Berbagi Cinta : Ternyata Aku Seorang Pelakor
SARAH AMALIA POV
Pernikahan adalah sebuah hal yang sangat diimpikan oleh setiap insan manusia. Sebuah momen indah, di mana dua insan yang saling cinta mencintai, diikat dengan dua buah kalimat bernama ijab qobul.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau, saudara Miko Santanu Aji, dengan saudari Sarah Amalia binti Riswan, dengan mas kawin perhiasan emas dua puluh lima gram dan uang sebesar dua juta rupiah, dibayar tunai!" ijab dari Pak penghulu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Sarah Amalia binti Riswan, dengan mas kawin tersebut, tunai!" qobul yang diucapkan oleh pria yang kucintai, Miko.
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya Pak penghulu kepada seluruh hadirin yang ada di masjid, yang menyaksikan prosesi sakral kami.
"Sah!"
Riuh semua orang mengucapkan kata sah, sebagai tanda bahwa pernikahan kami telah diakui secara agama dan juga hukum.
Kini, aku telah resmi menjadi istri dari Miko, cinta pertamaku yang pernah pupus di waktu dulu.
Bahagia? sudah tentu aku sangat bahagia saat itu. Bagaimana tidak? Meski sangat sederhana dan hanya dihadiri orang-orang terdekat saja, aku akhirnya bisa menikah dengan seseorang yang sangat aku cintai, bahkan kami sempat berpisah sekian lama. Namun akhirnya dipertemukan kembali tanpa sengaja. Apakah ini bukan takdir namanya? Pasti kami memang ditakdirkan untuk bersama.
Hari-hari pengantin baru, kami lewati seperti pasangan-pasangan lainnya. Namun, entah kenapa hingga sebulan usia pernikahan kami, Miko sama sekali tak mau menyentuh ku.
Dia sangat baik padaku, dan selalu bertutur lembut dan sangat sopan. Ia pun bukan tipe suami pelit, yang perhitungan soal uang. Namun, untuk memberiku nafkah batin, sepertinya dia sangat enggan.
Pernah suatu ketika aku bertemu dengan teman-temanku. Kami memang biasa berkumpul sebulan sekali, untuk sekedar sharing dan temu kangen. Mereka saling bercerita tentang kehidupan pernikahan mereka masing-masing.
"Eh … tau nggak? Suamiku itu seterong banget lho. Aku aja nyampe kewalahan," ucap salah satunya.
"Alaaaah … kewalahan apa ketagihan?" sindir yang lainnya.
"Dua-duanya, hahahha …," semua tertawa lepas, kecuali aku yang hanya bisa tersenyum kaku.
Statusku memang sudah menikah, namun untuk hal-hal semacam itu, aku tak ubahnya seperti gadis perawan yang tak tahu apa pun.
"Eh, Sar. Pengantin baru ko ngelamun aja sih? Lagi inget yang semalem yah, hahaha …," ucap Murni, temanku yang paling mesum.
"Eh … nggak kok!" elakku sembari menggelengkan kepala.
"Alah … penganten baru paling lagi anget-angetnya nih. Tiap malem pasti tempur terus. Ngaku deh," cecar Tari, temanku yang anaknya paling banyak, dan kini tengah hamil anak ke empat.
"Nggak kok! Beneran!" elakku.
"Isshhh! Biasaan pengantin baru suka malu-malu," sindir Susan, temanku yang menjadi wanita karir dan sekaligus ibu rumah tangga.
Dulu aku dan dia bekerja di tempat yang sama. Namun setelah menikah, aku memutuskan untuk berhenti kerja dan fokus menjadi istri yang anteng di rumah.
"Tapi aku nggak bohong. Beneran deh," sahutku.
Mereka lalu berhenti tertawa, dan menetap tajam ke arahku.
"Tunggu dulu! Sar, jujur yah. Kamu udah nggak perawan dong pasti?" tanya Murni.
Aku terdiam tak bisa menjawab pertanyaan temanku itu. Antara malu dan tak enak, jika mereka bergosip tidak baik tentang suamiku nanti.
"Sar, kamu ada madalah? Miko nggak cinta sama kamu? Cerita sama kita," cecar Tari, yang terlihat khawatir denganku.
"Nggak kok. Miko cinta sama aku. Dia juga baik banget. Dia selalu lembut dan sopan sama aku. Tapi …," kalimatku menggantung.
Aku ragu. Apa aku harus menceritakan urusan ranjang kepada mereka? bukankah itu aib?
"Sar? Miko normalkan?" tanya Susan menyelidik, dengan suara yang terdengar sangat hati-hati.
"Aku nggak tau," sahutku lirih, sembari menunduk.
"Ya ampun, Sar. Kamu belum pernah disentuh sama suamimu? Ini udah sebulan lho kamu nikah sama dia. Wah … nggak boleh dibiari ini. Kamu harus cari tau dia normal atau nggak. Takutnya, kamu cuma jadi tameng dia aja, supaya dia nggak ketahuan nggak normalnya," cerocos Murni, yang setiap bicara tak pernah difilter.
"Hus, Mur. Sing alon (yang pelan)!" tegur Tari yang memang lebih dewasa pemikirannya diantar kami berempat.
Mereka terdiam, dengan aku yang terus menunduk. Aku malu pada teman-temanku, terlebih takut akan apa yang mereka katakan barusan.
"Sar, coba deh kamu ngomong baik-baik sama suamimu. Kenapa dia sampe sekarang nggak mau nyentuh kamu? Pasti ada alasannya kenapa dia kaya gitu ke kamu," ucap Tari yang merangkul pundakku dan mencoba menenangkanku.
"Atau gini deh! Kamu coba beli pakean yang seksi. Seksiiiiiiii banget. Terus, kamu pake pas mau tidur. Nah, dari situ kamu bisa lihat gimana reaksi suamimu. Kalo B aja, berarti dia nggak normal. Tapi, kalau dia gugup atau belingsatan, berarti dia masih normal. Nah … baru setelah itu kamu minta penjelasan sama dia," saran Murni yang selalu tak jauh dari urusan mesum.
"Mur … Mur! Otakmu itu kayanya kudu di laundry deh. Ngeres banget, hahahaha …," ucap Susan yang akhirnya membuat mereka semua tertawa, dan aku pun ikut tertawa kecil mengikuti mereka.
Mungkin Murni benar. Selama ini, aku memang kurang agresif saat berdua dengan suamiku. Bisa saja kan kalau dia malu, dan tak berani menyentuhku karena takut aku menolak ajakannya.
Akhirnya, kuikuti saran dari si mesum Murni. Hari berikutnya, aku ijin kepada Miko untuk pergi ke mall.
Rencananya, aku mau membeli sebuah baju seksi, tapi saat sampai di sana, aku malah kebingungan. Baju seperti apa yang katanya seksi itu.
Masa iya aku harus tanya ke mbak-mbak SPG-nya, kalau mau beli baju yang seksi? Kan malu.
Aku pun menelepon Murni, yang sudah pasti sangat tahu untuk urusan seperti ini. Kuraih ponsel di tasku, dan mencari nomor kontak si mesum itu.
Setelah ketemu, kutekan nomornya, dan langsung tersambung.
"Halo, Sar! Kenapa?" tanyanya.
"Ehm … Mur. Aku lagi di mall nih. Bisa ke sini nggak?" tanyaku.
Ya, barang kali saja dia bisa membantuku yang awam soal urusan ranjang ini.
"Urgent banget yah?" tanya Murni.
Aku sekilas mendengar tangis anak kecil dari seberang sana. Sepertinya dia sedang kerepotan mengurusi anaknya. Aku jadi merasa tidak enak.
"Ehm … nggak urgent banget sih. Aku cuma mau minta bantuan buat beli baju yang kemarin kamu bilang itu. Aku nggak tau yang kaya apa," tuturku.
"Baju yang kemaren?" ucapnya.
Namun, dia kemudian terdiam seperti tengah berpikir.
"Oh … itu. Kamu bilang aja sama mbak-mbak SPG-nya, kalo lagi nyari lingery," sahutnya sambil menenangkan anaknya.
"Apa tadi? Li … li apa?" tanyaku bingung.
Itu terdengar sangat asing buatku.
"Li … nge … ry!" jawabnya yang dieja.
"Oh … oke, deh. Thanks yah," ucapku.
Sambungan pun berakhir. Aku dengan ragu-ragu berjalan menghampiri mbak-mbak SPG, yang tengah berdiri di salah satu stand pakaian.
Aku bisa tahu dengan jelas, jika itu adalah stand pakaian dalam wanita. Banyak sekali model dan jenisnya. Sangat lucu, tapi aku mendadak malu ketika membayangkan tengah memakainya.
.
.
.
.
Jika kamu suka, silakan like dan komen😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
otw di mari mbak Author
2024-10-15
0
Nur Ahmadsaefudin
ws tag like karo favorit ki novelmu yg lain.. mugo2 apek ceritane... nk ra apek tag tinggal lungo.. 😁😁
2022-03-13
1
Aulia Nia
aq hadir thor
2022-01-06
1