Author POV
Sejak pengakuan Andre di mobil tadi, suasana menjadi sangat canggung. Bahkan ketika mobil mereka sampai di parkiran, Nisa langsung masuk ke kantor meninggalkan Andre. Suara sepatunya nampak bergema menyusuri lorong yang sepi. Dia harus bergegas jika tak mau satu lift dengan Andre.
"Cieeee, yang habis kencan," celetuk Jenni saat melihat Nisa. Nisa hanya diam dan langsung duduk di mejanya.
"Lagi sakit gigi tuh kayanya,Jen. Gak ada suaranya. Mungkin karena kebanyakan mantengin wajahnya pak Andre yang manis, makanya giginya sakit." Shasha dan Jenni tertawa.
"Kalian ini emang tukang kepo." Dody geleng-geleng kepala melihat kelakuan Shasha dan Jeni. "Mana oleh-olehnya, Nis?"
"Daripada kamu tukang minta gratisan," kata Jenni sambil menjulurkan lidahnya.
"Ssstt .... Berisik!" teriak Aira dari mejanya. "Kerja! Ngobrol aja dari tadi."
"Waduh, mak lampir lagi kumat."
Tepat pada saat itu, Andre datang dengan membawa berkas. Sekilas pandangannya bertemu dengan Nisa, yang langsung menunduk.
"Ra, tolong kamu kasih berkasnya ke Cindy." Cindy adalah sekretaris CEO.
"Baik, Pak. Ada lagi yang bisa saya bantu? Barangkali Bapak mau saya buatkan kopi?" tanya Aira dengan nada lembut.
Sontak Shasha dan Jenni membuat ekspresi seakan mau muntah. Dody lagi-lagi hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Sebaiknya kamu cepat pergi, karena berkasnya sudah ditunggu." Andre langsung masuk ke ruangannya tanpa menunggu jawaban Aira.
Saat sudah di ruangannya, Andre langsung menghempaskan tubuhnya di kursi. Wajahnya tampak gundah. Ingatannya kembali mengingat perkataan Radit saat di restoran tadi. Tangannya sontak meremas kertas dan melemparnya dengan wajah marah. Sial! Berani-beraninya dia!
.
.
.
Flashback.
Saat itu, Nisa dan Dini sedang berada di toilet. Radit dan Andre terlihat membicarakan hal seputar bisnis. Tanpa diduga Radit yang sejak awal tertarik dengan Nisa, mulai mengorek informasi dari Andre.
"Oh ya, ngomong-ngomong bener Nisa bukan sekretaris kamu?"
Andre mengangkat alisnya heran dengan pembicaraan yang berganti. "Bukan. Dia hanya karyawan biasa di divisiku. Hanya saja hari ini khusus menggantikan tugas sekretaris ku."
"Dia cantik ya. Imut banget gitu. Kira-kira dia sudah punya pacar belum ya?"
"Kenapa memangnya?"
"Ahh ... dia itu pacarable banget. Kalau dia tidak punya pacar, aku mau jadikan dia gebetan."
Wajah Andre mulai terlihat tidak enak, "Tidak tahu. Kami di kantor kerja dan tidak mengurusi hal-hal pribadi semacam itu."
Radit berdehem. "Apa begini saja, kita bisa join dan tukar pasangan. Ini bisa juga untuk melancarkan bisnis kita."
"Maksudnya?"
"Hey, kamu tidak tahu hal ini? Padahal ini sudah biasa di dunia bisnis." Radit tertawa. "Jadi kita bisa bertukar pasangan lalu melakukan hal yang menyenangkan dengannya. Misal Dini aku tukar dengan Nisa, jadi kamu berpasangan dengan Dini dan aku dengan Nisa."
"Apa?!" Wajah Andre benar-benar tampak merah. Sekuat tenaga dia tahan emosinya. "Lalu apa yang akan kamu lakukan setelah kita bertukar pasangan?"
"Hey, kamu benar-benar masih hijau ya? Tentu saja cari hotel bro, ***-***." Radit tertawa tanpa menyadari bahaya yang mengintainya.
"Brengsek!" Andre maju dan meraih kerah baju Radit. Radit yang kebingungan dengan kemarahan Andre berusaha melepaskan diri.
"Eh ... eh ... bro, kenapa ini? Kamu marah kenapa?" tanyanya panik.
"Berani-beraninya kamu memikirkan hal mesum tentang Nisa! Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk mendekati dia, apalagi menjadikan dia pacarmu. Bahkan untuk membayangkan dia saja, kamu harus berpikir seribu kali jika kamu tidak ingin kehilangan otak mesummu ini. Aku akan menghancurkanmya tanpa sisa, hingga orang lain pun tak akan bisa mengenali wajahmu lagi." ancam Andre dengan wajah beringas.
Radit tampak ketakutan. Dia benar-benar melihat dua sisi yang berbeda dari Andre. Yang sekarang lebih cocok dengan sebutan ketua mafia. Dan sepertinya ancamannya tidak main-main.
"Iya iya aku janji tidak akan mendekati Nisa lagi. Bisa kamu lepaskan tanganmu? Aku tidak bisa bernafas."
Andre mendorong Radit sebelum melepaskannya, membuat pria itu terjungkal ke belakang. Buru-buru dia bangkit dan merapikan kemejanya yang kusut. Sial sekali dia hari ini.
Suasana tampak canggung setelahnya. Tak ada yang bersuara terutama Radit. Bahkan untuk bernafas pun dia harus melakukannya pelan-pelan. Dia kemudian berpikir, ada hubungan apa Andre dan Nisa? Tidak mungkin laki-laki ini bisa semarah itu jika mereka tidak ada hubungan.
Untunglah keheningan itu terpecahkan dengan kedatangan Nisa. Tapi kemudian Andre langsung mengajaknya pergi, bahkan tanpa menunggu Dini kembali dari toilet. Radit hanya bisa menghela nafas.
"Lho? Kemana pak Andre?" Dini yang baru kembali dari toilet heran dengan ruangan yang sudah sepi. Menyisakan Radit dengan wajah kusutnya.
"Sudah kembali ke kantor."
"Kenapa tidak menungguku selesai? Ck! Padahal aku sudah menyempatkan diri untuk berdandan." Dini merengut kesal. Memang Radit dan Dini adalah teman kuliah, jadi wajar ketika mereka bicara apa adanya di luar kantor.
"Lupakan saja! Dia tidak akan tertarik padamu. Sepertinya Nisa jauh lebih mengundang minatnya daripada dirimu."
"Benarkah? Aku juga sempat berpikiran seperti itu, tapi kata Nisa tadi Andre sudah mempunyai pacar dari SMA." Pandangan Dini tertuju pada kerah kemeja Radit yang kusut. "Kenapa kemejamu? Kusut banget."
Radit mendengus, "Ini gara-gara Andre. Aku hanya bercanda tapi dia menanggapinya serius."
"Memangnya apa yang kamu katakan?"
"Aku hanya mengatakan bahwa aku ingin bertukar pasangan dengannya. Kamu dengan Andre, dan Nisa denganku, tapi dia malah marah-marah bahkan mengancam akan menghancurkan otak mesumku jika berani membayangkan Nisa. Benar-benar aneh, tidak punya hubungan tapi marah ketika melihat orang lain mendekati Nisa."
Tanpa diduga Dini tertawa mendengar curhatan kawan sekaligus bosnya itu. Radit hanya bisa berdecak kesal. "Lagipula untuk apa kamu mengatakan hal tersebut? Itu malah membuatmu terlihat seperti pria mesum. Sepertinya dia pria yang lurus."
"Hmm ... kamu benar. Aku sudah salah strategi kali ini."
"Kamu beneran suka sama Nisa?"
"Bukan seperti itu, hanya penasaran saja. Sepertinya cuma dia yang tidak terpesona ketika pertama melihatku. Ini membuat hatiku agak terluka."
Dini lagi-lagi tertawa. "Pesona sang cassanova mulai luntur nih. Gimana kalau kamu ke dukun aja Dit, biar peletmu makin tajam." ejek Dini.
"Sudahlah. Kita balik ke kantor. Membahas hal seperti ini tidak akan ada habisnya." Radit mengalihkan pembicaraan. Bagaimanapun juga dia tidak rela jika pesona ketampanannya dibilang luntur. Apalagi harus merendahkan dirinya dihadapan dukun. Ih!
Flashback off
.
.
.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 ketika Andre memasuki rumahnya. Keinginannya untuk segera merebahkan tubuhnya sepertinya harus tertunda karena dia melihat sang mama sudah menanti di ruang tamu. Tak biasanya mamanya menunggu kepulangannya jika tak ada hal penting yang akan dibahas.
"Ndre, kamu sudah pulang Nak?" Lia berdiri dan mengecup pipi sang anak. "Duduklah dulu, ada yang mau mama bicarakan."
Andre menurut dan melonggarkan dasinya, "Ada apa Ma? Aku capek banget hari ini, ingin segera berendam dan tidur."
"Sebentar saja. Ndre, kamu tidak lupa dengan acara keluarga minggu depan, kan?"
"Andre ingat Ma. Kenapa?"
"Ini yang mau mama bicarakan. Kamu tahu kan, kakekmu sudah berulang kali menanyakan tentang kapan kamu akan menikah. Jadi dalam acara kali ini, mama berinisiatif membawa Karina dan memperkenalkannya sebagai calon mantu. Bagaimana?" tanya Lia dengan antusias. Dirinya percaya Andre akan menyetujui usulnya karena hanya Karina yang memenuhi syarat sebagai istri dan mantu idaman. Cantik, pintar, dan kaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
2020-12-14
1