First Kiss

Nisa berlari di lobi yang sepi. Terang saja jam masuk kantor sudah 10 menit yang lalu. Dia menekan lift dengan tidak sabar sambil celingukan berharap tidak ada atasan yang melihat keterlambatannya.

Ting!

Suara pintu lift yang terbuka langsung disambut Nisa dengan rasa syukur. Dia langsung masuk dan menekan angka 5, tempat divisinya berada. Saat pintu bergerak menutup dari jauh dia melihat Andre yang juga berjalan ke arah lift. Tatapan matanya nyalang melihat dirinya. Nisa menahan nafas ketakutan melihatnya. Tatapan itu terputus ketika lift sudah benar-benar menutup dan mulai bergerak ke atas.

"Aduh, mati aku. Masa baru pertama kali terlambat langsung ketahuan sama Andre. Mana kelihatannya dia marah banget lagi. Aduh, mati aku." Nisa meremas tangannya yang mulai dingin sambil berharap Andre tidak akan marah besar.

"Telat 15 menit, gaji dipotong 15%." Peringatan Aira menyambut Nisa saat ia keluar dari lift. Nisa hanya mendengus kecil tanpa berniat membalas perkataannya.

"Wah, tumben nih Ma. super rajin datangnya telat?" tanya Dody.

"Iya, Pak Andre juga belum datang lho, Nis. Jangan-jangan kalian jodoh lagi." Jenni tertawa.

"Iya nih, Dod. Gara-gara naik ojol jadi telat. Jodoh dari Hongkong, Jen?" Nisa duduk di kursinya lalu segera menghidupkan layar komputernya.

"Beb, maaf ya gak bisa jemput hari ini." Tri menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Iya gak apa-apa. Tapi lain kali, bisa dong kasih kabar dulu kalau gak bisa jemput supaya aku gak nungguin kamu."

"Siap, beres. Nanti aku traktir ya sebagai permintaan maaf."

"Asyik. Yang sering aja Tri kamu gak bisa jemputnya, biar aku bisa makan siang gratis terus. Hehe."

"Yee... itu sih enak di kamu gak enak di dompetku."

Bertepatan dengan itu, Andre datang dengan wajah ditekuk.

"Nisa, ke ruangan saya sekarang!"

"Psstt... kamu bareng ya sama Pak Andre tadi? Kok datangnya hampir barengan gini?" tanya Shasha.

"Gak, cuma tadi ketemu di lobi. Duh, aku takut nih. Jangan-jangan Pak Andre marah karena aku telat datangnya. Wajahnya aja gak enak banget dilihat."

"Iya kamu benar, Nis. Banyak-banyak baca doa aja dan senyum yang manis supaya marahnya cepat luntur," nasihat Jenni.

"Udah, Beb. Cepetan masuk, daripada kamu tambah kena omel gara-gara kelamaan buat dia nunggu."

"Semangat, Nis." Dody mengepalkan tangannya ke udara.

"Emang kamu pikir aku mau perang?" sungut Nisa pada Dody sambil berjalan ke ruangan Andre.

Tok tok tok.

"Masuk!" perintah Andre dari dalam.

Nisa membuka pintu, "Permisi, Pak."

"Duduk, Nis." Andre melepas kacamatanya dan melihat Nisa intens. "Kamu tahu apa kesalahan kamu?"

"Maaf Pak, saya terlambat. Saya janji ini yang pertama dan terakhir kalinya, Pak. Tolong jangan kasih saya surat peringatan."

"Saya tidak terlalu peduli kalau kamu datangnya terlambat atau tidak."

"Lho? Kalau bukan itu, terus salah saya apa Pak?"

Andre mengehela nafas panjang berusaha mengusir gejolak dalam hatinya. "Saya sudah bilang jangan dekat-dekat dengan Radit. Tapi kenapa pagi ini kamu bisa datang sama dia?"

"Pak Andre tahu?" tanya Nisa kaget. "Iya, tadi saya sedang nunggu ojol tapi tiba-tiba Kak Radit lewat dan menawarkan untuk mengantar ke kantor."

"Kak? Kamu memanggil Radit dengan sebutan kakak? Sedangkan aku, kamu panggil bapak?" tanya Andre dengan nada tinggi.

"Kak Radit kan memang lebih tua daripada kita, jadi wajar kalau aku panggil kakak. Kalau kamu kan bosku, masak iya aku panggil sayang?" tanya Nisa sewot.

"Ide bagus. Kenapa tidak kamu realisasikan?"

Nisa melotot, "Kamu sudah gila, ya. Kalau tidak ada hal penting yang perlu dibahas, lebih baik saya permisi dulu."

Andre sontak berdiri begitu melihat Nisa hendak keluar. Dengan sekali sentak dia menarik lengan Nisa hingga membuat wanita itu menubruk dadanya.

"Aw, sakit. Kamu nga-"

Kata-kata Nisa kembali tertelan ketika tanpa permisi Andre menarik tengkuknya dan menciumnya. Laki-laki itu hanya menempelkan bibirnya tanpa melakukan gerakan apapun. Kecupan yang hanya bertahan 5 detik itu nyatanya membuat Nisa terpaku hingga ia tak dapat menggerakkan tubuhnya.

Andre memundurkan kepalanya sedikit dan mengelus bibir cherry dengan gerakan sensual. "Manis," katanya lirih.

Lagi, ia pun secara spontan mencium Nisa. Kali ini dengan *******-******* kecil yang membuat Nisa mabuk kepayang. Tak dapat dipercaya, ciuman pertamanya akan terjadi di ruangan kantor. Dengan sang mantan pula. Inikah rasanya berciuman? Kenapa rasanya begitu memabukkan?

Ciuman yang awalnya lembut, berubah jadi sedikit menuntut. Nisa yang tak tahu apa yang harus dilakukan hanya diam menikmati sampai Andre menggigit bibirnya. Ia mengerang sedikit, yang malah membuat lidah Andre bergerak leluasa memasuki rongga mulutnya.

Nisa mendorong dada Andre ketika ia mulai kehabisan nafas. Mereka berdua tersengal bersama, berusaha sebanyak mungkin meraup oksigen di sekitar mereka. Andre menyatukan kening mereka sambil memejamkan matanya. Hal ini berlangsung hingga beberapa saat.

"Jangan lagi membuatku cemburu, atau aku akan terus menciummu seperti ini hingga kamu lupa caranya untuk berhenti," kata Andre memecah kesunyian. Dia melihat dengan bangga bibir Nisa yang membengkak, dan semua itu karenanya.

Nisa hanya bisa mengangguk tanpa bisa berkata-kata. Dia terlalu syok dengan apa yang barusan dialaminya. Satu pertanyaan terus berputar dikepalanya, kenapa dia sama sekali tidak menolak ketika Andre menciumnya?

"Ini ambillah! Katakan bahwa kamu dipanggil untuk menyelesaikan proposal ini." Andre menyerahkan sebuah map berwarna merah.

Nisa mengangguk lalu cepat-cepat keluar dari ruangan itu. Ditutupnya wajahnya agar tak ada yang melihat betapa malunya dia saat ini. Sampai di mejanya, dia pun langsung bersembunyi di balik layar komputernya.

"Beb, kok kamu lama sih di dalam? Emang beneran dimarahi, ya?" tanya Tri penasaran.

"Emm... apa? Ng-nggak kok, cuma disuruh buat proposal," jawab Nisa kaku, dia masih berusaha menemukan suaranya kembali.

Saat itulah Tri melihat lipstik Nisa yang tampak aneh, "Lipstikmu kenapa? Kok belepotan gitu?"

Nisa kaget dan langsung merogoh tasnya mencari kaca. Benar, lipstiknya tampak belepotan. Kenapa Andre tidak bilang tadi?

"Masak?" Jenni dan Shasha yang penasaran pun berusaha melongok ke dalam kabin Nisa. "Eh, bener lho belepotan. Kayak habis dicipok," kata Jenni sambil tertawa.

Nisa buru-buru mengambil tisu dan mengelap habis sisa lipstik di bibirnya.

"Kalian jangan mulai nyebar gosip deh. Tadi Pak Andre marah gara-gara lihat Lipstikku yang katanya ketebalan, makanya suruh hapus. Karena sungkan minta tisu, akhirnya aku lap pake tangan makanya jadi belepotan gini," terang Nisa mencari alasan.

"Ah, masak? Tapi misalnya kamu dicium sama Pak Andre juga gak apa-apa, Nis. Kan lumayan dapat bonus gede," kata Shasha. Dia dan Jenni melakukan tos sambil tertawa.

Sementara Nisa kelabakan menghadapi godaan rekan-rekannya, Andre nampak bersemangat di ruangannya. Wajahnya tampak sumringah dengan hati berbunga-bunga. Akhirnya setelah sekian tahun, dirinya berhasil mencium gadis itu. Rasanya ciuman tadi mampu membakar semangatnya hingga ia yakin bisa menjalani hari ini dengan lancar.

Andre kemudian diam menerawang, kenapa sepertinya dia sudah merindukan bibir manis gadis itu. Ini gawat! Rasanya ciuman itu sudah menjadi candu baginya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!