ruangan menyusul sang suami.
Saat Hafiz akan mengantar Khadija pulang, tiba-tiba langkah mereka berdua terhenti.
"Kalian besok harus segera menikah!" seru sang Ayah, suaranya terdengar menggema ketika menuruni anak tangga.
Khajida dan Hafiz secara bersamaan menoleh ke asal suara. Kemudian Hafiz mengalihkan pandanganya ke arah Khadija, meminta pendapat gadis yang berdiri disampinya.
Khadija mengangguk pasrah, karena yang ada dalam fikiranya hanya bayangan Ibu dan Adiknya.
Hafiz mengurungkan niatnya mengantar Khadija pulang, karena keesokan harinya mereka berdua sudah harus menikah.
Di antarkanya Khadija ke kamar tamu untuk beristirahat, mempersiapkan diri untuk hari esok.
Khadija masuk ke dalam kamar dengan perasaan tak menentu. Senang dan sedih berkecamuk jadi Satu. Merasa senang karena masalah hutang Ayahnya akan segera terselesaikan, dan nasib Ibu dan Adiknya terselamatkan. Merasa sedih karena dia harus menjalani pernikahan dengan cara yang tidak diharapkan.
*****
Pagi yang tidak di inginkan pun tiba, Khadija sudah di rias oleh tenaga Profesional yang dipanggil oleh sang ibu mertua.
Tak ada raut keceriaan yang terpancar dari wajah ayu Khadija. Gadis yang merupakan mempelai wanita itu digiring keluar dari kamar menuju ruang keluarga.
Di ruangan itu sudah ada mempelai Pria yang nampak gagah menggunakan setelan putih-putih senada dengan kebaya sang mempelai wanita, kedua orang tua mempelai Pria, Penghulu dan seorang Ustadz, serta ada Dua orang dari pihak notaris sebagai saksi.
Tidak ada kehadiran dari keluarga mempelai wanita, karena Khadija sengaja tidak memberitahu kepada kedua orang tuanya. Mungkin akan memberi tahu kepada ibunya jika nanti waktunya sudah tepat. Terlebih kepada sang Ayah, Khadija takut jika Ayahnya tahu jika suaminya adalah orang yang kaya raya, sang Ayah akan memperalat dirinya untuk meraup harta Hafiz, suaminya.
Khadija akan di walikan oleh wali hakim dalam pernikahanya kali ini. Dan pernikahan ini dilakukan secara Siri.
"SAH...!" seru semua orang yang menyaksikan jalanya prosesi akan nikah antara Hafiz dan Khadija. Kemudian dilanjutkan pembacaan Doa oleh seorang Ustadz.
Khadija mencium punggung tangan Hafiz, orang yang baru saja telah sah menjadi suaminya seraya meneteskan air mata.
Dilanjutkan mencium punggung tangan Ibu mertua yang disambut dengan senyuman hangat.
"Jangan harap kamu akan hidup bahagia," ancam Ayah mertua berbisik, Khadija tertegun mendengarnya, ketika Khadija beralih mencium punggung tangan sang ayah mertua.
Acara akad nikah siri pun telah usai, tersisa kedua orang tua Hafiz, Dua orang notaris dan Hafiz selaku pewaris serta Khadija Istri dari Hafiz.
Setelah Hafiz menandatangani semua berkas-berkas pengalihan harta kekayaan kepada dirinya, kemudian Hafiz dan Khadija pamit pergi ke kamar yang ada di lantai Dua rumahnya.
Tampak senyum kemenangan dari bibir sang Ayah setelah semua harta kekayaan jatuh ke tangan Anaknya. Namun, seketika berubah menjadi sinis mengingat Khadija gadis kampung yang menjadi menantunya.
"Kamu tenang saja, aku tidak akan menyentuhmu, jadi jangan takut," ucap Hafiz berdiri menghadap balkon kamarnya.
Khadija duduk di sofa dengan penuh kegusaran di hatinya.
"Maaf, Mas Dokter apa saya bisa kembali pulang ke kosan?" tanya Khadija sambil menunduk sambil menautkan jari-jarinya mengahalau kegugupanya.
Hafiz membalik badan menghampiri Khadija, kemudian duduk bersebrangan dengan gadis yang baru saja sah menjadi istrinya itu.
"Bertahanlah sampai Satu tahun, karena ada orang kepercayaan dari Alm. Kakek yang akan mengawasi pernikahan kita ini,"
"Hah~..." Khadija sekali lagi di buat terkejut.
"Dan satu lagi, kita rahasiakan pernikahan kita ini dari siapapun."
"Termasuk Mas Aslan, dr. Dio dan Leni?" tanya Khadija memperjelas.
"Semuanya,"
"Aku tidak akan pernah mengekang ataupun mencampuri urusan mu. Jadi kamu juga tidak perlu melakukan kewajiban kamu sebagai seorang Istri. Jika ada yg perlu di tanyakan, tanyalah,"
"Terus aku tinggal dimana Mas?"
"Ya disini, dirumah ini bersama keluarga saya."
Ada ketakutan di hati Khadija ketika mengingat ucapan sang Ayah mertua. Namun, ia tidak berani bercerita kepada Hafiz, karena tidaklah mungkin Hafiz akan membelanya. Khadija sadar diri akan statusnya yang hanyalah istri yang di dasari atas kesepakatan bukan di dasari rasa cinta.
"Setelah ini bersiap-siaplah, kita akan pergi ke Rumah Sakit," titah Hafiz. Khadija mengangguk patuh, kemudian beranjak pergi ke kamar tamu untuk berganti pakaian. Karena pakaianya masih tertinggal di kamar yang ia tempati semalam.
.
.
.
.
.
.
*Bersambung...
Jangan lupa Like dan Komenya ya*...
Penampilan Khadija saat pertama kali di ajak bertemu dengan kedua orang tua Hafiz.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Yani
Semoga Dijah bisa melawan niat ayahnya Hapis
2022-12-29
0
Uswatun Khasanah
nyesekkk bgtttt. nikah sirih LG. ngeri bgt. gini
amat km hafidz. GA nikah sah aja. d paksakan terburu2 LG. binggun khadijah terpaksa LG hutang ayah y
2020-08-25
1
Siti Aqilla
tetep cantik kok khadija
2020-07-18
2