Pak Karsa limbung, badannya jatuh tersungkur kelantai yang terbuat dari semen. Lalu dia kembali duduk dengan menundukkan kepala.
"Ha...ha...ha..., kabeh wes ora biso dirubah. ( semua sudah tidak bisa dirubah)." ucap Pak Karsa di sela-sela tawanya yang terkekeh.
"Opo maksudmu, Karsa ? ( apa maksudmu, Karsa ? )" tanya Bu Yasmin semakin geram.
"Tono anakmu tetep bakal dadi mantuku, lan kabeh sing mbok duweki bakal dadi duweke Tuti anakku, ha...ha...ha... ( Tono anakmu bakal tetap menjadi menantuku, dan semua yang kamu miliki bakal jadi milik Tuti anakku, ha...ha...ha... )." Pak Karsa tertawa terbahak-bahak merasa menang. Dia meyakini kalau semua harta Bu Yasmin akan jatuh ke tangan anaknya.
"Dasar manusia serakah !" ucap Bu Yasmin geram. Indra mendekat ke arah Pak Karsa yang terduduk.
"Mari Pak, kita bawa Pak Karsa ke kantor kelurahan." ajak Indra pada Pak RT.
"Baik Nak Indra."jawab Pak RT sambil memapah tubuh renta Pak Karsa.
"Minggir koe podo. Ojo wani-wani koe marang aku.( minggir kalian semua. Jangan berani-beraninya kalian sama saya)." Pak Karsa memberontak tak mau dibawa ke kantor kelurahan. Namun Pak RT, Indra dan Eko tetap memaksa Pak Karsa ikut ke kantor untuk dimintai keterangan.
"Apa gak sebaiknya kita bawa langsung ke kantor polisi Nak Indra?" tanya Bu Yasmin.
"Gak bisa Bu, kita harus kumpulkan dulu bukti-bukti yang akurat dan juga pengakuan dari Pak Karsa sendiri." jawab Indra disertai anggukan setuju oleh yang lainnya.
"Mari Pak ikut kami." ajak Pak RT sopan. Namun Pak Karsa tetap saja memberontak menolak untuk ikut. Dengan terpaksa ketiganya sedikit menyeret Pak Karsa untuk mengikuti mereka.
"Aneh, ngopo anake blas ora teko nggoleki Bapake nang kene. ( aneh, kenapa anaknya sama sekali tidak mencari Bapaknya disini )." gumam Bu Yasmin.
"Benar Bu, kenapa anak Pak Karsa malah tidak menunjukan batang hidungnya sama sekali saat kejadian tadi ya." Eko ikut penasaran dengan sikap anak Pak Karsa yang seperti tak tahu menahu soal kejadian yang menimpa orang tuanya.
"Apa Tuti tidak tahu kalau ayahnya kita bawa seperti ini?" tanya Indra tak kalah penasaran.
"Ora mungkin, Tuti mesti ngerti. Umahe nang sandinge Bapakne ngono kok. ( tidak mungkin, Tuti pasti tahu. Rumahnya ada disebelah Bapaknya begitu kok)." jawab Bu Yasmin mantab.
"Apa sebaiknya kita jemput Tuti juga kemari?"tanya Eko memberi saran.
"Raperlu. (tak perlu)." jawab Bu Yasmin ketus.
"Memangnya kenapa Bu? Bukannya anak Pak Karsa perlu tahu kalau Bapaknya kita tahan disini?"tanya Eko penasaran.
"Dia tahu Mas, hanya saja dia tak peduli sama Bapaknya."jawab Bu Yasmin.
Sesampainya di kantor kelurahan Pak Karsa di hadapkan kepada Bapak Kepala Desa untuk memberikan keterangan. Namun tetap saja Pak Karsa enggak mengakui perbuatannya. Disisi lain Pak Usman juga sudah mulai sadar. Beberapa warga juga membawa Pak Usman ke kantor kelurahan untuk mengakui kesalahannya juga.
"Karsa, aku wes ora tahan.(Karsa, aku sudah tidak tahan)." terdengar isak tangis Pak Usman setelah melihat Pak Karsa yang juga berada di Kantor desa.
"Menengo koe Man. Rausah melu-melu urusanku. (diam kamu Man. Jangan ikut campur dengan urusanku)." bentak Pak Karsa ketus.
"Tapi aku wes emoh nutup-nutupi sekabehane, Karsa. Aku wes ora kuat. (Tapi aku sudah tidak mau menutup-nutupi semuanya, Karsa. Aku sudah tidak kuat)." Pak Usman semakin histeris, badannya yang renta bergetar hebat menahan semua emosi.
"Kabeh koe sing nglakoni. Koe sing nglakoni, Man. Udu aku! ( Semua kamu yang melakukan. Kamu yang melakukan, Man. Bukan saya)!" Pak Karsa semakin bersikeras menolak untuk mengakui kesalahan.
"Kabeh koe sing ngekei perintah, Sa. Aku mung nglakoni opo perintah mu! (semua kamu yang memberi perintah, Sa. Saya hanya melakukan apa yang kamu perintahkan!)" Pak Usman tak mau kalah juga.
"Sudah, sudah. Tolong Pak Karsa dan Pak Usman tenang. Mari ceritakan apa yang sebenarnya terjadi." perintah Pak Kepala desa kepada keduanya. Namun sepertinya semuanya percuma, Pak Usman dan Pak Karsa lebih memilih bungkam seribu bahasa.
"Huft, sepertinya ini bakal susah Bapak-bapak. Bagaimana ini, saya tidak bisa memaksa mereka untuk mengaku. Apalagi mereka sudah tua. Tak bisa juga saya memakai cara kekerasan untuk membuat mereka mengaku." ucap Bapak Kepala Desa setelah berulang kali membujuk Pak Karsa dan Pak Usman membuka mulut.
"Kalau begitu mari kita bawa mereka ke kantor polisi. Biarkan polisi yang menangani mereka, Pak." Indra membuka suara.
"Tu... tunggu Nak Indra. Sa ... saya mengaku telah melakukan kesalahan. Sa... saya bersalah pada Yanti." tiba-tiba Pak Usman membuka suara di iringi dengan isaktangis.
"Tapi tolong, jangan biarkan arwah Yanti terus menggangu saya." Pak Usman melanjutkan kata-katanya.
"Apa maksud anda Pak Usman?" tanya Bapak Kepala Desa.
"Rausah macem-macem koe, Man. ( Gak usah macem-macem kamu, Man)." Pak Karsa berteriak dan terlihat tak suka dengan perkataan Pak Usman.
"Sa...saya membunuh Yanti, Pak Kades. Huhuhuhuhu.... " Pak Usman pun tergugu. Semua yang berada di Kantor desa terkejut mendengar pengakuan Pak Usman.
"Benarkah semua yang Bapak katakan?" tanya Pak Kades meyakinkan.
"Usman, menengo koe Man. (Usman, diamlah kamu Man)." teriak Pak Karsa lantang.
"Tolong Pak Karsa anda tenang dulu. Jangan membuat keributan disini." Pak Kades seperti mulai hampir kehabisan kesabaran.
"Bener Pak, saya yang dulu membunuh Yanti. Tapi semua itu atas perintah Pak Karsa." pengakuan Pak Usman seperti ada petir menyambar disiang hari. Mengejutkan semua orang yang mendengar.
"Usmaaaannnn ... " teriak Pak Karsa berapi-api.
"Maaf, Karsa. Tapi aku kudu ngomong sing sak benere. (Maaf, Karsa. Tapi aku harus ngomong yang sebenarnya)." kata Pak Usman masih terisak.
"Lancang koe Usman!" teriak Pak Karsa kembali. Akhirnya mau tak mau Indra membawa Pak Karsa masuk kesebuah ruangan di kantor desa dan menahannya disana. Indra tak ingin sikap Pak Karsa menghalangi Pak Usman untuk menceritakan semua perbuatannya.
"Coba Pak Usman lanjutkan ceritanya, pelan-pelan saja. Seperti apa kejadian yang sebenarnya." bujuk Pak Kepala Desa. Sedangkan Bu Yasmin di jaga oleh Eko supaya tidak melakukan kekerasan pada Pak Usman dan Pak Karsa karena terbawa emosi.
"Baik Pak Kades, saya akan menceritakan semuanya. Tapi saya mohon, tolong jauhkan saya dari arwah Yanti. Saya sudah tidak tahan ditangani Yanti setiap malam. Saya bersalah." ucap Pak Usman memohon.
"Kowe memang pantes koyo ngono, Man. Ora eling biyen mbok pateni Yanti. Wajar nek saiki Yanti ganggu awakmu. (kamu memang pantas seperti itu, Man. Tidak ingatkah dulu Yanti kamu bunuh. Wajar saja kalau sekarang Yanti gantian gangguin kamu)." ucap Bu Yasmin.
"Inggih, Bu. Kulo dhe nebus kesalahane kulo. (Iya, Bu. Saya ingin menebus semua kesalahan saya)." jawab Pak Usman sambil terus menunduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments