Car Free Day

Hari sudah lewat seminggu dari pembicaraan Andre dengan kakeknya, tapi sampai sekarang dirinya belum bicara dengan Nisa. Andre mendengus kesal, jangankan bicara bahkan Nisa terkesan sekali menghindarinya. Saat dipanggil ke ruangannya pun, Nisa hanya bicara tentang pekerjaan saja, tidak lebih. Pernah sekali dia berusaha bicara hal pribadi, tapi Nisa sudah memotongnya duluan dan kabur keluar.

Andre mengacak rambutnya kesal. Besok adalah waktunya, dan sekarang dirinya masih memikirkan cara agar Nisa mau datang dengannya di acara keluarga besarnya.

"Kakak kenapa?" Seorang gadis cantik nan mungil tiba-tiba muncul dan mengagetkan Andre.

Andre menoleh dan mendapati adik satu-satunya mendatanginya. Dia adalah Meyra Wijaya Kusuma, sang bontot kesayangan keluarga. "Meyra, kapan kamu datang?" tanya Andre gembira, pasalnya dia memang jarang sekali bisa bertemu dengan adiknya semenjak sang adik memutuskan kuliah di luar kota. Tangannya merentang meminta pelukan.

Meyra pun memeluk kakaknya. "Sebenarnya aku pulang kemarin malam, tapi karena aku capek jadi langsung tidur. Aku kangen banget sama Kakak. Kak Andre apa kabarnya?"

"Kakak juga kangen banget sama kamu. Jahat ya kamu, padahal cuma Jakarta-Bandung tapi kamunya sibuk terus sampai jarang pulang. Kakak baik cuma lagi pusing."

Meyra melepaskan pelukannya. "Harusnya Kakak dong yang datang ke Bandung. Kakak pusing kenapa? Apa karena pekerjaan?"

"Bukan. Kakak lagi bingung, besok adalah acara keluarga besar dan kakak ingin mengajak seseorang tapi sampai sekarang belum berhasil bicara dengannya."

"Apa kak Kirana orangnya?"

Andre mengernyitkan dahinya heran. "Bukan, bukan dia. Kenapa kamu bisa kepikiran kalau dia orangnya?"

"Lho bukan, ya? Soalnya mama sempet telpon aku minggu lalu, katanya mama akan mengajak kak Kirana dan mengenalkannya sebagai calon istrinya Kak Andre."

"Apa?" Andre terkejut. "Bahkan kamu pun sampai diberi tahu. Jangan-jangan mama benar-benar serius kali ini."

"Gak cuma aku Kak, Zizi juga tahu. Mama ngasih tahu tante Zahra terus ya gitu tante cerita sama Zizi." Zizi adalah sepupu mereka.

"Ini benar-benar gak bisa dibiarkan. Kalau aku sampai gak bisa bawa Nisa ke acara besok, bisa-bisa aku beneran dinikahkan sama Kirana."

"Jadi namanya Nisa, Kak? Seperti apa orangnya?" tanya Meyra antusias. Maklum ini pertama kalinya setelah beberapa tahun, kakaknya mulai membicarakan wanita lagi.

Andre tersenyum. "Kamu tahu kok orangnya. Dia itu pacar kakak waktu SMA dulu."

"Apa? Jadi Nisa itu mantan kakak? Bukannya kalian udah putus, ya? Kapan kalian ketemu lagi?"

"Tanyanya satu-satu dong." Andre tertawa. "Iya kamu benar, kami memang sudah putus. Kami bertemu lagi di kantor, sekarang kakak adalah atasan dia."

"Wah, ini benar-benar menarik. Cinta lama yang belum kelar. Hahaha. Tapi Kak, kenapa dulu kalian bisa putus?"

Andre mengehela nafas panjang."Panjang ceritanya, Mey. Yang pasti kakak dulu putus untuk melindunginya. Tidak ada sedikitpun keinginan kakak untuk melepasnya saat itu, hanya saja tangan kakak masih belum terlalu kuat untuk menggenggamnya. Apalagi waktu itu kakak harus kuliah jauh, terlalu sulit untuk melindunginya."

"Melindungi dari apa?"

"Belum waktunya kamu tahu, Mey." Andre mengelus rambut adiknya lembut. Dia bahkan berharap adiknya tidak pernah tahu alasan di balik itu semua. "Kamu sudah makan? Kakak rasa ini sudah waktunya kita turun sarapan."

"Belum. Tadinya aku kesini mau memanggil Kakak buat sarapan, tapi malah harus dengerin curhatannya Kak Andre."

"Haha, maaf ya. Ayo, kita turun. Kakak juga lapar banget." Usahanya mengalihkan pembicaraan berhasil. Andre pun menuntun adiknya keluar kamar.

"Gak apa-apa. Aku senang kok, Kak. Besok ajak Kak Nisa beneran ya Kak. Aku pengen banget kenalan sama cewek yang udah bikin Kak Andre gak bisa move on bertahun-tahun," goda Meyra sambil bergelayut manja pada Andre. Andre hanya tertawa menanggapi

.

.

.......

...----------------...

.

.

Keesokan harinya, Nisa dan keluarganya sedang sarapan bersama. Karena ini hari minggu jadi suasana agak sedikit santai. Tidak ada keharusan makan cepat karena dikejar waktu.

"Assalamualaikum." Tiba-tiba Tri mengangetkan semua orang dengan suara cemprengnya.

"Waalaikumsalam. Eh Nak Tri, ayo duduk. Kamu sudah sarapan?" tanya bapak yang langsung disambut Tri sumringah.

"Wah, Bapak pake ditawarin segala. Kalau Kak Tri sepagi ini sudah ada di sini di hari libur kayak gini, ya pasti mau numpang sarapan. Haha," goda Hanafi.

Tri duduk lalu tanpa sungkan langsung mengambil nasi dan lauk. "Kamu memang pengertian sekali, Fi. Bu, maaf ya. Habisnya aku laper banget."

Bagi mereka semua, Tri sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Karena itu ia pun sama sekali tak merasa sungkan sedikitpun. Begitu juga sebaliknya, Nisa juga seperti dianggap anak oleh mamanya Tri. Hubungan keluarga mereka sangat baik sekali.

"Iya, gak apa-apa kok Tri. Makan yang banyak, ya."

"Tumben kamu pagi-pagi kesini?" tanya Nisa.

"Ahu mau ahak kamu ke ca fee de," jawab Tri dengan mulut penuh.

"Ihh ya ampun, Kak Tri. Cantik-cantik kok berantakan kalau makan. Ditelan dulu dong makanannya."

Tri pun segera menelan makanannya dan cengengesan. "Iya maaf. Aku mau ajak kamu ke car free day di kampung sebelah itu lho. Sengaja tadi gak sarapan dulu di rumah biar bisa jajan di sana, eh ternyata di sini lagi sarapan ya udah ikut sarapan dulu. Nanti cari cemilan aja di sana."

"Wah, boleh juga tuh. Aku juga udah lama gak ke sana."

"Aku ikut ya, Kak. Aku mau cari speaker bluetooth, siapa tahu ada di sana."

"Tapi jalan kaki aja, ya. Lumayan biar kita bisa olahraga juga," usul Nisa.

"Wah, kalau jalan kaki sih nyampe sana aku udah lapar lagi, Nis." Semua orang tertawa mendengar keluhan Tri.

"Kalau gitu, kalian cepetan habisin makanannya. Bapak tinggal dulu ya ke depan, mau nyiram tanaman dulu."

Akhirnya setelah selesai sarapan, Nisa dan Hanafi ganti baju dengan training dan kaos. Mereka sepakat untuk jalan kaki menuju lokasi car free day, toh jaraknya tidak jauh dari rumah mereka.

Mereka berjalan dengan bercerita dan melempar candaan. Setelah sampai di lokasi, mereka berpisah. Hanafi berjalan sendiri mencari barang yang diinginkannya, sedangakan Tri dan Nisa berjalan sambil berburu cemilan.

"Gak nyangka ya, rame banget. Dulu waktu kita datang ke sini , suasananya masih sepi, ya. Yang jualan pun cuma sedikit. Sekarang jadi kayak pasar pindah gini."

"Iya wajar dong, Tri. Itu kan dulu waktu kita masih kuliah. Aku sih pernah beberapa kali ke sini sama Hanafi, dan memang sudah mulai banyak yang jualan. Apalagi kalau lagi hari libur besar atau ada event gitu, tambah ramai banget."

"Duduk di sana, yuk. Lumayan bisa ngadem." Tri menunjuk bangku di bawah pohon akasia yang memang sedang kosong.

Mereka pun berjalan cepat ke arah sana, sebelum keduluan sama yang lain. Tapi saat mereka mau duduk, tiba-tiba ada seseorang yang juga mau duduk di bangku tersebut. Nisa saling pandang dengan orang itu dan terkejut. Begitupun sebaliknya.

"Kak Radit."

"Nisa."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!