Pementasan dan kejadian setelahnya (2)

Pangeran Kudra pun kaget, ia ikut berdiri berhadapan dengan pangeran Indra, "Justru kau yang sedang melempar fitnah. Aku tak pernah merayu Diajeng Salma, aku bahkan tak pernah bertemu dengannya sebulan ini."

"Cih!" Pangeran Indra meludah, "Siapa yang akan percaya omong kosongmu? Kau bahkan tak bisa membuktikan ucapanmu."

"Cukup!" Raja Jayakarta menggebrak meja, "Duduk! Pangeran Indra, apakah Diajeng Salma yang menceritakan hal itu padamu?"

"Bukan, Ayahanda. Tabib Loka yang mengatakannya padaku setelah ia memergoki mereka berdua." Pangeran Kudra menoleh kaget lalu tampak berpikir.

"Apakah kau sudah menanyakan hal ini langsung pada istrimu?"

Pangeran Indra menunduk sesaat lalu menghela nafas, "Sebenarnya Ayahanda, aku sama sekali belum bertanya padanya karena mendengar hal itu aku langsung marah dan mulai menyerang Kudra."

"Tunggu Ayahanda, sepertinya ada yang tidak beres. Sebenarnya yang memberitahuku tentang terbunuhnya prajurit dan kudaku juga tabib Loka. Apa jangan-jangan dia mengadu domba kita?" sela Pangeran Kudra

Raja Jayakarta dan pangeran Indra nampak kaget, "Kalau benar begitu kejadiannya maka bisa saja dia benar-benar mengadu domba kalian."

"Tapi untuk apa?" tanya pangeran Indra.

Saat mereka sibuk berpikir, tiba-tiba seorang prajurit yang ditugaskan menjaga perbatasan datang menghadap, "Lapor Paduka, ini situasi gawat. Perbatasan kita tengah diserang oleh pasukan dari kerajaan Bunaya. Mereka datang dengan membawa 10 ribu pasukan dan tabib Loka tampak berada di sebelah Raja Gari."

Ketiga orang dalam tenda tersebut tentu sangat kaget. Raja Jayakarta berdiri sambil membenarkan letak sarung pedangnya, "Jadi inilah maksud tabib Loka mengadu domba kalian, ternyata dia adalah mata-mata yang dikirim kerajaan Bunaya. Indra dan Kudra, bawalah pasukan kalian untuk menghentikan pasukan mereka. Sedangkan aku akan kembali untuk melindungi Ibunda kalian."

Pangeran Indra dan Kudra mengangguk hormat, "Laksanakan, Ayahanda."

"Berhati-hatilah, Kerajaan Bunaya memiliki banyak petarung tangguh."

Pangeran Indra dan Kudra pun maju ke perbatasan untuk mencegah pasukan Bunaya masuk ke wilayah kerajaan. Pertarungan pun tak dapat dielakkan. Namun, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak mereka berdua kalah telak karena jumlah pasukan yang sangat sedikit. Mereka berduapun meregang nyawa di tempat pertarungan.

Pasukan Bunaya mulai menyerang istana dan menyandera wanita serta anak-anak. Di waktu itu, raja dan permaisuri sedang diamankan di ruangan mereka dan dijaga dengan ketat.

"Kanda, bagaimana ini?"

"Tenanglah, Dinda. Aku di sini bersamamu. Kita akan menghadapi semua ini bersama-sama."

Tak lama kemudian, pasukan Bunaya berhasil melumpuhkan ratusan prajurit di depan ruangan raja. Raja Gari maju dan menendang pintu hingga terbuka lebar. Terlihat raja dan permaisuri yang sedang duduk di kursi dengan raut wajah cemas. Mendengar pintu terbuka merekapun terlonjak berdiri. Raja Jayakarta langsung melindungi permaisurinya dengan pedang terhunus.

"Wah, sungguh egois sekali raja negeri ini. Di saat rakyatnya bertarung mati-matian, dia malah di sini bermesraan dengan istrinya," ejek Raja Gari.

"Hentikan ocehanmu, Gari. Mari kita selesaikan ini."

Pertarungan kedua raja itupun tak bisa dihindari. Melihat sekilas, nampaknya kekuatan raja Jayakarta berada di atas raja Gari, namun raja Gari adalah orang yang licik. Di saat bertarung tiba-tiba ia memercikkan sejumput pasir yang telah dikantonginya sejak tadi.

Raja Jayakarta mengaduh dan memegang matanya, saat itulah raja Gari berniat menusuk jantung raja Jayakarta. Permaisuri yang melihat hal itu langsung berlari dan melindungi suaminya hingga punggungnya terkena tusukan yang menembus hingga dadanya.

"Ahhh!!" Bruk!

Raja Jayakarta yang bisa melihat lagi sungguh kaget mendapati istrinya ambruk di depannya. Ia langsung berjongkok dan memeluk istrinya.

"Dinda!!"

Darah mengucur deras dan membasahi baju dan tangan sang raja. Raja Jayakarta menangis melihat istrinya sekarat. Permaisuri menyentuh pipi suaminya dan tersenyum lemah.

"Mungkin inilah akhir kisah hidupku. Berakhir dipelukanmu. Aku- selalu ba-hagia bisa menja-di istrimu," ucapnya terbata-bata.

Raja Jayakarta menggelengkan kepalanya, "Kanda adalah orang yang paling bahagia bisa hidup dan mati bersamamu. Dinda, bertahanlah. Jangan tinggalkan Kanda."

Tubuh permaisuri semakin lemah dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Raja Jayakarta yang mengetahui hal itu menangis terisak karena ditinggalkan oleh belahan jiwanya.

"Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Tunggu aku di kehidupan selanjutnya, " gumamnya lirih sambil terisak.

Deg! 'Tunggu! Ini tidak ada dalam naskah. Mungkinkah Andre berimprovisasi?' batinku dengan dada berdebar. Pasalnya saat ini Andre memelukku erat dengan air mata yang terus mengalir. Sungguh akting yang menjiwai sekali. Ck!

Adegan diakhiri dengan kemenangan Raja Gari dan pasukannya, setelah berhasil melumpuhkan Raja Jayakarta. Raja Jayakarta pun meninggal dengan posisi masih memeluk istrinya.

Setelah itu lampu dimatikan dan kami semua berdiri sambil berpegangan tangan menghadap penonton. Saat lampu menyala kembali, kami pun berpamitan. Saat itulah banyak kulihat diantara mereka yang menangis tersedu bahkan sampai bertepuk tangan dengan keras. Itu artinya drama yang kami tampilkan berhasil mengaduk emosi penonton. Yeah!

Saat berada di luar gegap gempita mewarnai kelompok kami. Semuanya puas karena latihan kami sebulan lalu terbayar lunas. Bagi kami, menang atau kalah urusan nanti yang penting tampil maksimal terlebih dahulu.

Tiba-tiba kak Linda menyenggol sikuku, "Nis, tadi si Andre improvisasinya keren, tau gak sih? Berasa menyentuh banget. Aku jadi penasaran tadi itu sekedar improvisasi atau suara hatinya dia, ya?" godanya sambil mengedipkan mata.

Sontak perhatian teman-teman yang berada di dekatku berubah. Mereka langsung mengerubungiku.

Aku langsung malu mendengar ucapan kak Linda, "Apaan sih, Kak? Tentu saja tadi dia hanya berimprovisasi."

"Eh,tapi ener, Nis. Jangan-jangan tadi Andre beneran nembak kamu di panggung," celetuk Hida semangat.

"Jadi Andre suka sama Nisa?" tanya Sulis.

"Tadinya sih aku ragu, tapi kayaknya sekarang aku yakin. Kalian lihat pandangan Andre saat tampil tadi? Beuhh berasa banget aura cintanya," sahut kak Linda. Yang lain mengangguk setuju.

"Eh, lihat. Itu Andre ke sini!" seru Hida. Sontak kamipun melihat ke belakang dan melihat Andre berjalan kemari.

"Ciyeeeee..."

"Ehem... maaf semua. Boleh pinjam Anisanya sebentar?"

"Oh, boleh kok. Boleh banget malahan. Yang lama juga gak apa-apa," ucap kak Linda sambil mendorongku.

"Ciyeeeee..." Mereka kompak bersiul dan menggoda kami.

Aku hanya tertunduk dan senyum-senyum sendiri. Aku tak bisa berkata apa-apa, hanya mukaku yang terasa hangat. Jantungku pun berdetak kencang dan tangan yang mulai dingin.

Andre mengajakku ke belakang gedung. Ternyata di sana ada taman kecil, mungkin dijadikan mahasiswa sebagai tempat rehat. Tamam ini nampak asri dengan banyaknya pohon dan bunga-bunga. Banyak pula tempat duduk yang berjejer rapi di pinggir-pinggir taman.

Kami duduk di salah satu bangku. Beberapa menit hanya terisi dengan kesunyian. Ya, Andre yang semula bilang akan berbicara padaku nyatanya masih membisu hingga sekarang. Tangan dan kakinya nya terus bergoyang gelisah. Aneh! Sepertinya dia sedang grogi. Aku pun tak berniat membuka pembicaraan karena tak tahu harus berkata apa. Jangankan berbicara, bernafas saja rasanya agak sulit disituasi seperti ini.

Tiba-tiba Andre bangkit dan langsung berjongkok di depanku. Aku yang kaget tak sempat berkata apa-apa. Andre memegang tanganku yang berkeringat dingin dengan tatapan yang... entah.

"Nis, aku tahu ini mendadak dan mungkin di waktu dan tempat yang tidak tepat. Tapi aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Aku mencintaimu, Nis. Sudah sejak lama aku menahan rasa ini. Kamu yang membuatku semangat pergi sekolah, yang membuat tidurku lebih lelap karena selalu bermimpi indah tentangmu, yang selalu membuatku bergairah menjalani hidup. Aku benar-benar mencintaimu, maukah kamu menjadi pacarku?"

Ya Tuhan! Rasanya aku ingin menangis terharu. Tanpa sadar air mataku ternyata bergulir.

"Nis, kok nangis?" tanya Andre kaget.

Aku menggelengkan kepala, "Aku terharu."

"Oh, syukurlah. Kukira karena pernyataanku tadi. Jadi gimana?"

Aku mengeratkan genggaman tanganku, "Iya, aku mau!"

Andre langsung berdiri dengan senyum sumringah, "Benar, Nis? Ya Tuhan, senang banget aku."

Aku hanya tertawa menanggapinya. Tiba-tiba Andre memelukku erat. Aku yang kaget hanya bisa diam tak berkutik. Ini pertama kalinya aku dipeluk laki-laki selain ayahku. Dadanya yang berdebar kencang terasa berdentum ditelingaku.

Andre lalu melepaskan pelukannya dan menatapku canggung, "Maaf, aku refleks karena terlalu senang."

"Ciyeeeee... yang baru jadian."

Ya Tuhan, itu anak-anak. Sial, mereka ternyata mengintip kita dari tadi. Mereka langsung mengerubungi dan menggoda kami berdua. Andre hanya tertawa dan aku tersenyum malu-malu.

"Oke, teman-teman. Hari ini kita ke warung bakso dan yang traktir pasangan baru kita!" teriak kak Linda.

Benar-benar sial!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!