"Ma, aku sudah bilang berkali-kali kalau aku tidak suka Kirana."
"Andre sayang, sampai kapan kamu akan terus begini? Ini sudah gadis ke-9 yang mama kenalkan ke kamu tapi selalu kamu tolak. Bilang sama mama, mau cari cewek seperti apa?"
"Ma, sudahlah. Andre mau ke kamar dulu ya, capek banget." Andre pun berdiri tanpa mau menjawab pertanyaan mamanya. Dia tahu akan semakin lama interogasi ini berjalan, karena itu dia ingin menghindar.
"Apa ini karena gadis itu? Mantanmu saat SMA waktu itu, hingga kamu menolak semua gadis yang mama tawarkan?!" tanya Lia dengan intonasi tinggi. Untuk pertama kalinya selama beberapa tahun, ingatan tentang gadis itu mulai menyeruak. Dia takut, sesuatu seakan sedang terjadi tanpa disadarinya.
Andre berhenti sejenak di ujung tangga. Dia masih enggan menjawab, berharap kediamannya membuat mamanya mengerti.
"Kenapa kamu diam? Jadi benar, karena ini semua karena gadis itu? Gadis miskin yang menggunakan seluruh pesonanya untuk menjeratmu?"
"Ma, Nisa bukan orang seperti itu. Dia adalah orang yang tulus."
"Tulus kamu bilang? Betapa naifnya dirimu, Sayang. Dia sudah membodohimu dengan wajah lugunya."
"Ma!" tanpa sadar Andre berteriak.
Lia terkejut. Ini pertama kalinya Andre berteriak kepadanya. Selama ini Andre selalu bersikap lemah lembut dan penurut. Tapi, apa ini? "Dan sekarang kamu sudah berani berteriak di depan mama, hanya karena membela wanita miskin itu?"
Andre mengehela nafas panjang. Pembicaraan ini tak akan menemui ujung jika dia tidak mengalah sekarang. "Maaf Ma. Aku tidak bermaksud berteriak. Aku hanya tidak suka Mama menghina orang yang Mama tidak ketahui sifat aslinya. Mama menyimpulkan sesuatu dari pemikiran Mama sendiri. Itu tidak benar, Ma. Nisa benar-benar wanita yang baik," ucapnya sambil melanjutkan langkahnya menaiki tangga. Dia ingin segera berendam dan melupakan pertengkaran dengan mamanya.
Lia mendengus kesal saat putranya mengacuhkan dirinya. Hatinya pun masih dongkol dengan seorang Nisa yang menurutnya berpengaruh buruk pada putranya. Lihat saja! Padahal sudah bertahun-tahun hubungan itu kandas, tapi Andre masih membela wanita miskin itu.
"Ndre, mama akan tetap membawa Karina minggu depan!" teriak Lia meskipun punggung Andre sudah semakin menjauh.
.
.
.
...----------------...
Sementara itu di tempat berbeda, tampak dua wanita sedang menikmati makanan dan minuman yang tersaji di meja.
"Jadi ceritakan. Apa yang sebenarnya terjadi tadi siang? Kenapa kamu tiba-tiba menjadi pendiam sepulangnya dari ketemu klien?" todong Tri penasaran. Sepulangnya dari kantor, dirinya memang langsung menyeret sahabatnya itu ke cafe langganan mereka karena tidak bisa membendung rasa penasarannya. Sejak pulang dari meeting tadi, entah kenapa Nisa jadi pendiam sekali.
Nisa mengaduk minumannya dalam diam. Dia enggan sekali menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Jujur saja, dia pun sebenarnya bingung dengan perasaannya. Pengakuan Andre tadi siang benar-benar membuatnya dilema dan merasa harus mengkaji ulang perasaannya. Apakah dia senang ketika mendengar Andre cemburu? Entahlah. Apakah perasaannya masih sama seperti dulu? Entahlah.
"Nis, ya elah! Malah diem-diem bae kayak patung. Si manis ini lagi bertanya, dijawab dong." Tri mengerucutkan bibirnya. Sebal.
"Si manis jembatan Ancol maksudnya?" Nisa tertawa kecil. "Sok imut banget. Kalau kamu kayak gitu bukannya imut, tapi malah amit-amit. Haha."
"Jahatnya! Udah, gak usah ngeles ya kamu. Sekarang cerita!"
Nisa kemudian menceritakan apa yang terjadi tadi siang. Tri hanya manggut-manggut mendengarkan. Setelah selesai, mereka berdua pun terdiam dengan pikirannya masing-masing.
"Hmm ... jadi gimana perasaanmu sekarang? Kamu senang Andre bilang cemburu?"
"Itu masalahnya. Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Di satu sisi aku senang ketika dia masih mempunyai rasa cemburu untukku. Tapi disisi lain aku takut akan kembali tersakiti jika aku membiarkan perasaan senang ini mendominasi."
"Itu artinya Andre masih mencintai kamu, Beb. Tapi emang kalau dilihat-lihat, sepertinya benar. Kadang aku mergoki dia sedang curi-curi pandang sama kamu."
"Benarkah?" tanya Nisa tak percaya.
"Iya. Aku sudah curiga sejak awal, tapi belum ada bukti jadi aku gak ngomong sama kamu. Sekarang coba kamu bayangkan, anaknya pak Kusuma, CEO perusahaan itu, menjadi seorang manager yang posisinya jauh di bawah jabatan ayahnya. Pasti ada alasan tertentu, kenapa dia mau melakukan hal tersebut."
"Pertama, bisa jadi dia ingin mencoba masuk dalam dunia bisnis dimulai dari bawah. Kedua, ada alasan khusus dan spesial. Dan untuk Andre, aku yakin alasannya menjadi manager adalah kamu. Itu karena kamu ada dalam divisi penjualan, karena itu Andre menjadi manager kita," jelas Tri panjang kali lebar.
"Alasanmu terlalu mengada-ada. Bagaimana jika Andre memang benar-benar ingin memulai semuanya dari nol?"
"Kalau ingin memulai dari nol, kenapa gak jadi OB aja sekalian?"
Nisa terbahak mendengar kalimat sarkastik itu.
"Sudahlah, lupakan soal OB. Yang harus kamu lakukan sekarang adalah menyakinkan perasaanmu dulu. Jangan terburu buru mengambil kesimpulan."
"Tapi ingatlah Beb, sebelum kamu membiarkan perasaan cinta kembali tumbuh subur di hatimu. Kamu harus ingat saat-saat paling menyedihkan dalam hidupmu. Saat kamu tidak berhenti menangis sampai matamu bengkak. Saat berat badanmu turun hampir 7kg karena tidak adanya nafsu makan. Dan saat kamu membohongi seluruh keluargamu tentang hubungan kalian hanya agar mereka tak merasa kecewa. Kamu harus ingat saat kamu jatuh sejatuh-jatuhnya, sebelum memiliki pikiran kembali pada Andre," nasihat Tri.
Bukan tanpa alasan dirinya berbicara sepanjang itu, karena dia tahu betapa hancurnya hati Nisa saat putus dari Andre saat itu. Pada keluarganya, Nisa hanya beralasan sedih karena ditinggal Andre kuliah di luar negeri. Dia hanya tidak mau ibu dan bapaknya yang terlanjur menyayangi Andre merasa kecewa. Beruntungnya keluarga Nisa percaya dan menyemangati dirinya agar tidak merasa sedih lagi
"Iya, aku ngerti. Makasih ya, Tri ."
"Sama-sama." Tri melirik jam tangannya dan menyadari bahwa hari sudah larut malam. "Pulang yuk! Udah malam. Takut mama nyariin, ntar dikira anaknya diculik karena gak pulang-pulang."
"Hadeh. Siapa juga yang mau nyulik cewek kayak kamu. Yang ada rugi bandar penculiknya, kamu makannya gak cukup sebakul."
Nisa dan Tri tertawa bersama. Itulah asyiknya persahabatan mereka. Saat senang ada yang menemani tertawa, saat sedih ada yang mengusap air mata dan menghibur, dan saat gajian ada yang gantian mentraktir. Hehe.
.
.
.
"Assalamualaikum," salam Nisa begitu memasuki rumahnya. Dilihatnya ketiga anggota keluarganya sedang berkumpul di ruang tv dengan aktivitasnya masing-masing. Ibu yang melihat sinetron menangis, bapak sedang mengisi TTS, dan Hanafi dengan game di ponselnya.
"Waalaikumsalam," sahut ketiganya kompak.
"Baru pulang, Nis? Lembur lagi," tanya bapak dari balik kacamata bacanya.
"Gak, Pak. Tadi cuma habis nongkrong sama Tri." Nisa duduk di samping Hanafi dan langsung mencomot pisang goreng.
"Ish! Kamu ini kebiasaan. Mbok ya cuci tangan dulu terus mandi dan ganti baju. Ini main ambil pisang aja." Ibu mengomel tanpa mengalihkan pandangannya dari tv.
"Nanggung, Bu. Lagian Nisa cuma duduk bentar, capek ini."
"Alasan aja kamu itu."
"Eh Kak, kamu tadi makan siang di restoran Itali ya?" tanya Hanafi tiba-tiba.
"Kok kamu tahu?"
"Berarti bener tadi siang. Aku tadi berhenti di lampu merah di depan restoran itu terus melihat Kakak keluar dari restoran sama laki-laki. Dan sekilas dia mirip sama Kak Andre. Bener gak, Kak? Atau itu emang Kak Andre?" tanya Hanafi antusias. Maklum dari dulu dia sangat mengagumi sosok Andre. Baginya Andre adalah pria dengan sejuta pesona.
Deg! Duh, gawat ini!
Benar dugaannya, kali ini perhatian semua orang tertuju padanya. Mereka tampak menanti jawaban keluar dari mulut gadis itu.
"Benar itu Andre, Nis?"
Mati aku! Harus jawab apa ini? teriak Nisa dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments