Di tengah rasa kecewaku yang entah berharap apa, tiba-tiba seseorang menyelimuti tubuhku dengan selimut tebal dari belakang, dan itu adalah Miko.
Aku menoleh seketika.
"Mas," panggilku lirih.
"Pakailah. Kamu bisa masuk angin nanti," ucapnya sambil menautkan ujung selimut di depan dadaku, agar menutupi tubuh ini seluruhnya.
"Sudah malam. Ayo tidur," ajaknya yang kemudian berbalik dan meninggalkanku.
Aku merasa tak berguna. Aku merasa tak diinginkan. Entah kenapa aku merasa harga diriku sebagai seorang perempuan begitu terluka.
"Mas!" panggilku.
Miko menoleh dan saat itu juga, aku menjatuhkan selimut yang menutup tubuhku.
Entah keberanian dari mana, aku maju melangkah mendekati suamiku.
"Mau sampai kapan kamu mendiamiku, Mas? Kita sudah menikah selama sebulan, tapi sekalipun kamu belum pernah menyentuhku. Apa aku sehina itu buatmu, Mas? Kamu sadar nggak sih kalau kamu sudah menzalimi istrimu!" pekikku di tengah deraian air mata.
Hilang sudah riasan cantik yang sempat kupoleskan di wajahku, karena tersapu oleh luluhan bening dari mataku.
Miko menatapku dengan tatapan sendu, seolah dia pun tengah merasakan kesedihan. Perlahan, tangannya meraih kedua pipiku.
"Kamu sangat berharga buatku, Sar. Aku tak sampai hati jika harus merusakmu. Kalau aku menyentuhmu, aku tak kuasa menahan diri untuk meminta lebih. Kau akan terikat selamanya padaku," ucapnya yang terdengar bergetar.
"Aku minta sama kamu, Mas. Tolong lakukanlah tugasmu sebagai seorang suami," ucapku dengan tatapan tajam.
Perlahan, ia mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan mendaratkan bibirnya di bibirku. Itu adalah ciuman pertamaku yang kuberikan untuk suami tercinta.
Malam itu, Miko benar-benar memenuhi permintaanku, untuk menunaikan tugasnya. Dengan sangat hati-hati dan penuh kelembutan, ia telah menjadikanku wanita seutuhnya, dan menguasai diriku sepenuhnya.
Merobek selaput perawan yang selama ini ku jaga hanya untuk imamku, dan kini telah kuserahkan kepadanya.
Ini adalah malam yang sangat indah, yang baru pertama kali kulewati.
Kami pun tertidur dalam balutan selimut, setelah bergulat semalaman dan akhirnya kelelahan. Walaupun rasanya nyeri, tapi aku sangat menikmati momen ini.
Setelah malam itu, hampir setiap malam, Miko tak pernah absen memberiku nafkah batin. Bahkan, tak jarang aku meminta lagi dan lagi. Seperti tak tahu malu memang, tapi aku tak bisa bohong jika aku selalu menginginkannya.
Kini, suda tiga bulan kami menikah. Pagi ini, aku ada acara kumpul bareng dengan ketiga teman gesrekku.
Tapi rasanya, aku sedang tak enak badan. Sejak bangun tadi, aku merasa pusing dan perutku sedikit mual. Bahkan, saat masak sarapan tadi pun, aku menghindari bawang putih karena tak tahan dengan baunya.
"Jadi ikut kumpulkan, Sar?" chat dari Tari.
"Nggak tahu, Tar. Aku lagi kurang enak badan nih kayaknya. Dari tadi pagi pusing, trus mual gitu," jawabku.
"Udah periksa ke dokter?" tanya Tari lagi.
"Belum. Mungkin cuma masuk angin aja kali ya, Tar? Ntar aku coba minum obat aja," sahutku.
"🤔 kamu bulan ini udah datang bulan belum?" tanya Tari lagi.
"Kenapa emangnya?" tanyaku bingung.
"Cuma nebak aja," jawabnya.
"Nebak apaan?" tanyaku lagi.
"Ya, siapa tahu kamu lagi hamil," jawabnya.
Aku pun seketika mengingat-ingat jadwal haidku. Kuambil kalender yang ada di atas meja.
"Bulan ini belum. Bulan kemarin … belum juga," aku membolak balikkan kalender bulan ini dan bulan lalu.
Ternyata, sudah dua bulan aku belum datang bulan.
"Aku telat dua bulan, Tar," aku kembali berkirim pesan kepada Tari.
"Wah … coba ke apotik beli tespek. Siapa tahu posistif. Cepet!" balas Tari.
Tanpa pikir panjang, aku pun pergi ke apotek di ujung jalan, dan membeli beberapa tespek dengan merek berbeda.
Setelah kembali ke rumah, aku segera ke kamar mandi dan buang air kecil. Kumasukkan sedikit sampel urine ke dalam tabung kecil, dan kucelupkan tespek-tespek itu ke dalam tabung.
Was-was? Sudah pasti. Aku tegang bukan main menunggu hasilnya. Walau hanya butuh waktu beberapa detik saja, namun rasanya sangat lah lama.
Ketika garis pertama mulai tampak, aku semakin menahan napasku, dan ketika garis kedua keluar, aku memekik dengan keras.
"Positif!" seruku.
Aku segera mengabari Tari, dan mengirim gambar tespek bergaris dua itu.
"Tar, aku hamil!" kataku.
"Wah … selamat ya, Sar. Bentar lagi kamu mau jadi ibu. Ya udah, kalau masih ngerasa mual dan pusing, nggak usah ikut dulu aja nggak papa," ucap Tari.
"Makasih ya, Tar," sahutku.
Aku berdebar. Tak sabar rasanya untuk memberitahukan berita bahagia ini kepada Miko.
Sore pun tiba, dan Miko pulang seperti biasa sebelum magrib.
Saat Miko sampai di depan pintu, aku menyambutnya dengan senyum ceria.
"Kamu kenapa, Sar? Kok kayanya seneng banget?" tanya Miko yang seperti biasa selalu lembut kepadaku.
"Mas, aku ada kejutan buatmu!" seruku sambil menyembunyikan sesuatu di belakang punggung.
"Apa?" tanyanya sambil mencubit gemas popiku.
"Tada …," Aku menunjukkan sebuah tespek dengan dua garis kepadanya.
Aku sempat mengira, jika dia akan sangat senang dan langsung memelukku. Namun, aku salah. Miko justru tampak muram dan tak ada raut bahagia sedikit pun di wajahnya.
"Mas, kamu kenapa? Kamu nggak seneng yah bakal punya anak?" tanyaku yang kebingungan dengan eskpresi Miko.
"Ehm … Sar, Sepertinya aku keluapan sesuatu. Aku balik ke kantor dulu yah. Assalamualaikum," ucapnya yang kemudian berlalu pergi dari hadapanku.
Di saat aku baru saja merasakan bahagia atas kehadiran janin di dalam perutku, kini justru sikap Miko membuat aku sedih dan kecewa.
Sejak hari itu, Miko selalu saja menghindariku, dan pulang larut malam dengan alasan lembur. Bahkan akhir-akhir ini, dia sering tidak pulang dengan alasan dinas ke luar kota.
Aku kesepian di tengah kondisiku yang tengah hamil muda, dan sangat membutuhkan kehadiran serta dukungan dari seorang suami.
Hari bergulir, dan kini berganti bulan. Sudah sebulan sejak kabar kehamilanku yang membuat Miko menjauh. Usia janin di perutku kini sudah masuk dua belas minggu. Morning sickness pun masih sering kurasakan.
Suatu hari, aku tengah duduk di ruang tengah sambil menonton acara TV, ketika tiba-tiba ada sebuah suara ketukan dari pintu depan.
"Sebentar!" teriakku sambil berdiri dan berjalan menuju pintu.
Aku membukanya, dan tampak seorang wanita cantik dengan dandanan modis, tengah berdiri di depan pintu rumahku.
"Maaf, cari siapa yah" tanyaku.
"Apa benar ini rumahnya Sarah?" tanyanya dengan nada ketus.
"Iya benar. Saya sendiri. Ada apa ya?" tanyaku heran.
"Perkenalkan, aku Lidia. Istri pertama Miko, suami kamu," ucapnya.
Bagai disambar petir di siang hari, tiba-tiba saja aku mendapat kabar semengejutkan itu. Telingaku tiba-tiba berdengung, dan dunia serasa berputar.
Aku berpegangan pada pintu, agar tidak sampai terjatuh. Aku sudah tak mampu mendengar perkataan yang diucapkan oleh perempuan itu lagi, karena semuanya tiba-tiba hening.
Pandanganku kabur, seiring dengan suara pria yang sangat aku cintai serasa mendekat ke arahku.
Aku tak sadarkan diri, dan entah apa yang terjadi lagi setelah itu.
SARAH AMALIA POV END
.
.
.
.
Jika kamu suka, silakan like dan komen di bawah ya😊🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Sulati Cus
emang pas nikah g liat / nanya status calon suami ketika nyerahin berkas syarat nikah apa krn cinta terus jd ceroboh dan teledor
2022-05-20
1
💦 maknyak thegech 💦✔️
awak penasaran kok bisa Sarah dinikahi sama bang Miko yg statusnya suami orang Thor 🙄
2022-01-04
1
Bunda Alza
kasian si Sarah
2022-01-03
0