Antara percaya atau tidak dengan berita yang didengar, Pak Usman terlihat sangat frustasi mengetahui kabar kematian Pak Karsa.
"Mas,"panggil Pak Usman lirih pada Eko dan Indra. Indra yang masih emosi memilih untuk tetap diam tak bergeming dari tempatnya berdiri.
"Ada yang bisa dibantu, Pak?"tanya Eko menghampiri.
"Tolong dengarkan cerita saya."jawab Pak Usman lemah. Eko menarik sebuah bangku mendekat kearah Pak Usman.
"Huu...huuu...huuu...hiks..." Pak Usman menangis tergugu. Wajahnya yang renta semakin terlihat keriput. Tulang pipinya terlihat sangat menonjol, menunjukan wajah kurus Pak Usman sekarang. Baru beberapa hari tergolek sakit, tubuh Pak Usman seperti digerogoti penyakit menahun. Tak seperti awal saat pertama keduanya bertemu, Pak Usman masih terlihat lebih berisi dan segar.
"Karsa sama saya dulu memang sangat dekat. Ia menjadi orang kepercayaan Bu Yasmin dan suaminya. Bahkan sampai suami Bu Yasmin meninggal, Pak Karsa masih setia mendampingi keluarga Bu Yasmin." cerita Pak Usman lirih.
"Lalu, bagaimana bisa kalian berdua khilaf melakukan perbuatan keji seperti itu?" tanya Indra menyahut.
"Pak Karsa ingin menguasai kekayaan Bu Yasmin." jawab Pak Usman tegas.
"Maksudnya?" tanya Eko penasaran.
"Pak Karsa memakai guna-guna untuk mengambil hati Tono keponakan Bu Yasmin. Tono sudah diangkat menjadi anak oleh Bu Yasmin. Makanya Pak Karsa memaksa Tono untuk menikah dengan Tuti putrinya dan menguasai hartanya." ucap Pak Usman membuat keduanya terkejut.
"Apa Bapak yakin dengan ucapan Bapak sekarang ?" tanya Eko.
"Ya." jawab Pak Usman singkat.
"Tapi sekarang Pak Karsa mati dengan cara tak wajar." ucap Eko.
"Maksudnya?" tanya Pak Usman tak mengerti.
"Ya itu, Pak Karsa mati dengan mencekik lehernya sendiri. Bahkan sebelum Ia menemui ajalnya, Pak Karsa terlihat seperti kerasukan." cerita Eko. Indra yang belum tau pasti cerita sebenarnya ikut mendengarkan dengan seksama.
Ceklek... pintu kamar Pak Usman terbuka dari luar.
"Pak Kades," panggil Indra sambil beranjak dari tempat duduknya setelah melihat Pak Kades yang baru saja membuka pintu kamar rawat. Pak Kades mendekat pada Eko dan terlihat sedang membisikkan sesuatu. Dahi Eko terlihat mengkerut, seperti mendengar sesuatu yang tidak mengenakkan.
"Kamu tunggu sini, aku mau ikut Pak Kades sebentar." ucap Eko pada Indra setengah berbisik.
"Ada apa?" tanya Indra penasaran.
"Nanti saja aku jelaskan." jawab Eko singkat sambil menepuk pundak Indra.
"Kita harus bagaimana, Pak?" tanya Eko pada Pak Kades setiba di depan ruangan jenazah Pak Karsa dimasukkan.
"Tadi pas saya tanya ke salah satu perawat, katanya dokter yang akan mengotopsi jenazah Pak Karsa belum bisa datang karena ada keperluan pembedahan di RS lain. Nanti malam bari datang kemari." ucap Pak Kades pada Indra.
"Lalu maksud Bapak, suster dan dokter yang tadi masuk keruangan itu ?" ucapan Eko terhenti.
"Maka dari itu saya menemui kamu, Mas Eko." jawab Pak Kades setengah berbisik.
"Apa dari tadi mereka belum keluar ruangan sama sekali?" tanya Eko penasaran. Pak Kades menggelengkan kepala.
"Suster, bisa saya minta tolong?" tanya Eko pada seorang suster yang ruangannya tak begitu jauh dari ruang mayat.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya suster itu ramah. Eko tertegun melihat suster tersebut. Bahkan saking terkejutnya ia sampai tak berkata-kata lagi.
"Mas, ada yang bisa saya bantu?" tanya suster itu kembali membuyarkan lamunan Eko. Eko yang nampak gugup langsung pergi tanpa menjawab pertanyaan perawat tersebut.
"Pak, coba kita lihat kedalam."ajak Eko pada Pak Kades. Keduanya pun menyelinap masuk keruang dimana tubuh Pak Karsa dibawa masuk. Betapa terkejutnya mereka mendapati ruangan tersebut tak ada seorangpun yang terlihat. Padahal sebelumnya ada dokter dan beberapa perawat masuk membawa tubuh Pak Karsa dan mendorong mereka keluar dari ruangan tersebut.
"Jenazah Pak Karsa."ucap Pak Kades sambil menghampiri sebuah ranjang yang diatasnya terdapat sosok seseorang ditutupi kain putih panjang.
"Astaghfirullah." Pak Kades terperanjat melihat pelepah pisang yang cukup besar dan panjang terbaring disana.
"Dimana tubuh Pak Karsa?"gumam Pak Kades kebingungan.
"Bagaimana ini, Pak?" tanya Eko merasakan hal yang sama.
"Panggil siapa saja kesini." perintah Pak Kades. Eko segera berlari keluar menuju ruangan dimana suster tadi berada.
"Suster, mari ikut saya. Ada sesuatu yang terjadi." ucap Eko pada seorang perawat yang baru saja akan keluar ruangan. Perawat itu mengikutinya dari belakang.
"Lihat sus, dimana tubuh Pak Karsa? Mengapa sekarang jadi seperti ini?" tanya Eko pada suster setibanya di dalam kamar mayat. Terlihat dari raut wajahnya, suster itu juga terlihat kebingungan melihat pelepah pohon pisang sebesar tubuh manusia tergolek di ranjang. Segera ia berlari keluar dan entah menghubungi siapa. Beberapa petugas Rumah sakit berdatangan. Entah untuk apa, mungkin untuk melihat kejadian aneh tersebut. Beberapa yang lainnya berusaha melacak CCTV di rumah sakit tersebut. Namun sepertinya usaha mereka sia-sia. Tak ada kejadian mencurigakan terjadi, bahkan saat Dokter dan para perawat yang sebelumnya membawa tubuh Pak Karsa masuk ke kamar mayat tak masuk dalam rekaman cctv tersebut. Yang terlihat disana hanya layar gelap.
"Apa?" tanya Indra pada Eko setibanya kembali ke ruang Pak Usman dirawat.
"Tubuh Pak Karsa menghilang dan berubah menjadi pelepah pisang." jawab Eko kusut.
"Hah?"Indra seolah tak percaya. Ia terus saja mengekor Eko berharap mendapat informasi lebih mengenai kejadian tersebut.
"Tumbal, Mas."tiba-tiba Pak Usman angkat bicara.
"Apa, Pak?" tanya Eko untuk memperjelas.
"Saya yakin tubuh Pak Karsa dibawa oleh sesembahannya untuk dijadikan tumbal." ucap Pak Usman seperti yakin betul mengetahui semuanya.
"Tumbal bagaimana?" tanya Indra tak kalah penasaran.
"Saya sudah terangkan tadi, kalau Pak Karsa menggunakan jasa dukun untuk mengguna-guna keluarga Bu Yasmin dan ingin menguasai kekayaannya." jawab Pak Usman lirih.
"Terus apa maksudnya Pak Karsa dijadikan tumbal? Bukannya seharusnya dia menyediakan tumbal kalau memang seperti itu?" tanya Indra makin penasaran.
"Itu karena Pak Karsa belum sempat memberikan persembahan pada sesembahannya dan lebih dulu berurusan dengan kalian." jawab Pak Usman.
"Bagaimana Bapak bisa menceritakan semua itu? Apa Bapak pernah melihat Pak Karsa menyediakan tumbal untuk sesembahannya?" tanya Eko.
"Karena dulu saya yang mengantar Pak Karsa mencari guru untuknya."terlihat wajah Pak Usman menyesal.
"Lantas akan kita apakan pelepah pisang tersebut nantinya?" tanya Indra pada Eko.
"Pak Kades sedang membawa pelepah itu untuk dibawa ke desa. Katanya ingin bertanya pada pak Ustad mengenai ini." jawab Eko.
"Mas, saya takut."tiba-tiba Pak Usman berkata seperti itu.
"Takut? Takut apa, Pak?" tanya Indra sinis.
"Saya takut mati seperti Pak Karsa. Saya ingin menebus dosa saya sama Yanti." ucapnya sambil sesenggukan menahan tangis.
"Kalau begitu, lebih baik bapak ceritakan semua itu pada polisi nantinya."jawab Indra emosi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments